Kenali Hematophobia, Fobia Darah pada Anak
Segeralah periksa ke dokter apabila anak mengalami gejala hematophobia
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Setiap orang biasanya memiliki fobia yang berbeda-beda bagi masing-masing individu. Fobia adalah rasa takut yang terlalu berlebihan terhadap situasi, tempat, barang, ataupun hewan tertentu.
Ketakutan tersebut bermacam-macam, ada yang takut gelap, ruangan sempit, hewan melata, bahkan ada pula yang takut pada darah.
Beberapa orang yang mengalami fobia dapat merasa tidak nyaman, cemas bahkan ada yang sampai pingsan.
Fobia darah terjadi tidak hanya pada orang dewasa, namun dapat pula terjadi pada anak-anak. Biasanya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi fobia terhadap darah.
Kali ini, Popmama.com akan membahas mengenai Hematophobia atau yang biasa disebut dengan fobia darah. Berikut informasi mengenai hematophobia untuk Mama. Simak penjelasannya, yuk!
1. Apa itu hematophobia?
Hematophobia atau fobia darah adalah ketakutan secara berlebihan terhadap darah. Hematophobia berasal dari bahasa Yunani, yaitu “haima” yang berarti darah dan “phobos” yang memiliki arti ketakutan.
Hematophobia ini termasuk dalam kategori "fobia spesifik" dengan penentu fobia darah-injeksi-cedera (BII) dalam edisi baru Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5).
Fobia ini tidak hanya terjadi ketika ia melihat darahnya sendiri, namun juga dapat timbul ketika ia melihat darah orang lain, hewan, ataupun darah dalam bentuk gambar maupun tayangan di televisi.
Orang yang mengalami fobia darah akan merasa tidak nyaman dari waktu ke waktu, terutama ketika berurusan dengan darah.
Jika kondisi fobia yang diderita seseorang cukup parah, dapat menyebabkan orang yang terkena hematophobia menjadi pingsan ketika melihat darah. Hal ini tentu sudah berdampak serius pada kehidupannya sehari-hari, sehingga mengharuskan ia untuk segera memeriksakan ke dokter.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hematophobia
Menurut penelitian, sebesar 3-4% dari populasi mengalami fobia BII atau hematophobia. Fobia ini biasanya muncul pada masa anak-anak menginjak usia 10-13 tahun.
Fobia ini biasanya muncul bersamaan dengan fobia yang lain, seperti agoraphobia, trypanophobia atau takut jarum suntik, mysophobia atau takut pada kuman, dan fobia pada hewan tertentu, seperti cynophobia atau takut terhadap anjing.
Selain itu terdapat beberapa faktor yang meningkatkan seseorang dapat mengalami fobia darah, diantaranya:
- Genetika, faktor pertama yang dapat meningkatkan terjadinya fobia darah adalah faktor genetik. Adanya hubungan genetik serta rasa sensitif atau emosional yang datang secara alami.
- Orang tua yang cemas, faktor ini ketika melihat seseorang merasa takut terhadap sesuatu hal sehingga anak juga merasakannya. Contohnya, anak melihat ibu takut darah, maka anak pun secara tidak langsung akan mengembangkan pola fobianya mengenai darah.
- Orang tua yang terlalu protektif, terjadi ketika anak mengembangkan rasa kecemasannya. Biasanya terjadi apabila berada di lingkungan yang dimana orangtua terlalu protektif terhadap anak.
- Trauma, terjadi karena adanya peristiwa traumatis yang berhubungan dengan darah, seperti kecelakaan lalu lintas, rawat inap di rumah sakit, ataupun cedera serius yang menyebabkan banyak keluar darah.
3. Gejala yang dihadapi ketika mengalami hematophobia
Setiap fobia, pastinya memiliki gejala atau emosional yang hampir sama. Pada fobia ini gejalanya dapat dipicu dari melihat gambar darah atau tidak sengaja melihat tayangan yang menampilkan darah.
Beberapa orang akan merasakan gejala saat memikirkan darah atau melakukan prosedur medis seperti tes darah. Gejala fisik yang biasanya timbul, yaitu:
- Sulit bernafas
- Detak jantung menjadi lebih cepat
- Mengalami sesak atau nyeri di dada
- Gemetar
- Pusing
- Merasa mual di sekitar darah
- Merasa panas atau dingin
- Berkeringat
Sementara itu terdapat pula gejala secara emosional yang dapat terjadi ketika mengalami hematophobia, yaitu:
- Mengalami perasaan cemas atau panik yang ekstrem
- Berusaha melarikan diri ketika berada di situasi yang ada darah
- Detasemen diri sendiri atau merasa tidak nyata
- Merasa kehilangan kendali
- Merasa seperti akan pingsan
- Tidak berdaya terhadap ketakutan yang terjadi
Pada anak-anak yang mengalami hematophobia, biasanya mengalami gejala yang berbeda, seperti:
- Mengamuk
- Menjadi ingin lebih dekat dengan orangtua
- Menangis
- Menolak melihat apapun yang berhubungan dengan darah dengan bersembunyi dan memeluk orangtua atau orang yang berada di sekitarnya.
4. Cara menyikapi apabila terjadi hematophobia dan bahayanya pada anak
Jika anak mengalami gejala seperti ketakutan pada darah, cobalah untuk mengkomunikasikannya bersama dengan orangtua.
Apabila Mama atau anak mama menunjukkan gejala yang cukup parah maka segeralah bawa ke psikolog. Lakukanlah pemeriksaan rutin dan jangan sampai melewatkannya.
Namun, jika terjadi pada anak cobalah memberi penjelasan mengenai penyakit tersebut sehingga ia mau untuk diperiksa.
Ketika Mama mengalami ketakutan tersebut, Mama dapat melakukan pencegahan pada anak agar tidak ikut terkena hematophobia.
Meskipun terdapat komponen genetik terhadap fobia ini, perilaku seperti takut melihat darah dapat dicontoh oleh anak apabila anak melihatnya. Maka dengan melakukan perawatan tentu akan membantu Mama untuk segera pulih.
Umumnya, usia rata-rata omset hematophobia adalah 9,3 tahun untuk pria dan 7,5 tahun untuk wanita.
5. Waktu yang tepat untuk memeriksakan hematophobia
Jika Mama atau anak mama merasa menderita hematophobia, maka segeralah membuat janji dan periksakan pada psikolog. Orang yang mengalami hematophobia biasanya harus menjalani psikoterapi.
Diagnosis atau perawatan yang dilakukan tidak akan berhubungan dengan jarum suntik maupun peralatan medis lainnya. Namun, pasien akan mengobrol dengan dokter membahas mengenai gejala yang dialami serta lamanya mengalami fobia tersebut.
Pada sesi ini, Mama atau anak mama dapat sekaligus menjelaskan mengenai riwayat kesehatan yang dialami. Hal ini akan membantu dokter untuk memberi diagnosis yang tepat.
Hematophobia secara resmi sudah diakui berada pada kategori fobia BII dalam DSM-5. Sehingga dokter pun akan menggunakan kriteria manual untuk membuat diagnosis yang formal.
Maka dari itu, pastikanlah Mama atau anak mama menjelaskan secara rinci gejala dan apa saja yang dirasakan ketika mengalami hematophobia.
Nah, itu tadi penjelasan mengenai hematophobia atau fobia darah mulai dari arti, gejala faktor yang mempengaruhi serta kapan waktu yang tepat untuk memeriksakannya. Semoga informasi ini dapat membantu Mama dan anak mama apabila mengalami hematophobia.
Baca juga:
- Ciri-Ciri Nomophobia pada Remaja dan Cara Mengatasinya
- 5 Cara Mengatasi Anak Enochlophobia, Fobia Keramaian
- 9 Ciri-Ciri FOMO pada Anak Remaja