5 Gangguan Kesehatan Mental yang Sering Terjadi pada Remaja
Tak hanya orang dewasa, remaja juga rentan terhadap penyakit mental
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tanpa disadari, remaja juga mengalami banyak masalah kesehatan mental yang sama seperti orang dewasa. Namun, banyak remaja tidak terdiagnosis dan tidak diobati, meskipun sebagian besar kondisi dapat diobati.
Penting untuk diingat bahwa siapa pun dapat mengembangkan masalah kesehatan mental. Meskipun sebagian remaja mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi berdasarkan faktor genetika dan pengalaman masa lalu, semua remaja rentan terhadap penyakit mental.
Karena masalah mental dapat menyerang siapapun, kali ini Popmama.com akan membahas tentang 5 masalah gangguan kesehatan mental yang paling umum dihadapi remaja yang perlu Mama ketahui.
1. Depresi
Dilansir dari verywellfamily.com, Survei Nasional Penggunaan Narkoba dan Kesehatan SAMHSA yang diterbitkan pada 2015 sekitar 8 persen anak-anak berusia antara 12 dan 17 tahun mengalami periode depresi berat selama akhir tahun 2015.
Dalam penelitian tersebut, anak perempuan lebih mungkin mengalami depresi daripada anak laki-laki. Sekitar setengah dari semua remaja yang memenuhi kriteria gejala depresi, melaporkan bahwa gejala depresi sangat memengaruhi kehidupan sosial atau akademis mereka.
Depresi biasanya bisa diobati, melalui bantuan terapi atau terkadang kombinasi terapi dengan pengobatan. Jika tidak diobati, depresi bisa menjadi lebih buruk.
2. Kegelisahan (anxiety)
Menurut National Institute of Mental Health, sekitar 8 persen remaja berusia antara 13 dan 18 tahun memiliki gangguan kecemasan atau anxiety. Kecemasan juga dapat berdampak parah pada kehidupan remaja.
Kondisi ini sering mengganggu kemampuan remaja untuk bersosialisasi dengan teman-temannya, serta tak jarang juga dapat mengganggu pendidikannya. Kasus kecemasan yang parah bahkan dapat membuat seorang remaja tidak mau meninggalkan rumahnya.
Kecemasan datang dalam beberapa bentuk. Misalnya, kecemasan umum dapat menyebabkan remaja merasa cemas di semua bidang kehidupan, sedangkan gangguan kecemasan sosial mungkin menyulitkan remaja untuk berbicara di kelas atau menghadiri acara sosial.
Terapi bicara biasanya merupakan bentuk pengobatan yang ampuh untuk mengatasi kecemasan. Saat terapi, remaja akan mempelajari beberapa keterampilan untuk mengelola gejalanya dan menghadapi ketakutan.
3. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, sekitar 9 persen anak-anak berusia antara 2 dan 17 tahun telah didiagnosis dengan ADHD. Gejala ADHD mungkin terlihat pada usia 4 tahun tetapi terkadang gejala tersebut tidak menjadi masalah sampai usia remaja.
Anak dengan usia yang lebih kecil mungkin tidak mengalami masalah akademis, sampai tekanan pendidikan menjadi lebih sulit, seperti pada tahun-tahun sekolah menengah. Ada tiga subtipe ADHD, yaitu tipe hiperaktif, tipe inattentive, atau tipe impulsif, atau kombinasi dari ketiga tipe.
Remaja dengan tipe hiperaktif mengalami kesulitan untuk duduk diam, tidak dapat berhenti berbicara dan menyelesaikan suatu tugas, remaja dengan tipe inattentive kurang fokus dan menjadi mudah teralihkan.
ADHD seringkali diobati dengan terapi dan pengobatan. Pelatihan orangtua juga dapat menjadi bagian dari pengobatan untuk membantu anak dalam mengelola gejala di rumah.
4. Oppositional Defiant Disorder (ODD)
American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, mengatakan dari 1 hingga 16 persen remaja di mana pun memiliki Oppositional Defiant Disorder (ODD). ODD merupakan gangguan perilaku mudah marah dan tersinggung, kondisi ini sering muncul di masa kanak-kanak.
Anak yang menderita ODD, juga seringkali menunjukkan sikap membangkang dan mendendam. ODD sering muncul pertama kali pada awal sekolah dasar. Jika tak diobati, ini dapat menyebabkan gangguan perilaku yang jauh lebih serius.
ODD yang ekstrem termasuk sikap dengan pembangkangan, agresi verbal dan fisik, dan kedengkian. Remaja dengan ODD perlu berjuang untuk menjaga hubungan yang sehat, dan seringkali perilakunya dapat mengganggu proses pendidikannya.
Perawatan untuk kondisi ini termasuk program pelatihan dan terapi orang tua
5. Gangguan makan (Eating Disorder)
Gangguan makan termasuk anoreksia, bulimia, dan gangguan makan berlebihan. Menurut National Institute of Mental Health, di antara remaja antara 13 dan 18 tahun, sekitar 2,7 persen menderita gangguan makan.
Meskipun gangguan makan dapat terjadi pada remaja laki-laki dan perempuan, namun faktor risikonya lebih tinggi pada perempuan.
Sementara gangguan makan seperti anoreksia ditandai dengan mengurangi konsumsi makanan dengan sangat ekstrim sehingga mengalami penurunan berat badan, bulimia melibatkan makan berlebihan dan membuangnya, baik dengan muntah atau melalui penggunaan obat pencahar.
Gangguan makan berlebihan melibatkan mengonsumsi makanan dalam jumlah besar pada satu waktu. Gangguan makan dapat berdampak serius pada kesehatan fisik remaja. Perawatan seringkali membutuhkan pemantauan kesehatan fisik dan terapi intensif.
Itulah beberapa gangguan kesehatan mental yang cenderung paling sering menyerang remaja. Jika Mama curiga anak mungkin memiliki masalah kesehatan mental, segera cari bantuan profesional.
Bicaralah dengan dokter tentang kekhawatiran Mama, atau konsultasikan dengan ahli kesehatan mental yang terlatih.
Baca juga:
- Tak Melulu Soal Usia, Ini 8 Ciri Anak Sudah Dewasa Secara Mental
- 10 Manfaat Menari untuk Kesehatan Fisik dan Mental Anak
- 10 Kesalahan Orangtua yang Dapat Menghambat Perkembangan Mental Anak