TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Polusi di Jakarta Karena Kendaraan Bermotor, Perlu Ditinjau Ulang

Pakar berpendapat, polusi di Jakarta disebabkan karena kegiatan industri.

Freepik/Rawpixel.com

Selama sebulan belakangan ini, publik ramai membicarakan mengenai udara di Jakarta yang tampak memburuk. Hal ini ditandai dengan tebalnya polusi di langit Jakarta hingga terlihat seperti lapisan berwarna abu-abu kecoklatan dan banyaknya orang yang mengeluhkan kondisi kesehatannya yang memburuk, terutama yang terkait pernapasan.

Tak terkecuali anak-anak yang mengalami pilek dan batuk berkepanjangan. Bahkan saat ini cukup banyak anak yang perlu mendapatkan perawatan di rumah sakit akibat masalah pernapasan ini.

Lalu, bagaimana kebijakan pemerintah menanggapi permasalahan ini?

Berikut ini Popmama.com merangkum informasi yang disampaikan oleh DR. Ir. Pramono Iriawan, ST, M.Ling, IPU (pakar kebijakan lingkungan) melalui KPAI kepada rekan-rekan media:

1. Presiden adakan rapat terkait polusi di Jakarta dan sekitarnya

idntimes.com/Aditya Mustaqim

Melihat kualitas udara di kawasan Jabodetabek yang semakin memburuk, Presiden Jokowi telah memanggil jajaran menteri hingga PJ Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, untuk melakukan rapat terbatas mengenai polusi udara. Rapat tersebut diselenggarakan di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (14/8) silam. 
 

2. Presiden meminta evaluasi

Pexels/pixabay

Presiden Jokowi meminta evaluasi terhadap kondisi polusi udara, bukan hanya di Jakarta, melainkan juga di wilayah lain yang berdekatan dengan Jakarta. 

Evaluasi secara terintegrasi ini dilakukan terhadap wilayah Jabodetabek yang berpotensi menghasilkan limbah polusi udara dengan parameter (Indeks Standar Pencemar Udara/ISPU) yaitu parameter yakni PM10, PM2.5, NO2, SO2, CO, O3, dan HC.  Parameter tersebut didasari pada besarnya resiko HC dan PM2.5 terhadap kesehatan manusia (lingkungan hidup).

3. Sumber-sumber penghasil emisi

Pexels/Pixabay

Perlu diketahui, secara spesifik penghasil emisi dikategorikan menjadi dua, yaitu sumber bergerak dan sumber tidak bergerak.

Sumber tidak bergerak

Kegiatan yang berpotensi menghasilkan emisi sumber tidak bergerak berasal dari kegiatan smelter/peleburan semua hasil pertambangan, kegiatan pembangkit listrik, dan jenis semua kegiatan industri ringan sampai dengan industri berat, industri pengelolaan limbah yang memiliki fasilitas peleburan dan pembakaran limbah, aktivitas bandara, pelabuhan dan sebagainya (kawasan industri yang terdapat industri-industri yang memiliki area area proses peleburan, pembangkit, dan sebagainya) yang terdapat cerobong untuk menyalurkan emisi yang dihasilkan dari kegiatan proses peleburan, pengolahan, produksi.

Sumber bergerak

Dari kendaran bermotor (sepeda motor, mobil dan juga kendaraan pengangkut ringan hingga berat berbahan bakar fosil dsb), kegiatan pesawat terbang, kapal laut, serta kereta api berbahan bakar fodil berupa solar/batubara, dsb.

Selain itu ada kegiatan pembakaran sampah secara spasil maupun kebakaran karena kesengajaan di TPA maupun karena musim kemarau, pembakaran jerami dan sejenisnya hasil setelah panen, pembakaran sampah limbah B3, yang berpindah pindah, adanya kebakaran hutan maupun kebakaran kebun sawit dsb yang tidak sesuai ketentuan dibeberapa wilayah, kebakaran industri gudang kimia, pabrik, dsb.

Jika dilihat secara geografis, wilayah DKI Jakarta berdampingan dengan wilayah Jawa Barat dan Banten, di mana terdapat banyak potensi penghasil limbah emisi yang menyebabkan polusi udara.

Wilayah industri di DKI Jakarta sendiri terdapat di daerah Pulogadung, dan sebagainya. Selain itu Banten, Jawa Barat, Bekasi, Tangerang, Depok, dan Bogor juga memiliki wilayah industri, wilayah industry di Banten memliki wilayah industri. Di sisi lain kondisi arah dan kecepatan angin dan kemampuan alam serta perubahan iklim juga sangat berpengaruh, sehingga emisi yang terjadi akan kumulatif dari sumber emisi bergerak dan tidak bergerak.

4. Perlu meninjau ulang pernyataan menteri KLHK

Freepik/Rawpixel.com

Menteri KLHK mengeluarkan statement bahwa kendaraan bermotor menyumbang 40 persen polusi udara di kawasan Jakarta dan sekitarnya. Namun, DR. Ir. Pramono Iriawan menyatakan bahwa statement ini perlu ditinjau ulang.

Menurut DR. Ir. Pramono Iriawan, perlu dipertimbangkan kembali kemampuan alam, seperti penghijauan RTH mencukupi atau tidak di seluruh wilayah. Selain itu juga harus dievaluasi mengenai permasalahan kegiatan industri secara spasial spasial di suatu wilayah dan juga industri di dalam kawasan industri.

Perlu juga ditinjau mengenai banyaknya pembangkit listrik berbahan bakar batubara/fosil, industri peleburan, pengelolaan limbah B3 menggunakan incinerator dan sebagainya, yang nyata menghasilkan polusi udara berat.

5. Mengajarkan anak cara menjaga lingkungan yang bisa dilakukan di rumah

Freepik/drazenzigic

Melihat kondisi lingkungan yang mengkhawatirkan, sebagai masyarakat kita bisa turut membantu membuat perubahan. Sekalipun tindakan sederhana dari lingkungan rumah, mama bisa mengajak si Kecil untuk menjaga lingkungan, misalnya dengan cara:

  • Menanam pohon di berbagai tempat, misalnya di kebun rumah.
  • Menanam tanaman hias.
  • Menggunakan transportasi umum, alih-alih kendaraan pribadi untuk jarak tempuh dekat-sedang.
  • Membiasakan untuk berjalan kaki dan atau menggunakan sepeda untuk beraktivitas sehari-hari untuk jarak tempuh yang relatif dekat.
  • Gunakan kipas angin ketimbang AC untuk menghemat biaya listrik dan meminimalisir daya dan energi.
  • Matikan lampu saat tidak digunakan.

Demikianlah informasi mengenai polusi udara di Jakarta. Yuk kita mulai perubahan dari diri kita sendiri. Semoga kerusakan lingkungan yang sedang kita hadapi segera pulih sehingga kita bisa menghirup udara yang sehat dan segar kembali.

Baca juga:

The Latest