5 Cara Menanggapi Anak Argumentatif Menggunakan Strategi Positif
Jangan dimarahin ya, Ma. Coba dengan cara yang positif yuk!
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sebelum mengetahui bagaimana cara terbaik memberikan respons terhadap anak yang argumentatif, Mama perlu mengetahui apa alasan di balik sikapnya yang suka membantah itu.
Menurut Jane Nelsen, penulis dari buku Positive Discipline yang menulis bahwa, "Saat anak membantah, yang sebenarnya ia ekspresikan adalah marah, frustasi, takut atau tersakiti."
Dengan sikap argumentatifnya, anak berarti sedang meminta perhatian lebih dari Mama dan Papa, sebab inilah yang mereka cari ketika merasa tak diperhatikan oleh orangtuanya.
Saat anak mulai mengeluarkan sikap argumentatifnya, tentu sulit bagi Mama dan Papa menahan amarah. Suara bentakan dan kalimat perlawanan dari anak seolah membuat darah mendidih dalam waktu sekejap.
Daripada memarahinya, yang sebenarnya harus Mama lakukan adalah mengetahui apa yang telah membebani pikirannya.
Berikut Popmama.com bagigak 5 cara terbaik menanggapi sifat argumentatif anak, tentunya dengan cara yang lebih positif ya, Ma.
1. Berhenti berpikiran orangtua selalu benar
Di usia 10-12 tahun ini memang menjadi masa yang berat bagi Mama saat menghadapi anak yang mulai jago dalam berargumentasi. Seolah-olah kemampuan anak untuk menjawab atau membalikkan omongan orangtuanya mengalami kemajuan pesat.
Salah sedikit orangtua berbicara, rasanya anak langsung melakukan debat.
Kadang anak juga tidak sungkan menyalahkan orangtua. Miris memang mendengar kalimat yang terucap dari anak saat berargumentasi.
Kadang orangtua lepas kendali di momen seperti ini.
Padahal orangtua perlu mengingat baik-baik, anak juga seorang manusia.
Tidak hanya orangtua, anak juga memiliki hak atas pikiran dan perasaan yang mereka rasakan. Jadi biarkan mereka menyampaikan apa yang dirasakannya.
Meski anak sesekali membantah, tidak masalah untuk tidak setuju dengan sikapnya. Namun alih-alih memaksa anak untuk tunduk akan keinginan Mama, cobalah berpikir bahwa tidak selamanya orangtua selalu benar.
Jalan terbaik adalah Mama harus menangkan diri terlebih dahulu, meminta anak mama untuk menahan pembicaraan sampai Mama dalam posisi yang lebih baik untuk mendengarkan dan berinteraksi tanpa bereaksi berlebihan.
Ini bukan untuk lari dari masalah, cari waktu yang tepat untuk komunikasikan segala sesuatu dengan baik ke anak.
2. Habiskan lebih banyak waktu dengan anak
Argumen yang terus-menerus mungkin merupakan tanda bahwa anak merasa terputus dari orangtua. Apa artinya?
Ketika anak-anak merasa terhubung dengan orangtua mereka, akan ada sedikit keinginan untuk terlibat dalam argumen. Terputus berarti anak kurang merasakan apa yang orangtua rasakan. Jangan biarkan situasi ini menghampiri Mama.
Daripada terus bersikeras dengan pemikiran masing-masing, coba cari jalan untuk bersatu kembali.
Untuk beberapa anak, Mama mungkin bisa menghabiskan waktu bersama dengan bermain, membelikan es krim atau sekadar ngobrol santai sambil menonton televisi.
Itu semua bisa dilakukan sebagai langkah membangun kembali jeda dalam hubungan akibat argumen satu sama lain. Jika anak mama menolak, jangan memaksanya.
Mama cukup pastikan padanya bahwa Mama siap mengajaknya bermain bersama untuk mempererat bonding satu sama lain.
3. Pikirkan kembali prioritas Mama
Meningkatkan interaksi positif bisa berarti melepaskan beberapa hal dan hanya berfokus pada permintaan yang diprioritaskan. Jika anak sedang beragumentasi, mungkin susah menahan amarah padanya.
Saat seperti itu cobalah pikirkan kembali prioritas Mama padanya, ali-alih Mama memarahi mereka, memulihkan hubungan mungkin menjadi lebih penting saat ini.
4. Mencari jalan untuk menyelesaikan masalah
Jangan terus-terusan memarahinya, cobalah membuka percakapan dengan si Anak. Cobalah dengan kata-kata seperti, "Mama lihat belakangan ini kita sering berkelahi? Mama nggak tau gimana sama kamu, tapi Mama nggak suka berkelahi gini lho kan nggak baik. Ngobrol sama Mama yuk?"
Setelahnya, bersedialah untuk mendengarkan perspektif mereka dengan pikiran terbuka. Berempati dengan keluhan mereka, bahkan jika Mama tidak setuju. Dan akui juga kesalahan Mama, bahkan jika tidak ada. Cobalah berbicara dengan pikiran tenang untuk menciptakan solusi yang cocok untuk keduanya.
5. Mengatasi kekhawatiran yang membuat anak tidak tenang
Jika peningkatan argumen pada mereka secara tiba-toba dan terus meningkat, hal ini bisa berdampak pada perilaku mereka. Sama halnya dengan orangtua, anak juga akan terganggu perilakunya jika terus-terus saling berargumen.
Peningkatan stres, kurang tidur, perubahan persahabatan, pekerjaan rumah yang tak dikerjakan, kesulitan belajar, kegiatan yang terlalu padat, dan bahkan kedewasaan dapat menyebabkan perilaku tidak tenang pada si Anak.
Mama bisa mengambil langkah untuk menghilangkan atau mengurangi dampak dari argumentasi yang tak berujung ini agar memperbaiki suasana hati anak mama, juga suasana hati Mama tentunya.
Tidak selamanya anak yang beragumentasi salah, cobalah dengarkan dari perspektif mereka dengan pikiran terbuka. Biarkan mereka bereksplorasi dan jangan terus-terus dimarahi jika Mama tidak setuju. Yuk gunakan cara positif yang sudah disebutkan ini, Ma.
Baca juga:
- Keluhkan Pembelajaran Jarak Jauh ke KPAI, Ini Tanggapan Pemerintah
- 5 Tayangan TVRI Belajar dari Rumah untuk Anak Kelas SD 4-6
- Mengenal Permissive Parenting, Pola Asuh Bebas yang Menjerumuskan