Penyebab Pernikahan Dini pada Remaja Indonesia yang Masih Tinggi
Mengetahui penyebab di balik pernikahan dini pada remaja yang marak terjadi
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan pada usia remaja di bawah umur yang telah ditetapkan. Hal ini sebagaimana diatur alam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, di mana minimum pernikahan adalah berusia 19 tahun.
Namun, beberapa tahun terakhir, Pengadilan Agama (PA) di beberapa wilayah Indonesia telah melaporkan banyaknya jumlah anak-anak usia remaja yang mengajukan dispensasi menikah. Alasan di balik pengajuan pernikahan dini yang diajukan mayoritas karena pacaran yang melampaui batas, hingga membuatnya hamil duluan.
Lantas, apa sebenarnya penyebab pernikahan dini pada remaja Indonesia yang masih terbilang cukup tinggi? Melansir dari berbagai sumber, berikut Popmama.com rangkum deretan penyebabnya.
Marak terjadi di pedesaan
Meski pemberitaan dispensasi menikah belakangan semakin marak, nyatanya pernikahan dini pada remaja justru sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu, Ma.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 lalu, jumlah pernikahan dini anak sepanjang tahun 2019 telah terjadi sebanyak 10,82 persen yang kemudian mengalami peningkatan di tahun 2020.
Saat pandemi tepatnya terhitung pada Januari-Juni 2020, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama mencatat ada lebih dari 34 ribu dispensasi pernikahan.
Lebih dari 60 persen yang mengajukan adalah remaja perempuan.
Untuk jumlahnya sendiri, pernikahan dini pada remaja di Indonesia banyak terjadi di wilayah pedesaan dibanding perkotaan.
Berdasarkan data tahun 2020, sebanyak 15,24 persen pernikahan dini pada anak terjadi di wilayah perdesaan dan 6,82 persen di perkotaan.
Nah, berikut ini adalah beberapa penyebab yang mungkin mendasari anak-anak remaja di Indonesia melakukan pernikahan dini, yaitu:
1. Masalah ekonomi
Penyebab pernikahan dini pada remaja Indonesia yang masih banyak terjadi adalah karena masalah ekonomi. Tak bisa dipungkiri bahwa hingga saat ini, masih banyak masyarakat
Faktor pertama yang menyebabkan pernikahan dini adalah ekonomi.yang hidup di bawah garis kemiskinan dan memiliki banyak anak. Hal ini tak jarang membuat para orangtua memutuskan menikahkan anaknya demi mengurangi beban perekonomian keluarga,
Bahkan, tak sedikit orangtua yang masih melakukan perjodohan anaknya di usia dini dengan lelaki kaya yang dianggap dapat meninggikan derajat ekonomi mereka.
2. Lemahnya pengawasan orangtua
Berdasarkan laporan yang dibagikan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Femmy Eka Kartika Putri, setidaknya ada tiga daerah di Indonesia yang memiliki angka pernikahan dini cukup tinggi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Dijelaskan olehnya, salah satu alasan yang membuat tingginya pernikahan dini tersebut adalah karena lemahnya pengawasan yang diberikan orangtua.
Kondisi ini disebabkan karena kebanyakan orangtua yang menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja di Malaysia, Arab Saudi, Taiwan, dan Hongkong. Akibatnya, anak menjadi kurang diperhatikan dan membuat mereka terjebak dalam pergaulan bebas.
3. Minimnya edukasi seks
Tak dipungkiri bahwa edukasi seks di Indonesia masih terbilang minim dan dianggap tabu. Padahal, edukasi seks terutama perihal pentingnya reproduksi adalah hal yang perlu orangtua ajarkan pada anak.
Dengan pergaulan yang semakin luas dan bebas, anak-anak tentus harus dibekali dengan pengetahuan mengenai pentingnya reproduksi agar mereka tidak sembarangan terjebak dalam pergaulan yang ada.
Minimnya edukasi seks inilah yang membuat akhirnya banyak anak mengalami hamil duluan sebelum menikah. Akibatnya, banyak orangtua yang akhirnya menikahkan anak mereka karena kondisi tersebut.
4. Faktor lingkungan
Di usia remaja yang terbilang masih labil, anak kerap kali terpengaruh akan lingkungan yang ada di sekitarnya. Tak terkecuali pada pernikahan dini.
Maksudnya, saat anak melihat teman atau keluarga terdekatnya yang menikah di usia dini, hal ini bisa saja membuat mereka akhirnya terpengaruh untuk mengikuti jejak serupa.
Selain itu, faktor lingkungan yang juga mendasari adalah karena adanya desakan dari masyarakat dan keluarga. Misalnya saja ketika orangtua ingin segera memiliki cucu.
Bahkan, lingkungan sekitar yang kerap membuat anak tertekan juga bisa membuat mereka menganggap bahwa menikah adalah jalan keluar. Padahal, menikah adalah suatu hal yang kompleks dan perlu adanya persiapan yang matang dari kedua belah pihak.
Selain itu, saat ini juga informasi semakin mudah untuk diakses oleh anak-anak. Akibatnya, anak bisa lebih mudah menonton berbagai konten dewasa yang sebenarnya tidak diperuntukan usia mereka. Konten berbau romantis inilah yang juga bisa memengaruhi perilaku anak untuk melakukan pernikahan dini
5. Tradisi turun temurun
Adat budaya dan tradisi di Indonesia memang terbilang masih begitu kental dilakukan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal ini tak terkecuali pada tradisi menikah di bawah usia dini.
Masih banyak wilayah di Indonesia yang mengikuti tradisi mereka untuk menikah dini meski usianya masih belum cukup sesuai yang ditetapkan.
Melihat semakin maraknya fenomena pernikahan dini pada remaja Indonesia, tentu kita sebagai orangtua tidak bisa tinggal diam.
Perlu adanya upaya pencegahan untuk melindungi anak-anak agar terhindar dari dampak yang mungkin ditimbulkan dan tetap memberikan masa depan cemerlang baginya.
Baca juga:
- Setelah Ponorogo, Ratusan Anak di Bandung Ajukan Dispensasi Menikah
- 7 Alasan Pernikahan Dini Tidak Disarankan
- Marak Berita Aisha Weddings, Kemen PPPA: Mari Cegah Pernikahan Anak!