5 Kebiasaan Toxic pada Remaja yang Bisa Merusak Diri Sendiri
Sayangnya, kebiasaan toxic ini jarang disadari orangtua lho!
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bertambahnya usia remaja, membuat anak sudah mampu mengembangkan kemandirian dalam hal berperilaku dan tutur kata. Hampir dari setiap remaja, sudah mulai berani membangun hubungan pergaulan yang lebih luas.
Remaja mungkin pernah berhadapan dengan orang yang toxic. Lebih pahitnya lagi, beberapa orang di antara mereka adalah orang terdekatnya sendiri. Ia mungkin mengeluhkan bahwa teman-temannya membuatnya merasa lelah dan kesal.
Tak dapat dipungkiri, bahwa remaja mungkin dapat dengan mudah mengenali orang-orang toxic di sekitarnya, dan menghindarinya. Namun anak juga sering tak sadar, bahwa ada beberapa kebiasaan yang sebenarnya ternyata toxic buat diri sendiri. Kebiasaan apa aja itu ya?
Berikut ini Popmama.com telah merangkum lima kebiasaan toxic pada remaja yang bisa merusak diri sendiri. Dengan mengetahui kebiasaan ini, Mama bisa segera atasi agar tidak berdampak buruk pada kehidupan anak. Yuk cari tahu!
1. Memendam emosi berlebihan
Setiap manusia, pasti pernah merasa emosi, baik itu pada seseorang atau pada sebuah keadaan yang tidak bisa dikendalikan. Terlebih lagi remaja yang mengalami gejolak emosi akibat tekanan sekolah, masalah pergaulan atau keluarga, dan perubahan fisik akibat pubertas.
Umumnya, setiap orang akan meluapkan emosinya dengan berbagai cara. Ada yang menunjukkan kemarahan selama berjam-jam, ada juga yang memilih untuk nangis.
Apakah Mama menyadari atau tidak, ada banyak juga orang yang lebih memilih diam dan memendam emosinya di dalam hati. Bahkan tak menutup kemungkinan anak remaja melakukan hal ini juga, karena merasa bahwa luapan emosinya justru bisa menyebabkan masalah lain.
Walau memendam emosi sekilas terlihat seperti pilihan yang tepat, jika dilakukan terlalu sering, ini justru akan jadi sangat berbahaya buat diri sendiri. Selain membuat remaja lebih down, memendam emosi terlalu sering juga bisa memicu depresi berkepanjangan.
Beri tahu anak, bahwa wajar jika emosi, dan itu tidak apa-apa. Selama ia berada di batas yang bisa diterima oleh orang lain. Artinya, remaja boleh meluapkan emosinya, asal ia tidak berteriak pada orang lain, memukul, merusak barang, dll.
2. Menunda-nunda pekerjaan rumah
Nah kebiasaan toxic yang satu ini mungkin tak asing bagi beberapa orangtua dengan anak remaja. Tetapi pada umumnya menunda-nunda pekerjaan rumah, tidak disadari sebagai perilaku toxic.
Meski adalah hal yang wajar jika anak merasa lelah saat sedang belajar atau mengerjakan pekerjaan rumah yang menumpuk. Tetapi juga penting untuk mengatur waktu istirahatnya. Jangan sampai kebablasan atau kelupaan.
Meski kebiasaan menunda tanggung jawab seperti ini menyenangkan, anak juga perlu tahu betapa beratnya jika ia menumpuk banyak tugas yang sudah mendekati waktu pengumpulan.
Di saat teman-temannya sudah selesai sama tugasnya, dan bisa benar-benar bersantai sarapan di sekolah, anak mungkin masih berkutat dengan tugas yang sama.
3. Terlalu perfeksionis hingga terlalu keras pada diri sendiri
Jika menunda-nunda pekerjaan rumah adalah kebiasaan toxic yang mungkin paling mudah ditemui, begitu pula dengan remaja yang terlalu perfeksionis dalam pekerjaan rumah.
Anak yang perfeksionis saat mengerjakan tugas rumah seringkali ditunjukkan dengan sikap gampang memberikan kritik pada pekerjaannya hingga marah jika tidak mendapatkan nilai yang diharapkan.
Berusaha yang terbaik dalam setiap pekerjaan itu adalah hal yang baik, namun pastikan agar anak tidak jadi terlalu perfeksionis. Menuntut segalanya harus sempurna sesuai dengan keinginan, lalu menyalahkan diri sendiri saat gagal.
Dalam hal ini, yang Mama perlu jelaskan adalah, di dalam hidup, tak selamanya berjalan mulus. Ketika anak gagal, kenali apa yang membuatnya gagal, dan jadikan hal tersebut sebagai pelajaran yang tidak diulangi kembali.
4. Mengeluh setiap saat
Apakah anak remaja mama suka mengeluh? Mengeluh menjadi perilaku yang wajari, jika saat segalanya mulai terasa berat. Karena dengan mengeluh, anak bisa jadi merasa lebih baik dan lega untuk mengungkapkan segala tekanan fisik maupun batinnya.
Tetapi bukan berarti anak harus mengeluh setiap saat kan. Kebanyakan mengeluh juga tidak baik buat kesehatan mental. Bukannya membuat beban berkurang, keluhan yang berlebihan justru bisa membuat masalah jadi terasa lebih berat.
Tak hanya itu saja, jika anak terbiasa mengeluh pada teman-temannya, tak menutup kemungkinan mereka akan merasa jengkel dengan kebiasaan anak yang satu ini. Karena bisa dianggap merusak suasana hingga menurunkan mood teman-temannya.
5. Terlalu ambisius sehingga merugikan diri sendiri dan orang lain
Setiap orang, termasuk anak remaja mama pasti punya cita-cita yang ingin dicapai. Ini memang adalah hal yang baik agar ia semangat menjalani hidup. Namun, menjadi ambisius juga ada batasnya.
Ini termasuk ketika anak jadi menghalalkan segala cara untuk mewujudkannya. Akan lebih tidak baik lagi jika anak sampai merugikan orang lain untuk impiannya tersebut. Ingatkan anak bahwa segalanya butuh proses.
Meskipun proses ini penuh tantangan dan kompetisi, ketika anak optimis, mau belajar, dan menghindari hal-hal yang merugikan, semua hal yang diimpikan suatu saat bisa berubah jadi kenyataan.
Nah itulah beberapa kebiasaan toxic pada remaja yang bisa merusak diri sendiri. Sekilas, beberapa kebiasaan di atas kelihatan wajar. Namun seiring bertambah usianya, apa yang dianggap wajar ini justru bisa berisiko membahayakan anak, keluarga, hingga orang lain.
Tak ada kata terlambat untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan kebiasaan toxic pada remaja.
Baca juga:
- 9 Perilaku Toxic Parenting yang Mengancam Masa Depan Anak
- 5 Cara Membuat Anak Menghindari Pertemanan yang Toxic
- Kenali 7 Tipe Pertemanan Toxic yang Harus Remaja Hindari