TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

10 Kesalahan Orangtua yang Menyebabkan Anak Tumbuh Jadi Monster

Hindari kesalahan-kesalahan ini, Ma

Freepik/gpointstudio

Di dunia ini, tidak ada manusia yang memiliki kepribadian sempurna. Namun, terdapat beberapa anak yang tumbuh menjadi sosok yang menyeramkan, seperti sering membangkang, sombong, temperamental, bahkan susah diatur oleh orangtuanya sendiri.

Tak jarang sifat anak-anak seperti ini terbawa sampai ia dewasa dan melakukan kejahatan atau tindakan kriminal. Kalau sudah begini, siapa yang bisa disalahkan dalam situasi seperti itu?

Melansir FirstCry Parenting, orangtua adalah salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Hal ini dikarenakan anak mempelajari dan meniru perilaku orangtua mereka.

Tidak ada orangtua yang ingin anak mereka tumbuh menjadi seorang pemarah, egois, suka dengan kekerasan, bahkan menjadi tertarik dengan hal-hal cabul. Untuk itu, Mama bisa mencegahnya dengan tidak melakukan kesalahan-kesalahan ini.

Apa saja kesalahan tersebut?

Berikut Popmama.com rangkum 10 kesalahan orangtua yang menyebabkan anak tumbuh jadi monster. Silakan dibaca, Ma.

1. Selalu membanding-bandingkan anak

Freepik/peoplecreations

Apakah Mama pernah berceletuk, "Lihat tuh anak tetangga, dia rajin dan pintar. Nggak kayak kamu ya!" saat berbicara dengan anak?

Kalau iya, tolong dihentikan ya, Ma. Menurut Greensprings School, terus-menerus membandingkan anak dengan orang lain dapat menurunkan moral si Anak.

Jika semakin parah, ini akan menimbulkan rasa iri dan dengki dengan orang yang dibandingkan dengannya. Sampai-sampai, anak akan membenci orang tersebut bahkan menginginkan orang itu hilang.

Selain membuat rasa cemburu yang berbahaya, kesalahan ini pun akan membuat anak merasa rendah diri. Alih-alih membandingkan dirinya dengan orang lain, Mama bisa mencoba untuk menawarkan solusi yang bisa membuatnya berkembang.

2. Berceramah tanpa memberi contoh yang baik

Freepik/master1305

Anak meniru orangtua. Maka dari itu, Mama dan Papa perlu mencontohkan hal-hal yang baik kepadanya. Kalau Mama hanya memberi ceramah panjang lebar kepada anak tanpa menjadi contoh untuknya, semuanya akan sia-sia.

Ia melihat Mama dan Papa-nya sebagai panutan pertama. Jadi, lebih baik mengatur perilaku sendiri terlebih dulu supaya anak pun mengikutinya.

Misalnya, anak mama terlalu sering bermain gadget. Kalau Mama ingin membatasi waktu pemakaian gadget, lakukan hal yang sama. Kalau Mama harus menerima panggilan telepon penting, jelaskan kepada anak alasan mengapa panggilan tersebut penting secara baik-baik.

Selain itu, kalau Mama mengharapkan anak untuk melakukan tugasnya tanpa menunda-nunda, Mama juga harus teladan mengerjakan kewajiban agar si Anak pun menjadi rajin.

3. Membesarkan anak sesuai keinginan pribadi

Freepik/Jcomp

Apakah ada cita-cita Mama semasa kecil yang tidak tersampaikan?

Seringkali, orangtua membesarkan anak dengan pola pikir bahwa anak harus hidup sukses dan bekerja sesuai jalan yang diinginkan orangtua.

Misalnya, dulu Mama ingin menjadi seorang dokter. Karena tidak tercapai, akhirnya Mama ingin anak yang menjadi dokter. Dalam beberapa situasi anak memang bisa saja menjadi dokter. Namun, kebanyakan justru merasa terlalu diatur dan justru ingin membangkang.

Oleh karena itu, amati atau tanyakan apa yang anak sukai dan yang dapat ia lakukan dengan baik. Mama harus memberi anak dukungan yang ia perlukan, seperti membawanya beraktivitas sesuai hobi atau menyemangati anak saat ia berkata punya cita-cita.

4. Berkelahi dengan pasangan di hadapan anak

Freepik

Mengutip Greensprings School, perilaku seorang anak adalah cerminan dari keadaan di rumahnya. Pasalnya, anak menghabiskan hampir seluruh waktu di rumah.

Oleh karena itu, sebagai orangtua, penting untuk mengendalikan amarah ketika Mama dan Papa berselisih satu sama lain.

Selesaikan pertengkaran atau argumen tanpa kehadiran anak. Ketika anak melihat orangtuanya saling membentak dan mengeluarkan emosi, ini akan memengaruhi kesehatan mentalnya.

Dalam kebanyakan kasus, ia pun akan menyontoh dan orangtua justru menjadi sosok yang mengajarkannya menjadi agresif. Ketika hal ini terjadi, emosi-emosi tersebut akan dilampiaskan entah di sekolah atau tempat lain yang kemudian menimbulkan masalah baru.

5. Melakukan tauma dumping kepada anak

Pexels/master1305

Saat mendisiplinkan anak, pernahkah Mama membentaknya seperti saat orangtua mama menghukum di jaman dahulu?

Atau pernahkan Mama secara mendadak meluapkan emosi dan membuang trauma pada anak saat sedang kesal?

Menurut para psikolog dan psikiater, hal tersebut merupakan trauma dumping. Melansir Modern Parenting, di saat-saat seperti itu banyak perasaan dan rasa sakit Mama yang belum terselesaikan menyembur keluar.

Jika sudah seperti ini, yang harus Mama lakukan adalah tarik napas dalam-dalam. Latihlah kesadaran dengan bermeditasi atau Mama bisa membuat jurnal sendiri untuk membuang energi negatif.

Jangan sampai menularkan trauma-trauma itu pada anak ya, Ma.

6. Jarang melakukan quality time dengan anak

Freepik/PV Productions

Setiap anak ingin diperhatikan meskipun ia tidak meminta. Salah satu cara untuk menjaga kedekatan dan rasa perhatian adalah dengan melakukan quality time. Bisa dengan berlibur ke suatu tempat, mendaki gunung, menonton film bersama, bermain game, dan masih banyak pilihan lain.

Namun, ada kalanya Mama menjadi terlalu sibuk dan meninggalkan anak bersama seorang pengasuh. Efeknya mereka justru menjalani kehidupan yang terpisah dengan Mama, banyak rahasianya yang tidak diketahui.

Siapa yang tahu kalau anak diam-diam melakukan tindakan buruk untuk mencari perhatian?

Ketika melakukan quality time pun waktu Mama tidak boleh dibagi dengan hal lain. Pasalnya, quality time bisa menjadi waktu untuk mengobrol dari hati ke hati atau melakukan aktivitas bersama yang menciptakan kenangan indah.

7. Memberi anak semua hal yang ia minta

Freepik/user18526052 Ilustrasi

Anak-anak cenderung meminta banyak hal, baik itu hal penting sampai yang tidak penting. Sebagai seorang ibu, naluri Mama pasti ingin menuruti semua permintaannya agar ia senang.

Namun, alangkah baiknya untuk mengajarkan anak untuk bekerja keras dahulu sebelum mendapat hal yang mereka mau. Selain itu, ajarkan juga kalau tidak semua bisa mereka miliki.

Contohnya, ketika teman dari anak mama sedang berulang tahun dan sudah waktunya meniup lilin. Beberapa anak mungkin ingin ikutan meniup lilin tersebut dan merengek jika tidak dituruti.

Saat ini terjadi, Mama harus menolak permintaannya. Ketika anak berhenti menangis, beritahu alasan mengapa ia tidak boleh mengganggu hari spesial milik temannya. Jika Mama tidak menegaskan hal ini, anak akan tumbuh menjadi sosok yang egois dan terlalu dimanja. 

8. Menghindari pertanyaan atau diskusi tertentu

Freepik/karlyukav

Sampai saat ini, isu-isu seperti seks, narkoba, dan lainnya masih dinilai tabu untuk dibicarakan dengan anak. Padahal, memberi tahu anak tentang hal-hal ini mempersiapkan mereka untuk masa depan lho, Ma.

Misalnya, Mama perlu memberitahu anak untuk menolak apabila ada seseorang yang tiba-tiba memegang kemaluannya atau ingatkan anak untuk tidak melakukan hal seperti itu ke orang lain.

Selain itu, ajarkan anak efek buruk yang ditimbulkan narkoba dan alasan mengapa ia tidak boleh mengonsumsinya saat beranjak dewasa.

Jika Mama melakukan diskusi yang rumit dengan anak, hal itu pun dapat memastikan mereka tidak tertipu oleh informasi palsu, tekanan teman sebaya, dan menjadi seseorang yang cabul atau kecanduan obat-obatan terlarang nantinya.

Jangan lupa untuk menggunakan istilah yang sesuai dengan usia anak saat melakukan diskusi-diskusi seperti ini ya, Ma.

9. Tidak konsisten saat mendisiplinkan anak

Freepik/karlyukav

Anak cenderung mengikuti instruksi yang jelas dengan batasan yang konsisten. Ia juga paham harus mengikuti peraturan kalau Mama tegas dalam memberikan instruksi padanya.

Jika Mama tidak konsisten dengan peraturan karena kasihan dengan anak, justru dia akan menjadikan hal tersebut sebagai kebiasaan.

Misalnya, Mama telah menetapkan waktu tidur untuk anak, maka pertahankan jam tidur tersebut. Mama pun juga harus menunjukkan sikap teladan dan melakukan semua hal penting tepat waktu agar lancar.

Batasan yang ditetapkan harus selalu ditegakkan. Ketika anak melanggar peraturan, ajarkan ia konsekuensi tanpa harus melakukan kekerasan. Apabila Mama tidak konsisten, anak akan menganggap peraturan sebagai omong kosong.

10. Memberi label negatif pada anak

Freepik/Zinkevych

Anak mempercayai apa yang ia dengar, termasuk hal-hal yang diucapkan oleh orang lain tentang dirinya. Ketika Mama memberi label negatif tentang dirinya, hal tersebut akan terus terngiang di dalam kepalanya.

Dilansir dari Greensprings School, tiap kali anak melakukan kesalahan, beri tahu anak apa yang salah dan apa yang harus dilakukan untuk memperbaikinya. Jangan mengucapkan kalimat seperti "Kamu bodoh ya," "Bandel banget sih jadi anak," "Kalau udah besar, kamu nggak bakal bisa apa-apa," dan ucapan negatif lainnya.

Apabila label negatif membuat seorang anak memercayai kalau ia memang seperti itu, maka saat Mama memberi label positif pun juga demikian. Alih-alih mengungkit segala keburukan anak, pujilah semua prestasinya dan sisi positif yang ia miliki.

Itu dia 10 kesalahan orangtua yang menyebabkan anak tumbuh jadi monster. Jangan lakukan kesalahan seperti ini ya, Ma!

Baca juga:

The Latest