KPAI: Ini 15 Bentuk Penyalahgunaan Anak dalam Pemilu
Menggunakan anak dalam politik bukanlah hal yang boleh dibanggakan
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah melakukan pengawasan selama tahapan Pilpres 2014, Pilkada 2017 dan 2018, serta Pemilu 2019.
Mereka menemukan bahwa terdapat penyalahgunaan terhadap anak dalam politik.
Sebagai kritalisasi hasil pengawasan penyalahgunaan anak dalam politik sejak tahun 2014 hingga tahun 2019, KPAI akhirnya mengindentifikasi 15 bentuk penyalahgunaan anak dalam Pemilu.
Berikut Popmama.com rangkum isinya. Silakan dibaca, Ma.
1. Terdapat 284 kasus penyalahgunaan anak dalam politik pada 2014
Ketua KPAI Ai Maryati Solihah menjelaskan pada tahun 2014 bentuk-bentuk penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik sebanyak 248 kasus oleh 12 Partai Politik Nasional. Menurut KPAI sendiri berikut penyalahgunaan anak dalam kegiatan pemilihan umum:
- Memanipulasi data anak yang belum berusia 17 tahun dan belum menikah agar bisa terdaftar sebagai pemilih serta daftar pemilih tetap.
- Menggunakan tempat bermain anak, tempat penitipan anak, atau tempat pendidikan anak untuk kegiatan kampanye.
- Memobilisasi massa anak oleh partai politik atau calon kepala daerah.
- Menggunakan anak sebagai penganjur atau juru kampanye untuk memilih partai atau caleg tertentu.
- Menampilkan anak sebagai bintang utama dari suatu iklan politik.
2. Anak perlu dilindungi dari kemungkinan disalahgunakan dan dieksploitasi selama penyelenggaraan
Solihah juga mengatakan bahwa tahapan penyelenggaran Pemilu dan Pilkada serentak 2024 tidak terlepas dari potensi terjadinya pelanggaran, termasuk pidana penyalahgunaan anak dan berbagai bentuk pelanggaran hak anak yang dilindungi oleh Konstitusi dan UU lainnya.
Maka dari itu, anak harus dilindungi dari kemungkinan disalahgunakan dan dieksploitasi selama penyelenggaraan berlangsung.
Berikut 5 bentuk penyalahgunaan anak dalam Pemilu yang lain:
- Menampilkan anak di atas panggung kampanye parpol dalam bentuk hiburan.
- Menggunakan anak untuk memakai dan memasang atribut-atribut partai politik.
- Menggunakan anak untuk melakukan pembayaran kepada pemilih dewasa dalam praktek politik uang oleh parpol atau calon kepala daerah.
- Mempersenjatai anak atau memberikan benda tertentu yang membahayakan dirinya atau orang lain.
- Memaksa, membujuk atau merayu anak untuk melakukan hal-hal yang dilarang selama kampanye, pemungutan suara, atau penghitungan suara.
3. Terdapat 80 kasus pelanggaran partai politik terhadap anak di Pemilu 2019
Sementara itu, terdapat kurang lebih 80 kasus pelanggaran partai politik Pemilu pada 2019, seperti membawa anak dalam kampanye terbuka dan terbatas oleh Partai Politik atau orangtua yang hadir dalam kampanye.
“Kematian 2 anak korban aksi massa yang rusuh karena kekecewaan terhadap hasil Pilpres tahun 2019 di Jakarta, serta 1 korban jiwa di Pontianak,” ucap Maryati, Rabu (24/5/2023).
Hal ini disampaikan pula dalam 15 bentuk penyalahgunaan anak dalam Pemilu, antara lain:
- Membawa bayi atau anak yang berusia di bawah 7 tahun ke arena kampanye terbuka yang membahayakan anak.
- Melakukan tindakan kekerasan atau yang dapat ditafsirkan sebagai tindak kekerasan dalam kampanye, pemungutan suara, atau penghitungan suara (seperti kepala anak digunduli, tubuh disemprot air atau cat).
- Melakukan pengucilan, penghinaan, intimidasi atau tindakan-tindakan diskriminatif kepada anak yang orang tua atau keluarganya berbeda atau diduga berbeda pilihan politiknya.
- Memprovokasi anak untuk memusuhi atau membenci calon kepala daerah atau parpol tertentu.
- Melibatkan anak dalam sengketa hasil penghitungan suara.
Demikian 15 bentuk penyalahgunaan anak dalam Pemilu. Perhatikan baik-baik daftar bentuk tersebut supaya Mama pun bukan termasuk orangtua yang menyalahgunakan anak dalam pemilihan umum nanti, ya.
Baca juga:
- Beri Tahu Anak, Ini Perbedaan Sistem Pemilu Distrik dan Proporsional
- IDN Media dan KPU Resmi Kerja Sama untuk Sukseskan Pemilu 2024
- Jadwal Pemilu 2024 Disetujui Pemerintah, Masa Kampanye 75 Hari