Kondisi Kesehatan Mata Anak Pasca Pandemi, Perhatikan Perubahannya Ma
Mulai dari minus yang tinggi hingga berakibat kebutaan. Hati-hati, Ma!
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tanpa disadari pandemi ternyata mengganggu kesehatan tubuh anak-anak. Banyak sekali dari mereka yang tiba-tiba memiliki mata dengan minus tinggi. Keadaan ini cukup membuat orangtua panik.
Hal ini merupakan sesuatu yang wajar terjadi. Pasalnya, selama pandemi anak-anak melakukan pembelajaran secara online menggunakan handphone, laptop, atau tablet. Tidak hanya belajar, anak-anak juga kerap mencari hiburan dari ketiga benda tersebut.
Akibatnya, setelah pandemi mengalami beberapa masalah pada matanya, seperti rabun jauh, rabun dekat, dan masih banyak lainnya.
Untuk lebih jelasnya, kali ini Popmama.com akan membagikan penjelasan dari Dr. Ni Retno Setyoningrum, SpM(K), MMedEdu, Dokter Spesialis Mata Anak JEC Eye Hospital and Clinics, Kamis (13/10/2022) tentang kondisi kesehatan mata anak pasca pandemi.
Simak yuk, Ma!
1. Gangguan refraksi
Setelah pandemi, kebanyakan anak-anak mengalami gangguan gangguan refraksi pada matanya.
Gangguan ini merupakan kondisi di mana cahaya yang masuk ke dalam mata tidak dapat difokuskan dengan jelas sehingga membuat bayangan benda terlihat buram atau tidak tajam.
Beberapa gangguan refraksi yang kerap di alamai manusia yakni:
- Myopia (Rabun Jauh), mata sulit melihat objek yang jauh dengan jelas.
- Kesulitan melihat jauh dengan jelas
- Presbiopia (Rabun Dekat Usia Lanjut), mata yang sulit untuk melihat benda yang ada di dekatnya serta mengalami kemampuan membaca secara dekat. Biasanya dialami oleh orang-orang yang sudah berusia lanjut.
- Hipermeteopi (Rabun Dekat), mata kesulitan untuk melihat dengan jelas.
- Astigmatis (Silindris), mata mengalami distorsi penglihatan akibat kelengkungan Kornea dan Lensa yang tidak sama di berbagai meridian. Biasanya keadaan ini membuat seseorang tidak dapat melihat garis sudah lurus atau belum.
Dari permasalahan mata tersebut, paling banyak anak-anak mengalami myopia. Hal ini diketahui saat anak-anak sudah melakuman pembelajaran sejara tatap muka. Sebab, beberapa anak mulai mengeluh tidak dapat melihat tulisan yang ada di papan tulis.
"Orangtua itu tau anaknya minus setelah gurunya ngomong. Gurunya bilang, 'dok ini anak saya, saya bawa ke sini, karena gurunya bilang anak saya duduk di belakang nggak keliatan (tulisan di papan tulis)', bahkan sampai ada yang duduk di meja guru. Jadi terus terang ini jadi permulaan tatap muka, ini kita juga jadi makin perhatian sama anak2 itu," ucap Dr. Ni Retno.
2. Mata malas atau amblyopia
Mata malas atau amblyopia juga menjadi salah satu masalah kesehatan yang banyak dialami oleh anak-anak Indonesia setelah pandemi selama dua tahun belakangan ini.
Kondisi ini terjadi ketika jalur saraf antara otak dan mata tidak terstimulasi dengan benar dan otak lebih memilih mata yang lain. Keadaan ini menyebabkan penglihatan salah satu mata memburuk.
"Mata malas itu tadinya baik-baik saja, tiba-tiba mata mengalami minus 4-6," ucap Dr. Ni Retno.
Mata malas ini terjadi karena adanya ketidamseimbangan otot (strabismus ambliopia).
"Secara alamiah, mata butuh bantuan sinar untuk melihat. Nah sedangkan kadang-kadang, anak-anak tuh males nyalain lampu. Padahal, mata kita itu kalau ngeliat deket terus, kalau ngeliat jarak 6 meter aja itu otot mata kita berakomodasi terus, cari fokus terus. Ibaratnya kaya kamera handphone, kalo kita mau motret makanan atau minuman kan suka difokusin dulu tekan dulu layarnya," jelas Dr. Ni Retno.
"Misalnya anak itu didepan tv, dia nyureng2 matanya atau dia mendekat, itu berarti dia ada malas. Nah itu perlu diperiksakan," imbuhnya.
3. KebutaanÂ
Mata minus membuat bola mata kita memanjang. "Panjangnya itu bukan tumbuh panjang. Kalau tumbuh kan semua seragam, bertumbuh, kalau ini ketarik. Ketarik sehingga di dalam mata kita di dalam tuh namanya saraf retina itu ikut ketarik sehingga menipis," jelas Dr. Ni Retno.
Dr. Ni Retno mengibaratkan kondisi ini seperti karet gelang yang ditarik. Semakin ditarik maka akan semakin tipis dan timbul robekan.
"Iris mata kita bisa terjadi seperti itu, ada robekan-robekan kecil, bulat-bulat. Kemudian nanti dia putus sama sekali kalau sudah tertariknya keterlaluan, sehingga menyebabkan kebutaan," tutur Dr. Ni Retno.
4. Cara menjaga dan mengatasi masalah kesehatan mata anak
Seperti yang telah dijelaskan, masalah kesehatan mata minus timbul ketika mengalami memanjang karena melihat obyek yang terlalu dekat.
Maka dari itu, untuk menjaga kesehatan mata, Dr. Ni Retno mengimbau para orangtua untuk mengajak anak ke tempat terbuka agar melihat obyek yang jauh sambil melakukan aktivitas yang seru.
"Mata kita itu relaks tidak berakomodasi melihat jarak 6 meter lebih, otot mata kita ga cari fokus lagi, dia rileks. Oleh karena itu, anak-anak diusahakan keluar rumah setiap hari minimal dua setengah jam beraktivitas," ucap Dr. Ni Retno.
"Sebab, kalau anak-anak diminta melihat jauh selama dua jam, dia pasti bosan. Jadi, perlu kita kasih aktivitas. Kalau sekarang bisa naik sepeda, berenang, dan lain sebagainya," tambahnya lagi.
Selain itu, untuk mengurangi mata yang memanjang, JEC Eye Hospital and Clinics akhirnya membuat obat tetes untuk mencegah perpanjangan mata dan menghindari kebutaan.
Untuk menghindari permasalahan mata, tidak ada salahnya mengajak anak melakukan pemeriksaan pada mata secara rutin ke dokter mata, Ma. Semoga mata anak mama selalu sehat sehingga dapat melakukan aktivitas dengan nyaman.
Baca juga:
- 5 Tips Menjaga Kesehatan Mata Anak Selama Belajar Jarak Jauh
- Sekolah Daring, Ini Cara Menjaga Kesehatan Mata Anak di Era Digital
- 10 Tips Sederhana untuk Merawat Kesehatan Mata Anak