Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tuberkulosis atau yang sering dikenal dengan TBC sudah ada tahun 800 an, walaupun sudah ditemukan vaksin dan obat untuk mengobatinya, penyakit ini tidak juga terselesaikan.
TBC tidak hanya menyerang pada orang dewasa saja, anak juga bisa terserang penyakit yang menular melalui air ludah ini.
Angka TBC di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya, begitupun TBC pada anak yang meningkat 46.760 kasus selama 2021 sampai 2022.
Seharusnya dengan angka tersebut membuat semua orang lebih waspada dan mencegah penyakit ini.
Untuk memperingati hari TBC sedunia, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengadakan pekan Tuberkulosis anak pada 23-30 Maret 2023 dengan serangkaian acara yang terdiri dari penyuluhan TBC, webinar, online symposium, lomba video pendek, podcast, dan siaran radio.
“Untuk memperingati HTBS (Hari Tuberkulosis Sedunia) ini mengangkat tema “Ayo Bersama Akhiri TBC, Indonesia Bisa!” serangkaian acara ini tidak berbayar dan dapat diikuti oleh masyarakat umum” Ucap Tjatur Kuat Sagoro, Ketua HTBS 2023.
Lalu, bagaimana keadaan TBC pada Anak di Indonesis yang sebenarnya? Berikut telah Popmama.com merangkum hasil diskusi online mengenai TBC pada anak bersama dr. Rina Triasih M. Mead, Ph. D, Sp. A. (K).
TBC pada Anak Sangat Penting dan Genting
Selama ini TBC pada anak belum menjadi prioritas karena dianggap tidak menularkan, namun kenyataannya banyak pasien TBC yang belum berobat dan menjadi sumber penularan di masyarakat.
Dengan daya tubuh anak rendah sehingga risiko tinggi mengalami TBC berat yang berisiko pada kematian.
Stigma yang tinggi mengenai TBC ini juga membuat orang takut dan malas berobat, padahal ini dapat menularkan pada orang sekitar. Karena itu anak biasanya menjadi korban dari orang yang tidak bertanggung jawab menjaga dirinya agar tidak menularkan.
Situasi TBC pada Anak di Indonesia
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per 2 Februari 2023 situasi TBC di Indonesia mengalami peningkatan yang baik untuk missing case atau kasus yang tidak tercatat sebelumnya.
Estimasi kasus TBC di Indonesia mencapai 969.000 dengan kasus TBC pada anak meningkat dari tahun 2021 sebanyak 42.187 kasus ke tahun 2022 menjadi 88.927 kasus.
Dalam hal ini Covid-19 bisa menjadi salah satu penyebabnya karena imun tubuh pada anak melemah akibat tidak pernah terpapar oleh kuman selama pandemi.
Cakupan Treatment Coverage TBC pada anak per provinsi 2022 juga menunjukan 12 provinsi sudah mencapai 90% target yang ditentukan dan sisanya belum memenuhi, hal ini perlu ditingkatkan lagi dengan meningkatkan kewaspadaan orangtua terhadap anak-anaknya di rumah.
Cegah TBC pada Anak Sedini Mungkin
Berbeda dengan Covid-19 yang jika terpapar akan menimbulkan gejala dalam beberapa hari, untuk TBC gejalanya bisa timbul beberapa tahun kedepan.
Apa yang terjadi jika seorang anak kontak dengan pasien TBC?
Jika Imun anak kuat, tidak mengalami gejala dan tidak terjadi infeksi anak. Jika imun anak kuat, namun kuman TBC masuk, karena imunnya cukup kuat untuk melawan maka tidak menimbulkan gejala ini disebut dengan infeksi TBC laten, mirip dengan OTG (Orang Tanpa Gejala) Covid-19.
Namun jika imun tidak kuat, anak akan terkena TBC. Hal ini perlu dicegah dan diobati, dengan memberi anak usia 0-6 tahun vaksin BCG di puskesmas terdekat. Obat pencegahan untuk anak-remaja yang berkondak erat dengan pasien TBC juga ada dan diberikan gratis oleh negara.
Selain dengan vaksin dan obat, pola hidup sehat dan bersih juga dapat mencegah TBC pada anak.
“Kalau kita tinggal di kota-kota besar yang untuk membuka jendela saja sudah susah, karena sebelahnya sudah rumah tetangganya, nah itu sebagai salah satu risiko meningkatkan terjadinya TBC adalah faktor lingkungan” Jelas dr. Rina Triasih, Ahli Pediatri.
Risiko Penularan TBC pada Anak
Anak dengan TBC ringan risiko penularannya rendah, karena jumlah kumannya sedikit dan tidak terjadi luka atau kerusakan pada paru-parunya.
Untuk TBC pada remaja ini sama dengan TBC dewasa yang bisa berisiko menularkan, maka dari itu perlunya memberi pemahaman pada anak untuk menjaga diri agar tidak menularkan kepada temannya ataupun orang lain.
Karena Pandemi Covid-19 memberikan pemahaman pada anak yang terkena TBC ini lebih mudah, tidak seperti saat sebelum Covid-19 memakai masker menjadi hal yang tabu dan dianggap sedang sakit berat.
Pentingnya mengajarkan etika batuk yang baik pada anak juga untuk menghindari penularan pada teman-temannya.
TBC dan HIV
Pengidap HIV akan lebih berisiko terkena TBC lebih parah, karena kedua penyakit ini saling berteman dan terkait sama-sama menyerang kekebalan tubuh seseorang.
“TBC itu merupakan penyakit komorbid tersering pada pengidap HIV, juga yang paling sering menyebabkan kematian,Semua pasien HIV yang tidak terbukti terinfeksi TBC wajib mengkonsumsi obat pencegahan” Jelas dr.Rina Triasih
Berdasarkan data di beberapa negara, kematian terjadi pada 50 persen pasien saat menjalani pengobatan TBC, dan orang dengan HIV 18 kali lebih berisiko mengalami TBC aktif dibanding tanpa HIV.
Begitulah kondisi TBC pada anak di Indonesia saat ini, Semoga informasi dan pengingat untuk seluruh orangtua untuk menjaga diri dan keluarganya di rumah. Karena TBC bukan hanya tanggung jawab sektor kesehatan, melainkan tanggung jawab semua.
Baca Juga:
- Gejala TBC pada Anak, Mama Harus Segera Bertindak!
- TBC saat Hamil: Efeknya bagi Ibu dan Janin
- Penderita TBC di Indonesia Didominasi oleh Usia Produktif