Mengapa Warisan Jatuh ke Anak Perempuan dalam Budaya Minangkabau?
Budaya Minangkabau memiliki sistem matrilineal yang lebih mengutamakan perempuan.
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Warisan adalah harta yang diturunkan kepada anak ketika orangtuanya sudah meninggal. Tiap kebudayaan memiliki cara masing-masing untuk membagikan harta waris yang telah orangtua tinggalkan.
Misal pada hukum perdata ataupun Islam, pembagian warisan dapat diberikan pada anak laki-laki atau perempuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Begitu pula dengan ketentuan waris dalam budaya Minangkabau yang diberikan pada perempuan.
Mengapa warisan jatuh ke anak perempuan dalam budaya Minangkabau ya? Berikut ini Popmama.com sudah merangkum aturan warisannya di bawah ini.
1. Adat Minangkabau menganut sistem matrilineal
Dalam hukum waris Islam maupun perdata, pembagian warisan dapat diberikan pada anak laki-laki maupun anak perempuan sesuai ketentuan dan menjadi hak milik.
Namun dalam hukum adat Minangkabau, warisan jatuh ke anak perempuan serta tidak menjadi hak milik melainkan peralihan fungsi dan tanggung jawab pengelolaan.
Harta waris ini diberikan kepada ahli waris menurut garis keturunan ibu, karena adat Minangkabau menganut sistem matrilineal atau garis keturunan ibu.
2. Memiliki aturan warisan adat tersendiri
Dalam adat Minangkabau, harta waris dibedakan menjadi harta pusaka tinggi, harta pusaka rendah, dan Sako (gelar).
Harta pusaka tinggi adalah harta yang diperoleh secara turun temurun dari nenek moyang garis keturunan ibu. Jika, pewaris meninggal maka harta dialihkan ke garis keturunan ibu.
Harta pusaka tinggi berupa tanah, sawah, ladang, kebun, kolam, kolam, rumah gadang, dan lambang kebesaran berupa keris atau pakaian adat. Harta ini hanya digunakan dan dikelola dan tidak boleh dijual ke orang lain.
Harta pusaka rendah adalah harta pencaharian kedua orang tua, dan sako (gelar) adalah harta warisan yang tidak bersifat benda, seperti gelar, tata krama, dan hukum adat.
3. Harta pusaka tinggi yang diberikan pada anak diawasi oleh pemuka adat
Harta pusaka tinggi bukan sebagai harta hak milik melainkan harta waris secara turun-menurun dari nenek moyang garis keturunan ibu lalu kepada anak perempuan.
Hasil dipakai rata sesuai jumlah kerabat dalam satu keluarga. Ahli waris adalah keturunan dari garis matrilineal yang bersifat komunal bukan perseorangan.
Di Minangkabau, hak waris anak perempuan mendapatkan perlindungan yang baik disamping hak atas pusaka tinggi, mereka juga mendapat hak pusaka rendah.
Penggunaan harta pusaka tinggi ini diawasi oleh pemuka adat. Masyarakat Minangkabau menyebutnya ninik mamak. Ninik mamak inilah yang menentukan hak pakai harta waris tersebut.
4. Selain harta pusaka tinggi, warisan dapat dibagikan ke orang lain
Harta pusaka rendah merupakan harta dari jerih payah orang tua.Harta ini dapat dibagi-bagikan kepada anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan sesuai dengan hukum Islam atau hukum perdata maupun cara lain yang diinginkan orang tua.
Sako merupakan gelar pusaka yang dipakai dan dijalankan oleh kaum yang bersangkutan.
Gelar dipakai apabila diperoleh kata sepakat siapa yang akan menyandang gelar tersebut.
Gelar ini disandang oleh kemenakan laki-laki dari suatu kaum menurut garis keturunan ibu. Sako bukan warisan berupa materi melainkan gelar milik kaum secara turun temurun menurut garis keturunan ibu.
5. Kini mengalami sedikit pergeseran aturan
Perubahan zaman mendorong banyak perubahan pada kebiasaan, termasuk pada adat Minangkabau mengenai warisan.
Menurut penelitian yang ditulis Ulfa Chaerani Nuriz dan lainnya, kini penggunaan harta puasaka tinggi ini mengalami pergeseran, karena beberapa faktor seperti, pendidikan, sekarang dapat dijual, namun tetap harus mendapatkan persetujuan mamak kepala kaum dan seluruh kaum.
Itulah penjelasan mengapa warisan jatuh ke anak perempuan dalam budaya Minangkabau. Bahkan adatpun tetap dapat mengikuti perubahan, ya!
Baca Juga:
- 34 Rumah Adat Indonesia dari Semua Provinsi, Bisa Jadi Ilmu Baru Anak
- Pengaruh Keadaan Geografis terhadap Keadaan Sosial Budaya Suatu Negara
- Sejarah Reog, Budaya Asli Ponorogo, Indonesia