Mengenal Permissive Parenting, Pola Asuh Bebas yang Menjerumuskan
Inginnya anak jadi teman dan akrab, tapi justru pola asuh ini membahayakan
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jika ada pekerjaan yang menuntut tanggungjawab tinggi atas hidup seseorang, jawabannya adalah mendidik dan mengasuh anak. Anak bagaikan kanvas putih bersih yang ditorehkan goresan awalnya oleh sang Orangtua. Pengasuhan anak mengambil peranan penting dalam membentuk karakter anak hingga ia dewasa kelak.
Ada begitu banyak bentuk pengasuhan orangtua. Mulai dari yang sangat tegas dan keras, hingga yang lembut dan cenderung abai. Pengasuhan anak saat ini, tidak bisa lepas begitu saja dari peran saling mewariskan dari buyut-buyut yang terdahulu. Sayangnya, banyak orangtua yang tak menyadari dan memahami seperti apa sih sebetulnya bentuk pengasuhannya.
Berikut ini Popmama.com akan mengupas tentang salah satu bentuk pengasuhan, yaitu permissive parenting, dilansir dari verywellmind.com:
Apa itu Permissive Parenting?
Permissive parenting adalah jenis pola asuh yang ditandai dengan tuntutan rendah dengan respons tinggi. Orangtua yang permisif sangat mencintai anak-anaknya, dengan sedikit panduan dan aturan. Orangtua ini seringkali tampak seperti seorang teman daripada figur orangtua, kebalikan dari helicopter parents yang sangat mengatur anak-anak mereka. Orangtua permisif jarang membuat aturan karena mereka berpendapat "ya seperti itulah anak-anak."
Karena hanya sedikit aturan, tuntutan, dan harapan, anak-anak yang dibesarkan oleh orangtua yang permisif cenderung berjuang mengatur dan mengendalikan dirinya sendiri.
Karakteristik Permissive Parenting
Orangtua yang permisif memiliki karakter-karakter, antara lain:
- Tidak konsisten terhadap peraturan yang dibuatnya sendiri,
- memiliki beberapa standar perilaku,
- biasanya sangat memelihara, melindungi, dan tidak ingin anaknya tersakiti,
- seringkali tampak seperti teman ketimbang orangtua,
- menggunakan mainan, hadiah, dan makan sebagai sarana untuk mendisiplinkan perilaku anak,
- hanya memberi sedikit jadwal atau sistem aturan di rumah,
- menekankan kebebasan ketimbang tanggungjawab kepada anak,
- menanyakan pendapat anak tentang keputusan penting yang seharusnya diambil tegas oleh orangtua,
- jarang menegakkan kedisiplinan dan konsekuensi.
Akibat Menerapkan Permissive Parenting
Para peneliti menemukan bahwa pendekatan pengasuhan yang terlalu santai yang diterapkan orangtua permisif, menyebabkan sejumlah hasil negatif. Alih-alih hubungan yang santai antar orangtua-anak, anak justru cenderung kurang disiplin diri, memiliki keterampilan sosial yang buruk, dan merasa tidak aman karena kurangnya batasan dan bimbingan.
Karena tidak terbiasa dengan struktur dan aturan di rumah, anak dengan pola pengasuhan permisif tidak mengenal batasan. Mereka bisa saja menonton televisi seharian penuh, bermain games hingga larut malam, dan makan tak terkendali, karena merasa diizinkan orangtuanya.
Selain itu, karena rendahnya ekspektasi orangtua, anak-anak pun tidak memiliki rasa untuk berjuang. Penelitian mengaitkan pola asuh permisif dengan rendahnya prestasi akademik. Begitu pula dengan sulitnya anak-anak mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
Anak yang dibesarkan dengan pola asuh permisif menunjukkan perilaku agresi dan sulit dipahami secara emosional. Mereka tidak pernah belajar menangani emosi secara efektif, terutama dalam situasi di mana mereka tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Anak dengan orangtua yang permisif mungkin bergumul dengan situasi yang membuat stres atau sulit secara emosional.
Sebuah studi menyebutkan, permissive parenting erat kaitannya dengan konsumsi alkohol dan narkoba di usia remaja.
Apa yang Harus Dilakukan Orangtua?
Bila saat ini Mama merasa bahwa pola pengasuhan terlalu lunak, saatnya menegakkan aturan yang lebih tegas. Memang terasa sulit di awal, karena menjadi lebih ketat itu artinya mengubah kebiasaan dan akan memunculkan reaksi anak yang reaktif.
Mama bisa mempertimbangkan untuk mulai menerapkan aturan dasar di rumah, agar anak tahu bagaimana harus bersikap dan mereka pun memahami seperti apa harapan orangtua terhadapnya. Pastikan anak mengetahui konsekuensi jika melanggar aturan. Tentunya penerapan aturan ini harus secara konsisten ditegakkan oleh orangtua, tanpa mengesampingkan perasaan anak. Pada akhirnya, beri anak pujian jika mereka mengikuti aturan dan bersikap baik.
Dengan memberi anak keseimbangan aturan dengan dukungan yang tepat, Mama dapat memastikan anak tumbuh dengan keterampilan yang mereka butuhkan agar berhasil dalam kehidupannya.
Baca juga:
- 5 Pola Asuh yang Dilakukan Mama Millennial, Mana yang Mama Banget?
- Untuk Orangtua, Ini Dia 5 Tips Mengasuh Anak yang Hiperaktif
- 6 Tips Mengasuh Anak yang “Bossy” agar Tetap Bisa Bergaul dengan Teman