7 Dampak Polusi Udara terhadap Kesehatan Bayi
Waspada, polusi udara dapat mengganggu saluran pernapasan hingga menghambat perkembangan otak bayi!
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Belakangan ini, DKI Jakarta sedang menghadapi tantangan yang serius dalam hal polusi udara. Kadar polutan yang semakin tinggi ini dikhawatirkan dapat memicu berbagai masalah kesehatan.
Bahaya polusi udara bagi kesehatan bisa dirasakan siapa saja, termasuk bayi dan anak-anak. Apalagi, bayi memiliki daya tahan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga lebih rentan mengalami masalah pernapasan.
Sebuah penelitian oleh Ginanjar Syuhada dari Environmental, Climate, and Urban Health Division Vital Strategies Singapura dan tim di jurnal Environmental Research and Public Health edisi Februari 2023 menunjukkan bahwa polusi udara menyebabkan lebih dari 7.000 dampak kesehatan yang merugikan anak-anak, meliputi 6.100 kasus stunting, 330 kematian bayi, dan 700 bayi dengan kelahiran yang merugikan setiap tahunnya.
Pada intinya, polusi udara dapat menyebabkan masalah kesehatan yang sangat merugikan bayi dan anak-anak. Lantas, apa saja dampak buruk dari polutan yang tinggi pada bayi?
Berikut Popmama.com rangkum 7 dampak polusi udara terhadap kesehatan bayi.
1. Perkembangan paru-paru bayi terhambat
Menurut temuan Children’s Health Study oleh University of Southern California, perkembangan fungsi paru-paru anak yang tinggal di daerah dengan polusi tinggi lebih terhambat dibandingkan dengan anak-anak yang tinggal di daerah dengan udara yang lebih bersih.
Terhambatnya perkembangan paru-paru bayi ini ditandai dengan kemampuan paru-paru dalam menampung udara saat bernapas tidak maksimal dan paru-paru tidak berfungsi dengan baik.
Bayi dan anak-anak yang perkembangan paru-parunya terhambat kemudian akan lebih rentan terhadap penyakit pernapasan kronis saat dewasa.
2. Memicu asma
Penelitian yang ditulis oleh Susan Anenberg, profesor kesehatan dari George Washington University menunjukkan bahwa terdapat hampir dari dua juta kasus baru asma terjadi pada anak-anak setiap tahunnya. Hal ini berhubungan dengan polusi udara yang dialami di kota-kota besar di seluruh dunia.
Bayi yang tinggal di daerah dengan polutan udara yang tinggi memang lebih rentan mengalami asma. Kondisi ini juga meningkatkan jumlah kunjungan ke dokter oleh bayi dan anak dengan masalah asma dan meningkatkan penggunaan obat asma, termasuk inhaler.
3. Menyebabkan batuk dan pilek
Polusi udara juga juga dapat menyebabkan batuk dan pilek pada bayi. Paparan partikel polutan di udara dapat masuk ke dalam saluran pernapasan bayi dan menyebabkan gejala batuk dan pilek.
Dua polutan udara yang terbukti memicu batuk dan pilek adalah sulfur dioksida dan nitrogen dioksida. Dua polutan ini umumnya berasal dari proses pembakaran, seperti pembakaran sampah, asap rokok, pembangkit listrik, hingga asap kendaraan bermotor.
4. Memicu bronkitis
Polusi udara juga menjadi salah satu penyebab utama dari bronkitis pada bayi dan anak-anak. Bronkitis sendiri merupakan infeksi atau peradangan pada saluran udara besar (saluran bronkial) ke paru-paru.
Bronkitis pada bayi bisa ditandai dengan gejala sakit tenggorokan, kelelahan, pilek, kedinginan, nyeri, demam ringan, bahkan hingga sesak napas. Penyakit ini bisa bersifat akut atau bisa juga sembuh dalam beberapa hari atau minggu.
Namun, Mama juga harus waspada karena bronkitis bisa bersifat kronis atau menetap hingga berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
5. Memicu pneumonia
Dilansir dari laman Unicef, sekitar 50% kematian akibat pneumonia anak terkait dengan polusi udara. Di Indonesia sendiri, lebih dari 19.000 anak balita meninggal akibat pneumonia pada tahun 2018 atau sekitar lebih dari dua anak setiap jamnya.
Pneumonia sendiri merupakan kondisi radang paru-paru akut yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme. Pneumonia biasanya ditandai dengan demam, batuk, napas cepat, muntah, diare, dan nafsu makan menurun.
6. Meningkatkan risiko kematian mendadak
Polusi udara juga berkontribusi pada meningkatnya risiko kematian mendadak pada bayi atau yang juga dikenal dengan istilah SIDS (Sudden Infant Death Syndrome).
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa paparan karbon monoksida dan nitrogen dioksida dalam jangka pendek berhubungan erat dengan meningkatnya kasus SIDS.
Pasalnya, saluran pernapasan pada bayi dan balita masih berkembang dan belum mampu untuk menyaring udara yang masuk. Dengan begitu, bayi sangat rentan untuk mengalami SIDS apabila menghirup terlalu banyak polutan berbahaya di lingkungannya.
7. Menghambat perkembangan otak bayi
Tak hanya dapat menyebabkan masalah pada pernapasan, polusi udara juga dapat memengaruhi perkembangan otak bayi dan menghambat kemampuan kognitifnya. Berikut adalah dampak polusi pada perkembangan otak bayi, dilansir dari Unicef:
Polusi ultrafine dalam asap kendaraan bermotor memiliki partikel sangat halus sehingga dapat masuk ke dalam aliran darah, menyebar ke otak, dan merusak sawar darah otak yang dapat menyebabkan neuroinflamasi.
Beberapa partikel polusi dapat masuk ke dalam tubuh melalui saraf penciuman dan saluran pencernaan yang menyebabkan stres oksidatif.
Beberapa partikel polusi lainnya, seperti hidrokarbon aromatik polisiklik, dapat merusak area di otak yang berperan dalam proses komunikasi neuron. Kondisi ini kemudian dapat menghambat proses belajar dan perkembangan bayi.
Dengan kata lain, polusi udara dapat menyebabkan kerusakan pada otak bayi dan menghambat kemampuan kognitifnya. Hal ini termasuk pada terhambatnya kemampuan verbal dan non-verbal, daya ingat, hingga IQ si Kecil.
Itulah 7 dampak polusi udara terhadap kesehatan bayi. Jangan ragu untuk menghubungi dokter apabila si Kecil menunjukkan gejala masalah pernapasan, ya, Ma!
Baca juga:
- Bagaimana Polusi Udara Memengaruhi Kehamilan?
- 7 Jenis Gangguan Pernapasan pada Bayi Baru Lahir yang Perlu Diketahui
- 10 Rekomendasi Air Purifier Berkualitas untuk di Rumah