Suka Menimbun Barang, Kenali Hoarding Disorder pada Anak
Gangguan suka menyimpan barang-barang yang tak terpakai
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Setiap anak cenderung memiliki ketertarikan pada suatu barang, apakah itu boneka, mobil-mobilan, balok bangunan, buku, dan lain-lain. Namun bagaimana jika anak tertarik untuk menyimpan barang-barang tak terpakai seperti batu, kardus, hingga makanan?
Ada sebuah gangguan kecemasan bernama hoarding disorder, yang ditandai dengan rasa kecemasan berlebihan karena tingginya keinginan anak untuk menyimpan barang-barang yang tidak terpakai. Penimbunan ini dapat berkisar dari ringan hingga berat.
Dalam beberapa kasus, penimbunan mungkin tidak berdampak banyak pada hidup anak. Namun sementara dalam kasus lain, ini sangat memengaruhi aktivitas anak sehari-hari.
Lantas apa penyebab dan ciri-ciri hoarding disorder pada anak?
Kenali hoarding disorder pada anak lebih lanjut pada artikel Popmama.com berikut ini!
1. Apa itu hoarding disorder?
Gangguan penimbunan atau hoarding disorder adalah salah satu bentuk dari obsessive compulsive disorder (OCD). Kondisi kesehatan mental ini menyebabkan anak-anak mengumpulkan barang-barang acak seperti batu, kertas, dan bahkan makanan.
Dilansir dari Child Mind Institue, anak-anak dengan gangguan penimbunan ini menjadi terikat secara emosional dengan barang-barang mereka, dan menjadi sangat marah ketika diminta untuk membuangnya.
Mereka juga sangat khawatir tentang barang-barang tersebut, sehingga berisiko mengganggu kehidupan normal dan menyebabkan konflik dengan orangtua, terutama jika Mama mencoba untuk membersihkan.
2. Gejala hoarding disorder pada anak
Dilansir dari Mayo Clinic, gangguan ini seringkali muncul selama masa remaja hingga dewasa awal. Gangguan ini dapat secara bertahap berkembang dari waktu ke waktu dan cenderung menjadi perilaku pribadi.
Seringkali, penumpukan yang menghasilkan kekacauan yang signifikan, telah berkembang sehingga mencapai perhatian orang lain.
Menurut Child Mind Institute, tanda-tanda bahwa seorang anak mungkin memiliki hoarding disorder meliputi:
- Mengumpulkan hal-hal yang mungkin tidak dianggap berharga atau berguna oleh orang lain
- Keterikatan emosional yang sangat kuat dengan harta benda
- Mengalami kesulitan saat membuang harta benda
- Ruang tamu yang berantakan
- Terlalu mengkhawatirkan harta benda sehingga mengganggu kehidupan di rumah dan di sekolah
Tak seperti anak yang mengumpulkan benda tertentu seperti kartu baseball, anak-anak dengan hoarding disorder mengumpulkan segala macam barang, seolah-olah secara acak.
Umum bagi anak-anak dengan gangguan ini untuk menyimpan barang-barang mereka yang terkumpul di ruang tertutup, seperti lemari atau di bawah tempat tidur.
3. Penyebab hoarding disorder pada anak
Hingga saat ini masih belum jelas apa yang menyebabkan gangguan penimbunan. Namun genetika, fungsi otak, dan peristiwa kehidupan yang penuh tekanan sedang dipelajari sebagai kemungkinan penyebabnya.
Selain itu, anak dengan gangguan penimbunan biasanya menyimpan barang karena beberapa faktor berikut ini:
- Mereka percaya barang-barang ini unik atau akan dibutuhkan di beberapa situasi di masa depan
- Barang-barang tersebut memiliki makna emosional yang penting. Misalnya dianggap berfungsi sebagai pengingat saat-saat bahagia atau mewakili orang atau hewan peliharaan tercinta
- Mereka merasa lebih aman ketika dikelilingi oleh hal-hal yang mereka selamatkan
- Mereka tidak ingin menyia-nyiakan apapun
Penting untuk diingat bahwa hoarding disorder berbeda dengan mengoleksi. Anak yang memiliki koleksi, seperti perangko atau mainan mobil, sengaja mencari barang tertentu, mengkategorikannya, dan memajang koleksinya dengan cermat.
Meskipun koleksi bisa besar, mereka biasanya tidak berantakan dan tidak menyebabkan kesulitan dan gangguan, yang merupakan tanda dari gangguan penimbunan.
4. Faktor yang meningkatkan risiko seorang anak memiliki hoarding disorder
Menurut Mayo Clinic, gangguan ini biasanya dimulai sekitar usia 11 hingga 15 tahun, dan cenderung memburuk seiring bertambahnya usia. Penimbunan lebih sering terjadi pada orang dewasa yang lebih tua daripada pada orang dewasa yang lebih muda.
Faktor risiko meliputi:
- Kepribadian: Banyak orang yang memiliki gangguan penimbunan memiliki temperamen yang mencakup keragu-raguan.
- Riwayat keluarga: Ada hubungan yang kuat antara memiliki anggota keluarga yang memiliki gangguan penimbunan, dan menurunkan fobia ini pada anak.
- Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan: Beberapa orang mengalami gangguan penimbunan setelah mengalami peristiwa kehidupan yang penuh tekanan yang sulit diatasi, seperti kematian orang yang dicintai, perceraian, penggusuran, atau kehilangan harta benda dalam kebakaran.
5. Perawatan untuk mengatasi hoarding disorder pada anak
Terapi untuk gangguan hoarding tergantung pada usia anak. Untuk anak-anak berusia delapan tahun ke bawah, terapis bekerja dengan orangtua untuk mengelola perilaku anak.
Tujuannya adalah untuk membantu mencegah anak mengumpulkan lebih banyak barang dan menggunakan sistem hadiah untuk membuat anak membuang beberapa barang secara perlahan.
Untuk anak yang lebih besar, akan sangat membantu jika menjalani terapi perilaku kognitif atau Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dengan terapis yang terlatih dalam menangani gangguan penimbunan.
CBT membantu anak-anak memahami mengapa mereka merasa perlu menimbun. CBT juga mengajari mereka bagaimana membuat pilihan tentang hal-hal mana yang layak disimpan dan mana yang harus dibuang.
Terkadang obat digunakan bersamaan dengan terapi, biasanya Selective Serotoninreuptake Inhibitors (SSRIs). Namun, obat tak selalu berhasil untuk anak-anak yang memiliki gangguan penimbunan
Nah itulah beberapa informasi seputar hoarding disorder pada anak. Karena masih sedikit penelitian tentang apa yang menyebabkan gangguan penimbunan, hingga saat ini belum ada cara yang diketahui untuk mencegahnya.
Namun, seperti banyak kondisi kesehatan mental, berkonsultasi dengan dokter dan memberikan perawatan saat muncul gejala pertama, dapat membantu mencegah hoarding disorder pada anak menjadi lebih buruk.