KPAI: Orangtua Perlu Monitoring Anak Ketika Menggunakan Internet
Pembatasan penggunaan smartphone dan mengajarkan memilih teman yang baik, penting lho Ma!
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Menurut KPAI, kasus parodi lagu kebangsaan Indonesia Raya jadi pengingat betapa pentingnya mengawasi anak saat menggunakan internet.
Meski sudah memasuki tahun 2021, Indonesia masih bergelut dengan pandemi Covid-19 yang memaksa aktivitas belajar mengajar tatap muka di sekolah ditunda. Itu artinya belajar dari rumah masih diperpanjang.
Cara belajar anak-anak sudah berubah sejak 18 Maret 2020 lalu. Akibat kasus positif yang terus ramai, sekolah online pun terpaksa dilanjutkan.
Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menekan angka Covid-19, salah satunya yaitu melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI memutuskan kebijakan untuk Belajar DARI dan Di Rumah (BDR) atau Program Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang kebanyakan dilakukan secara daring.
Dengan begitu, maka anak-anak dipaksa untuk melakukan semua aktivitas belajar menggunakan gadget yang dilengkapi dengan internet.
Bukan saat mengerjakan tugas sekolah saja, akhirnya anak-anak jadi terbiasa berselancar menggunakan internet berjam-jam dalam sehari.
Orangtua perlu waspada, apa saja yang dilakukan oleh anak di dunia maya sebaiknya dalam pengawasan.
Berikut Popmama.com telah menghimpun berita dari KPAI terkait kebiasaan anak-anak menggunakan internet selama pandemi yang perlu jadi perhatian.
1. Hasil survei KPAI
KPAI telah melakukan survei tentang pemenuhan hak dan perlindungan anak pada masa Covid-19. Dalam survei tersebut, salah satu data yang memerlukan perhatian bersama adalah bahwa anak diijinkan menggunakan gadget atau smartphone di luar jam belajar oleh orang tua sebanyak 76,8 persen.
Adapun durasi penggunaan smartphone di luar jam belajar adalah 1-2 jam perhari sekitar 36,5 persen, durasi 2-5 jam per hari sekitar 34,8 persen, dan durasi lebih dari 5 jam per hari sekitar 25,4 persen.
Penggunaan smartphone tersebut rata-rata adalah milik anak sebanyak 71,3 persen. Penggunaan smartphone tersebut kebanyakan tanpa dibarengi dengan adanya aturan terkait penggunaanya dari orang tua sebanyak 79 persen.
Kebanyakan orangtua juga tidak melakukan pendampingan pada saat anak menggunakan smatphone miliknya.
2. Anak rentan terpapar pornografi dan informasi yang salah
Melihat hasil survei tersebut Margaret A. Maimunah, Komisioner Bidang Pornografi dan Cybercrime KPAI mengaku khawatir dengan kondisi anak-anak karena rentan mengalami terpaparnya informasi yang salah, konten negatif di internet atau menjadi korban/pelaku kejahatan siber, seperti yang saat ini terjadi yaitu kasus parodi lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Penggunaan internet tanpa pendampingan juga bisa membebaskan anak membuka konten dewasa.
“Angka anak yang menggunakan gawai diluar aktifitas belajar masih cenderung tinggi, rentan bagi anak terpapar informasi salah, konten negatif atau menjadi korban/pelaku kejahatan siber seperti kasus parodi lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang saat ini diproses oleh Mabes Polri. Anak-anak perlu adanya pendampingan saat berselancar di dunia maya”, ungkap Margaret.
Dalam kasus parodi lagu Indonesia Raya, berdasarkan hasil pengawasan KPAI, bahwa sebelum membuat konten negatif tersebut, anak pelaku (16) telah terlebih dahulu bergabung dengan grup media sosial yang berisi dengan ujaran kebencian.
Dalam kasus lainnya yang serupa, berdasarkan hasil pengaduan KPAI, orangtua melaporkan adanya grup pornografi yang mengundang anaknya masuk kedalamnya.
Dari 1 grup pornografi berkembang ke grup lainnya yang juga sarat dengan hal yang sama.
Margaret menghimbau kepada seluruh orangtua agar melakukan cek atau kontrol pada smartphone anak terkait dengan apakah anak bergabung pada grup tertentu di media sosial.
Grup yang dimaksud adalah grup yang sarat dengan konten-konten negatif yang dapat berdampak negatif terhadap tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak.
Konten-konten negatif yang dimaksud adalah konten-konten yang bermuatan pornografi, bermuatan kekerasan, dan berisi perilaku-perilaku negatif yang dapat mempengaruhi anak untuk berperilaku negatif.
Jika orangtua menemukan anak bergabung dalam grup yang sarat dengan konten-konten negatif tersebut, atau grup yang tidak ada kaitannya dengan anak karena di luar lingkungan keluarga dan teman sekolah anak atau lingkungan yang positif bagi anak, maka anak harus segera keluar dari grup tersebut.
“Bagi orangtua yang menemukan grup-grup berkonten negatif tersebut, orangtua dapat melaporkannya ke KPAI untuk dapat dilakukan upaya tindak lanjut” ujar Margaret.
3. KPAI mengajak orangtua untuk kembali memerhatikan cara penggunaan gadget bagi anak selama sekolah online berlangsung
Margaret kembali mengajak orangtua agar membangun komitmen dengan anak terkait aturan penggunaan gawai dan aktivitasnya dalam bermedia sosial agar anak-anak dapat terlindungi dari berbagai konten negatif dan kejahatan siber.
Termasuk dalam hal ini, adalah memberikan penjelasan kepada anak-anak terkait dengan adanya ancaman berbagai konten negatif dan kejahatan siber.
Pembatasan penggunaan smartphone dan mengajarkan memilih teman yang baik juga penting diterapkan untuk memproteksi anak dari konten negatif.
Baca juga:
- KPAI: Pencegahan Perkawinan Anak Jadi Tanggung Jawab Bersama
- Kasus Anak yang Dipukul Sapu Hingga Meninggal, Ini Tanggapan KPAI
- KPAI: Mayoritas Sekolah Belum Siap Melindungi Anak Dari COVID-19