Siapa yang Berhak Mengasuh Bayi yang Ibunya Meninggal Dunia?
Undang-undang telah mengatur siapa yang berhak mengasuh bayi setelah ibunya meninggal
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Melahirkan merupakan perjuangan hidup dan mati bagi seorang perempuan. Dalam beberapa kasus, si Mama meninggal saat atau setelah melahirkan.
Hal ini mungkin membuat keluarga besar bertanya-tanya mengenai nasib bayi dan pengasuhannya.
Siapakah yang berhak mengasuh bayi yang ibunya meninggal dunia? Apakah ayah, kakek dan nenek, atau om dan tante si Kecil?
Ternyata, perihal orangtua meninggal dan pengasuhan bayi ini diatur oleh undang-undang, Ma. Untuk mengetahui jawabannya, yuk, simak ulasan Popmama.com berikut ini, Ma.
Undang-Undang Perlindungan Anak
Mengutip dari laman Hukum Online, bayi yang baru lahir dikategorikan sebagai anak sebagaimana yang disebut dalam Pasal 1 angka 1Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Sedangkan Pasal 1 angka 2 dan Pasal 3 UU Perlindungan Anak menetapkan bahwa setiap anak berhak untuk mendapatkan dijamin dan dilindungi hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Siapa yang Berhak Mengasuh Bayi yang Ibunya Meninggal Dunia?
Bila salah satu orangtua si Kecil meninggal, ada istilah kuasa asuh. Kuasa asuh adalah kekuasaan orangtua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya (Pasal 1 angka 11 UU Perlindungan Anak).
Yang dimaksud dengan orangtua menurut undang-undang di atas adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.
Jadi, siapakah yang berhak mengasuh bayi yang ibunya meninggal dunia? Bila sang Ayah masih hidup, maka ayahnya yang memiliki hak asuh.
Aturan ini dipertegas dalam Pasal 7 UU Perlindungan Anak yang berbunyi:
(1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.
(2) Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengecualian dalam Hak Asuh Anak oleh Orangtua
Oleh karena itu, selagi ayahnya masih ada, bayi berhak untuk dibesarkan oleh ayahnya. Namun, hal ini berbeda jika karena alasan tertentu dan/atau aturan hukum, ayahnya tersebut tidak dapat menjamin tumbuh kembang bayi atau bayi dalam keadaan terlantar. Bila ini terjadi, bayi berhak diasuh oleh orang lain. Intinya adalah pemisahan tersebut dilakukan semata-mata demi kepentingan anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Hal ini diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Perlindungan Anak.
Dalam Pasal 14 UU Perlindungan Anak bahwa setiap anak berhak untuk diasuh oleh orangtuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
Jika bayi karena alasan suatu hal tidak dapat diasuh oleh ayahnya, maka untuk kepentingan si bayi, yang berhak mengasuh kemudian adalah keluarganya.
Hal ini juga diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Perlindungan Anak, yang berbunyi:
(2) Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yang dimaksud keluargamenurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Perlindungan Anak adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.
Bila Orangtua Bercerai dan si Ibu Meninggal Dunia, Siapa yang Mengasuh Bayi?
Akan tetapi lain halnya jika sebelumnya telah terjadi perceraian antara papa dan mama. Jika telah terjadi perceraian, dan si Mama meninggal dunia, maka sebagaimana pernah dibahas dalam artikel Paradigma Baru Dalam Penyelesaian Sengketa Hak Asuh Anak Pada Peradilan Agama berdasarkan Pasal 156 KHI, urutan yang berhak mengasuh anak adalah:
- perempuan-perempuan dalam garis lurus ke atas dari ibu;
- ayah;
- perempuan-perempuan dalam garis lurus ke atas dari ayah;
- saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;
- perempuan-perempuan kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu;
- perempuan-perempuan kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.
Mengenai hak asuh anak telah diatur dalam undang-undang, termasuk mengenai siapa yang berhak mengasuh bayi yang ibunya meninggal dunia.
Semoga informasi di atas bisa memberikan pencerahan, ya, Ma.
Baca juga:
- Tata Cara dan Syarat Adopsi Anak di Indonesia
- Apakah Bayi Bisa Mengingat Orangtua yang Meninggal saat Ia Dewasa?
- 9 Bayi Artis yang Telah Kehilangan Orangtuanya, Terbaru Ada Kamari