TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Dulu Dibully, 6 Siswa SD di Sidoarjo Kini Jadi Tim Satgas Antibullying

Dulu dibully, keenam siswa SD di Sidoarjo ini menjadi Satgas Antibullying di sekolahnya

Belakangan ini, kasus bullying atau perundungan yang dilakukan oleh kalangan anak-anak sekolah kepada sesama temannya kian marak dan menjadi pemberitaan viral di media sosial.

Bukan lagi kasus perundungan, kali ini viral pemberitaan terkait kasus perundungan pada anak sekolahan justru membawa dampak positif bagi beberapa siswa SD di Sidoarjo, Jawa Tengah. Berita tersebut perlihatkan bagaimana aksi Reza dkk yang terpilih menjadi Satgas Antibullying untuk SD Sidoarjo.

Melalui cuitan Twitter @TMIHARINI, dijelaskan bagaimana awalnya Reza bersama teman-teman lainnya yang pernah menjadi korban perundungan, kini bangkit dan mulai membendung teman lainnya untuk stop melakukan aksi tak terpuji tersebut.

Untuk mengetahui informasi selengkapnya, berikutPopmama.com akan rangkumkan dalam artikel di bawah ini. Bisa jadi kisah inspiratif untuk anak-anak kita nih, Ma.

1. Menjalankan tugasnya ketika bel istirahat berbunyi

Twitter.com/TMIHARINI

Kebanyakan kasus perundungan pada anak-anak di sekolah biasanya akan berakhir damai secara kekeluargaan tanpa memberikan jalan keluar. Tak ingin hanya menerima keadaan begitu saja, sejumlah siswa di SD Negeri Tenggulunan, Sidoarjo, ini justru memilih bangkit untuk membendung perundungan.

Terdapat setidaknya 6 orang siswa dengan rompi berwarna hijau gelap, yang kemudian mulai menyebar ke sejumlah lokasi di sekolah saat bel istirahat berbunyi. Hal ini dilakukan mereka sebagai tugas dan tanggung jawab mereka untuk mengamati aktivitas teman-temannya di sekolah.

Keenam siswa itu adalah Muhammad Reza (12), Nadia Aira (11), Dzakwan Ahmad (12), Farhan Wijaya (12), Adelia Nur Rahma (12), dan Nabila (12). Keenam dari mereka tergabung ke dalam Tim Satgas Antibullying SDN Tenggulunan yang bertugas mendeteksi adanya tindak perundungan di sekolah.

Tindak perundungan sendiri tak selalu berupa tindak kekerasan fisik saja, Ma. Para relawan Satgas Antibullying ini juga dengan sigap mengamati setiap aktivitas perundungan di sekolahnya yang juga meliputi olokan, ejekan nama orangtua dengan kata yang kasar, serta ancaman.

2. Sudah jalan setahun, mereka kerap menemukan praktik perundungan

Pexels/Mikhail Ilustrasi

Tugas Reza dkk ini diketahui telah dilakukan oleh mereka hampir setahun ke belakangan. Tak kerja dengan tangan kosong, mereka rupanya sempat menemukan berbagai praktik perundungan pada teman-temannya, mulai dari mengejek nama orangtua dengan kata-kata tak sewajarnya hingga adanya kekerasan fisik.

Aksi perundungan yang ditemukan keenam tim Satgas Antibullying ini kemudian berhasil mereka catat untuk diketahui siapa pelaku yang telah melakukan perundungan dan siapa korban yang diberikan perundungan.

Setelah itu, Reza dkk biasanya akan menegur secara baik-baik para pelaku untuk tidak melakukan hal serupa di kemudian hari. Namun, jika pelaku memberikan perlawanan ketika diberitahu, tim Satgas Antibullying dengan sigap melaporkannya kepada guru koordinator satgas.

3. Pelaku bullying biasanya tak mau lapor karena ancaman

Freepik Ilustrasi

Berawal dari olokan, kasus perundungan yang kerap terjadi pada anak-anak sekolahan biasanya kerap menggugurkan banyak korban yang hanya bisa diam dan pasrah dengan keadaan.

Bukan tak ingin melawan atau melaporkan apa yang terjadi pada mereka, korban kerap kali diancam oleh pelaku dengan kekerasan lain di luar sekolah jika mereka melaporkan kejadian tersebut pada guru.

Hal ini juga yang pernah dirasakan oleh Reza yang kini menjabat sebagai salah satu Tim Satgas Antibullying. Lelaki berusia 12 tahun yang kini sudah duduk di bangku kelas 6 itu mengaku sempat dibully oleh kakak kelasnya ketika ia masih duduk di kelas 5.

Reza bercerita dirinya sempat dibully kakak kelasnya untuk membelikan makan, dan akan diancam dengan pukulan jika tidak menurutinya. Tak hanya sekali, rupanya ia juga pernah diejek oleh teman-temannya karena pekerjaan orangtua dengan kata-kata kasar.

Tahu bagaimana rasa sakitnya menjadi korban bully, Reza bersama kelima teman lainnya yang juga mengalami hal serupa pun tak ingin kejadian seperti ini terus terjadi. Inilah yang membuat dirinya berani menjalani tugasnya sebagai seorang Satgas Antibullying.

4. Pihak sekolah juga menanamkan pendidikan untuk stop bullying

Instagram.com/herubudihartono Ilustrasi pendidikan di Indonesia

SD Negeri Tenggulunan yang merupakan tempat Reza dkk mengenyam pendidikan diketahui menjadi salah satu sekolah yang bermitra dengan Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (Inovasi). Hal ini dilakukan untuk memperdalam pendidikan karakter bagi semua siswa Program kerjasama Indonesia dan Australia yang ada di beberapa sekolah di Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Utara.

Selain membentuk Tim Satgas Antibullying yang dengan sigap membasmi pelaku perundungan di sekolah, pihak SD Negeri Tenggulunan juga menanamkan pendidikan kepada siswa agar saling menghargai dan tidak mengejek latar belakang atau kondisi dari masing-masing teman mereka.

Hal ini dilakukan agar bibit-bibit perundungan di sekolah bisa dideteksi lebih awal agar dapat dicegah sebelum berlanjut dan kembali memakan korban. Pasalnya, data yang dibagikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dari Januari - September 2023, telah terjadi 10 kasus bunuh diri anak.

Jumlah ini meningkat 10% dibanding tahun 2022 lalu pada periode bulan yang sama. Mirisnya lagi, 60% kasus bunuh diri anak tersebut disebabkan oleh kasus bullying yang diterima mereka.

Aksi heroik keenam siswa yang bergabung dalam Tim Satgas Antibullying itu pun langsung viral dan mendapat banyak dukungan dari netizen di jagat maya. Tak sejumlah netizen berharap sekolah-sekolah lain nantinya dapat menerapkan program serupa seperti yang dilakukan SD di Sidoarjo tersebut.

Baca juga:

The Latest