TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

7 Pengasuhan yang Bikin Anak Tidak Jadi Pembully atau Korban Bully

Semua yang Mama butuhkan untuk mencegah anak menjadi pembully atau korban bully

Freepik/gpointstudio

Seperti apa pola pengasuhan yang tepat untuk anak? Hal yang sangat penting untuk mencegah anak-anak menjadi korban atau pembully perlu diterapkan sejak dini.

Ketahui pendekatan pengasuhan yang berfokus pada memberikan rasa hormat kepada anak, mendisiplinkan tanpa kekerasan, dan mengajarkan kemandirian sebagai pencegahan.

Temukan 7 pengasuhan yang bikin anak tidak jadi pembully atau korban bully, karena di Popmama.com. Simak agar Mama dan Papa terbantu dalam membangun hubungan yang penuh kasih sayang pada anak.

1. Berikan pemahaman kepada anak tentang apa itu bullying

Freepik

Mengajarkan anak apa itu bullying bisa dilakukan dengan cara yang sesuai dengan usia dan pengetahuan anak. Ini adalah beberapa cara yang dapat Mama gunakan:

  • Sesuaikan penjelasan tentang bullying dengan tingkat usia si Anak. Gunakan bahasa yang sesuai dan mudah dipahami.
  • Berikan contoh nyata tentang situasi bullying yang mungkin dialami oleh anak atau teman-temannya. Ini bisa membantu si Anak lebih memahami konsep tersebut.
  • Ajak anak untuk berbicara tentang perasaannya terkait dengan teman-temannya. Tanyakan apakah mereka pernah merasa tidak nyaman atau terganggu oleh perilaku seseorang.
  • Bicarakan tentang bentuk-bentuk bullying seperti fisik, verbal, atau sosial. Jelaskan bahwa bullying bisa terjadi di berbagai tempat, termasuk di sekolah, di luar rumah, atau bahkan melalui internet.
  • Tekankan pada si Anak bahwa tindakan bullying adalah bentuk kekerasan dan tidak dapat diterima. Dorong mereka untuk memahami perasaan orang lain dan menumbuhkan sikap empati.
  • Ajarkan si Anak untuk tidak takut melaporkan jika mereka atau teman-teman mereka mengalami bullying. Jelaskan bahwa melaporkan adalah langkah penting untuk membantu mencegah dan mengatasi masalah tersebut.
  • Diskusikan cara-cara untuk mencegah dan menangani bullying. Ajarkan si Anak bahwa mereka memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung.

2. Ajarkan anak untuk mengontrol emosi dan menyelesaikan konflik secara positif

Freepik/tirachardz

Mengajarkan anak-anak cara mengendalikan emosi mereka dan menyelesaikan konflik secara positif adalah keterampilan yang sangat penting untuk membangun kepribadian mereka dan hubungan sosial mereka. Ada beberapa cara yang dapat Mama gunakan:

  • Jadilah contoh yang baik dalam mengelola emosi dan menyelesaikan konflik. Anak-anak banyak belajar dari apa yang mereka lihat, jadi tunjukkan cara yang positif dan tenang dalam menanggapi situasi sulit.
  • Bantu si Anak untuk mengidentifikasi dan menyebutkan perasaan mereka. Dengan mengenali emosi, mereka dapat lebih baik memahami dan mengelolanya.
  • Ajarkan si Anak untuk merancang strategi pemecahan masalah. Ajak mereka berpikir secara kreatif dan mencari solusi yang adil dan memuaskan bagi semua pihak.
  • Buatlah suasana di mana anak merasa nyaman berbicara tentang perasaan dan masalah mereka. Dengarkan dengan penuh perhatian dan tanpa menghakimi.

3. Mendisiplinkan tanpa menggunakan kekerasan

Pexels/Monstera

Saat orangtua menggunakan kekerasan untuk mendisiplinkan seorang anak, anak itu melakukannya karena takut daripada karena dia tahu pentingnya disiplin.

Penelitian ilmiah yang menggunakan peralatan canggih untuk mempelajari otak juga telah berkembang pesat. Selain itu, semua bukti menunjukkan bahwa pengawasan anak yang dilakukan dengan kekerasan memiliki efek negatif.

Meskipun demikian, mendisiplinkan anak dapat dilakukan dengan cara yang lebih halus dan memanusiakan. Untuk mengetahui lebih banyak tentang Positive Discipline, kita dapat membaca atau belajar tentangnya.

4. Respect terhadap anak

Freepik

Sudahkah Mama memberikan si Anak peluang untuk menyatakan pendapat, mengekspresikan keinginan, dan melakukan kesalahan tanpa mendapat celaan atau penghinaan di rumah? Anak-anak belajar dengan penuh rasa hormat dari orangtua mereka. Jika anak sering dipaksa untuk tunduk tanpa adanya ruang untuk berdiskusi, mereka dapat mengembangkan pemahaman bahwa pendapat mereka tidak dihargai dan mereka akan lebih tertutup untuk mengungkapkan pendapatnya. 

Anak-anak yang diabaikan dan diremehkan oleh orangtua mereka atau yang sering dimarahi secara berlebihan, hinaan, atau ejekan ketika mereka melakukan kesalahan akan belajar bahwa mereka tidak layak dihormati. Akibatnya, anak-anak ini mungkin menjadi takut untuk melakukan kesalahan dan menghindari membahas pengalaman yang tidak nyaman.

Sebaliknya, mereka dapat mencari otoritas dan kekuasaan di luar keluarga, bahkan mungkin menggunakan intimidasi.

5. Orangtua yang hidup dalam keharmonisan

Freepik/Lifestylememory

Anak yang sering menyaksikan konflik atau bahkan kekerasan dalam rumah tangga memiliki risiko lebih tinggi terlibat dalam perilaku bullying karena fungsi otak si Anak cenderung lebih banyak berpusat pada bagian otak reptil. Mereka merasa terus-menerus dalam situasi yang mengancam, sehingga rentan terhadap reaksi emosional dan perilaku impulsif.

Di sisi lain, anak yang tumbuh dalam lingkungan di mana kedua orangtuanya hidup dengan damai, menunjukkan kehangatan, saling dukung, dan kasih sayang, akan merasa lebih aman, terlindungi, dan mantap secara emosional. Oleh karena itu, si Anak tersebut akan memiliki kondisi mental dan spiritual yang memadai untuk berinteraksi dengan teman-temannya di luar rumah.

6. Mengajarkan anak untuk menjadi mandiri

Pexels/Lgh_9

Hal yang seringkali terlupakan dalam perhatian utama kita adalah pentingnya melatih kemandirian anak sebagai langkah preventif untuk menghindarkan mereka dari potensi menjadi korban intimidasi. Dalam banyak situasi, anak-anak yang kurang mandiri cenderung lebih rentan terhadap perilaku bullying.

Anak-anak tingkat TK dan SD yang masih bergantung pada orang lain untuk tindakan dasar seperti mengenakan popok, tidak dapat mengontrol kencing di celana, belum bisa mengendarai sepeda, atau tidak mampu membersihkan hidung, dapat menjadi sasaran empuk bagi perilaku bullying. Oleh karena itu, membantu anak-anak agar mandiri dalam hal-hal tersebut akan memberikan mereka otoritas atas diri sendiri.

Selain manfaat utama tersebut, ini juga dapat membantu menghindari salah satu faktor risiko menjadi korban intimidasi.

7. Hubungan antara orangtua dan anak yang kuat

Freepik/pressfoto

Anak yang merasa memiliki hubungan dekat dengan orangtuanya tidak akan merasa perlu mencari perhatian dengan perilaku aneh atau ekstrem. Keterikatan antara anak dan orangtua menciptakan rasa diterima, dihargai, diinginkan, dan memberikan pemahaman bahwa anak memiliki peran penting dalam kehidupan keluarga.

Akibatnya, anak-anak tersebut tidak tergoda untuk terlibat dalam perilaku bullying, karena mereka sudah merasa puas dengan keberadaan dan dukungan dari keluarga. Jika suatu saat mereka mengalami intimidasi, entah karena perbedaan fisik seperti warna kulit, kelebihan berat badan, atau persepsi kecantikan, mereka tahu bahwa orangtua mereka mencintai mereka sebagaimana adanya.

Mereka memiliki tempat yang nyaman untuk pulang, di mana mereka dapat menemukan dukungan dan kehangatan, menjadi tempat pelampiasan keluh kesah dan tangisan mereka terhadap dunia. Dengan demikian, mereka dapat mengatasi tantangan tersebut dan membangun kekuatan internal.

Sebagai orangtua, Mama dan Papa memiliki peran besar dalam membentuk anak-anak menjadi individu yang tangguh dan berdaya. Dengan memberikan rasa hormat, mendisiplinkan tanpa kekerasan, dan mengajarkan kemandirian, kita tidak hanya mencegah mereka dari potensi menjadi korban intimidasi, tetapi juga memastikan bahwa mereka tidak akan menjadi pelaku bullying.

Yuk, Mama dan Papa mulai menciptakan lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang, di mana anak-anak dapat tumbuh dan berkembang dengan kuat dan positif demi menerapkan pengasuhan yang bikin anak tidak jadi pembully atau korban bully.

Baca juga:

 

The Latest