TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Cara Mengajarkan Anak Mengelola Emosi agar Tidak Menjadi Pelaku KDRT

Anak bisa menjadi pelaku KDRT karena lingkungan tempat mereka tumbuh

Freepik

Akhir-akhir ini tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) banyak terjadi di berbagai kalangan bahkan sampai dialami oleh beberapa publik figur di Indonesia.

Tindakan KDRT merupakan sebuah perbuatan tercela yang tidak boleh sampai terjadi pada anak - anak.

Anak yang menjadi korban KDRT memiliki kemungkinan yang lebih besar akan mengulangi perbuatan yang sama. Oleh karena itu, orangtua penting untuk menjaga rumah tangga yang baik dan harmonis agar anak tidak menjadi pelaku KDRT di kemudian hari.

Tindakan ini biasanya bermula dikarenakan pelaku tidak memiliki kemampuan untuk mengelola emosi.

Mulai ajarkan anak bagaimana cara mengelola emosi agar tidak menjadi pelaku KDRT.

Berikut Popmama.com rangkum penjelasan, faktor, serta bagaimana mitos mengenai KDRT yang dilansir dari akun instagram @dr_dono.

Siapakah itu Pelaku KDRT?

Freepik

Pelaku dari tindakan KDRT adalah orang yang tidak mampu untuk meregulasi perasaannya sendiri. Seringkali pelaku menyalahkan orang lain sebagai penyebab dari kemarahannya. 

Orang yang menjadi pelaku KDRT ini biasanya juga tidak memiliki rasa kepercayaan diri dan kerap kali memiliki trauma yang mendalam atas masa lalunya. 

Pelaku akan merasa bahwa ia tidak berdaya dan tidak penting sehingga dia akan melampiaskan perasaannya ini kepada korban agar bisa merasa memiliki kontrol penuh atas korban.

Diluar, pelaku akan terlihat sangat baik dan manis sehingga orang-orang mungkin tidak bisa melihat bahwa sebetulnya ia adalah pelaku dari tindakan KDRT.

Apa Saja Bentuk Kekerasan Domestik?

Freepik
  • Kekerasan fisik; Bentuk kekerasan yang dilakukan dengan melukai fisik seseorang.
  • Penistaan emosional; Kekerasan yang dilakukan dengan cara menghina, mengintimidasi, serta memanipulasi emosi seseorang.
  • Kontrol finansial; Mengambil alih atas akses terhadap sumber daya finansial seseorang.
  • Penistaan seksual; Tindakan dengan memaksa seseorang untuk melakukan hubungan seksual.
  • Penistaan psikologis; Kekerasan yang dirancang untuk merusak kesehatan mental seseorang.

8 Tanda Memperlihatkan Perilaku Seseorang yang Mengarah pada KDRT

Pexels/AlexGreen

Terdapat beberapa tanda yang memperlihatkan seseorang akan melakukan tindakan KDRT di kemudian harinya. Berikut tanda-tandanya:

  1. Intensitas; Berusaha untuk terlihat baik dan membuat orang lain merasa ia adalah orang yang baik.
  2. Cemburu; Selalu memperlihatkan kecemburuan, reaksi yang lebay dan berlebihan.
  3. Kontrol; Memerintahkan apa yang boleh dan tidak, mengatur semua kehidupan mulai dari pakaian, gaya rambut, hingga hal-hal yang bersifat personal.
  4. Sabotase; Tindakan sabotase seperti mendorong bolos kerja/kuliah, terlambat ujian, sering memicu pertengkaran, sengaja mendiamkan orang sekitar.
  5. Menyalahkan; Membuat orang lain merasa bersalah dan harus bertanggung jawab atas emosinya.
  6. Kritik; Selalu mengkritisi orang lain dengan merendahkan pencapaian, sehingga orang tersebut merasa dirinya tidak berharga.
  7. Isolasi; Menghalangi untuk bertemu dengan orang lain, hanya memperbolehkan untuk menemani dia saja.
  8. Marah; Selalu merespon dengan reaksi yang berlebihan atas hal-hal kecil, terkadang hilang kendali atas emosinya sendiri.

Mitos Mengenai KDRT

Freepik/krakenimages.com
  1. "KDRT tidak akan terjadi pada suatu kelompok tertentu": Beberapa kelompok kepercayaan tertentu merasa bahwa mereka tidak akan mengalami tindakan KDRT hanya karena memiliki iman yang kuat. Faktanya bahwa 1 dari 4 perempuan, dan 1 dari 9 laki-laki merupakan korban dari tindakan KDRT.
  2. "KDRT hanya terjadi pada kelas sosial ekonomi bawah": Faktanya orang yang berasal dari ras maupun kelas sosial ekonomi manapun akan sama-sama memiliki resiko menjadi korban dari tindakan KDRT.
  3. "Korban KDRT Tidak Akan Meninggalkan Pelaku": Akibat dari kekerasan, kontrol finansial, dan ancaman terhadap anak, rata-rata korban mencoba 7 kali sebelum akhirnya berhasil meninggalkan pelaku.

 

Apakah Boleh Bertahan dalam Rumah Tangga yang Mengalami KDRT Demi Anak?

Freepik/bearfotos

Bertahan dalam hubungan yang sering mengalami KDRT merupakan preferensi masing-masing orang, namun ada yang perlu diingat bahwa:

  • Anak butuh peran orangtua, bukan sekedar sosoknya.
  • Anak yang tinggal dalam keluarga yang utuh belum tentu merasakan rasa aman.
  • Anak akan tetap mengalami trauma jika dirumah kedua orangtuanya tidak bisa mengendalikan emosi masing-masing.
  • Anak yang sering melihat tindakan KDRT akan memiliki kemungkinan besar melakukan hal yang sama pada pasangannya di kemudian hari.

Cara Mencegah Anak Menjadi Pelaku KDRT

Freepik

Perkembangan emosional anak menjadi peran penting agar dapat membentuk perilaku yang baik di masa depan.

Dengan mengajarkan anak mengendalikan emosi mereka dapat membantu mencegah anak menjadi pelaku KDRT ketika sudah dewasa.

Berikut merupakan cara yang bisa Mama terapkan pada anak.

  1. Ajarkan anak cara untuk menghargai diri sendiri.
  2. Hindari memberikan hukuman fisik pada anak.
  3. Tanamkan rasa percaya diri pada anak.
  4. Dengarkan anak, dan validasi rasa emosinya.
  5. Ajarkan mengenai rasa empati pada anak.

Tips Membangun Hubungan Rumah Tangga yang Harmonis

Freepik/Lifestylememory

Hubungan rumah tangga yang harmonis dapat membentuk perilaku anak agar tidak menjadi pelaku KDRT.

Menciptakan lingkungan rumah yang sehat dan saling mendukung satu sama lain akan sangat baik untuk perkembangan anak. Berikut tipsnya:

  1. Membangun komunikasi yang terbuka agar dapat mengerti kondisi satu sama lain.
  2. Jangan lari dari permasalahan, hadapi dan selesaikan bersama.
  3. Sering luangkan waktu bersama agar mengembangkan rasa kasih sayang.
  4. Bersikap suportif atas pilihan masing-masing pasangan.
  5. Saling memberi perhatian atas satu sama lain agar menunjukkan sikap saling peduli.

Nah, itu tadi cara mengajarkan anak mengelola emosi agar tidak menjadi pelaku KDRT. Bangun hubungan yang baik dalam keluarga agar menciptakan perilaku yang baik pada anak ya, Ma.

Baca juga:

The Latest