10 Tari Tradisional Asal Maluku yang Menyimpan Banyak Makna!
Salah satu keindahan adat istiadat Indonesia yang perlu dilestarikan
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Indonesia adalah negara yang kaya budaya.. Daerahnya melintang luas dari Sabang hingga Merauke dan memiliki beragam kebudayaan unik yang melambangkan setiap adat istiadat turun temurun dari nenek moyang.
Kebudayaan suatu daerah dapat berupa tradisi, hukum adat, atau bahkan karya seni. Setiap seni pastinya sarat dengan makna dan pesan tertentu, tak terkecuali pada tari tradisional.
Seperti pada kebudayaan daerah Maluku, terdapat beragam jenis tarian adat yang hingga kini terus dibudidayakan.
Mama ingin tahu lebih banyak tentang tari tradisional khas daerah yang lekat dengan julukan The Spice Island ini? Yuk, simak informasi dari Popmama.com tentang tari tradisional asal Maluku beserta penjelasannya berikut ini!
1. Tari Cakalele
Awal mulanya, tari Cakalele berfungsi sebagai tari perang saja, lho, Ma.
Namun sekarang, tujuan tari tersebut sudah berkembang menjadi penampilan untuk menyambut tamu dan perayaan adat.
Tari ini biasa dipentaskan beramai-ramai dengan jumlah penari yang bisa mencapai 30 orang.Terdiri dari laki-laki dan perempuan, setiap dari mereka nantinya akan berpasangan.
Bagi penari laki-laki, pakaian adat yang digunakan identik dengan celana merah sebagai perlambangan keberanian rakyat untuk berperang. Dilengkapi dengan properti pedang atau parang di tangan kanan menggambarkan harga diri masyarakat Maluku. Serta ada tameng yang menggambarkan protes terhadap pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat.
Sementara itu, penari perempuan nantinya akan menggunakan pakaian adat Maluku berwarna putih dan membawa sapu tangan serta lenso (selendang) di kedua tangannya.
2. Tari Dengedenge
Tari Dengedenge berasal dari daerah utara Maluku, yaitu Halmahera Utara.
Pementasan tari tradisional ini biasa dilakukan pada saat upacara pernikahan. Penampilannya dibawakan oleh pria dan wanita secara berkelompok diiringi oleh nyanyian berupa syair atau pantun bermakna percintaan dan harapan hidup pasangan tersebut. Iringan tersebut diwarnai dengan dialek Maluku, dilakukan secara bersahut-sahutan antar penari.
Akhir dari penampilan akan ditutup dengan kesepakatan antar penari pria dan wanita untuk merajut kisah cinta yang lebih serius dalam pernikahan.
Benar-benar tarian yang romantis, ya, Ma!
3. Tari Gumatere
Pada zaman dahulu, tarian ini dipersembahkan ketika rakyat Maluku ingin meminta petunjuk kepada alam atas suatu fenomena yang sedang terjadi dan belum terselesaikan.
Penari Gumatere terdiri dari 13 sampai 30 penari baik laki-laki maupun perempuan. Untuk laki-laki, properti yang dibawa adalah pedang dan tombak. Sementara penari perempuan mengenakan lenso atau selendang.
Yang menjadi ciri khasnya, seluruh penari akan menggunakan warna pakaian yang sama, yaitu hitam. Nantinya akan ada 1 penari utama yang berada di tengah dan membawa lilin sebagai media ritual berkomunikasi dengan alam.
4. Tari Katreji
Tari Katreji merupakan hasil akulturasi budaya Maluku dan budaya Eropa, lho, Ma!
Gerakan tari tradisional ini lekat mengikuti pola lantai seperti dansa. Dalam penampilannya, ada banyak perubahan formasi dalam koreografi tari Katreji yang nantinya akan dipandu dengan sebuah aba-aba. Nah, penyampaian aba-aba ini masih menggunakan bahasa Belanda dan Portugis yang tentunya harus dimengerti terlebih dahulu oleh para penari.
Tarian yang disebut juga sebagai tari pergaulan ini umum ditampilkan pada upacara pelantikan pemimpin daerah.
5. Tari Lenso
Judul tari Lenso diambil dari kata dalam bahasa Maluku yang berarti selendang kecil.
Tujuan dari tari ini adalah sebagai ajang pencarian jodoh bagi para muda-mudi, baik perempuan dan laki-laki bisa ikut menari. Jumlah penari yang tampil terdiri dari 6 hingga 10 penari.
Selendang di sini akan berfungsi sebagai alat persetujuan atau penolakan antara laki-laki dan perempuan yang saling melakukan pendekatan.
Saat menari, penari akan mengulurkan selendangnya kepada laki-laki atau perempuan yang mereka incar. Apabila selendang diterima dengan baik, artinya mereka bisa lanjut ke tahap mengenal lebih dekat. Namun jika selendang dibuang, maka pupus sudah harapan si penari untuk meneruskan cintanya.
Pementasan ini biasanya dilakukan dalam pesta pernikahan, perayaan panen cengkeh dan kopi, tahun baru dan kegiatan perayaan lainnya.
6. Tari Orlapei
Tari Orlapei dikhususkan sebagai tarian penyambutan untuk orang-orang kehormatan yang hendak berkunjung ke sebuah desa di daerah Maluku, seperti pejabat, pemuka agama, atau tokoh masyarakat lainnya.
Lantunan irama dari alat musik tradisional seperti tifa, suling bambu, ukulele dan gitar akan mengiringi setiap gerakan. Perpaduan antara musik dan tarian diharapkan akan mampu menggambarkan rasa gembira dan terima kasih dari rakyat Maluku kepada tamu kehormatan yang akan berjumpa ke daerah mereka.
7. Tari Poco-poco
Mama pasti sudah tidak asing bukan dengan nama tarian ini?
Senandung lagu pengiring tari Poco-poco mungkin adalah yang paling akrab dengan telinga masyarakat Indonesia karena banyak dimainkan saat kegiatan olahraga bersama bahkan di institusi pendidikan seperti sekolah. Anak mama mungkin juga sudah pernah menari dengan irama Poco-poco.
Kata Poco-poco berasal dari bahasa Ternate yang berarti bayi lucu, berpipi tembam, imut dan menggemaskan. Pencipta lagu tari asal Maluku ini bernama Arie Sapulette, yaitu seorang pria asal Ambon.
Gerakan Poco-poco cenderung mudah untuk dipraktekkan bersama-sama dengan jumlah partisipan yang besar. Koreografinya juga tidak sulit, gerakan berpusat pada kaki, pola pertama langkahkan kaki ke kanan, lalu ke kiri, kemudian melangkah ke arah belakang dan kembali lagi ke depan. Tak lupa, disertai juga dengan pose tangan yang seolah sedang menggenggam sesuatu.
Makna dari tari Poco-poco adalah pentingnya menjaga konsentrasi dan kekompakan agar ritme tarian bergerak mulus, tidak kagok, dan sinkron satu sama lain.
8. Tari Saureka-reka
Tari saureka-reka juga dikenal dengan tari gaba-gaba yang berarti pelepah pohon sagu. Hal ini karena pelepah pohon sagu dipakai sebagai properti utama pendukung tariannya.
Pola gerakannya mirip dengan permainan Engklek khas Jawa, lho, Ma!
Dalam tari saureka-reka, setiap penari utama yang terdiri atas 4 penari perempuan akan melompat untuk menghindari gaba-gaba. Sementara itu 4 penari laki-laki harus menghentakan gaba-gaba untuk menguji kelincahan kaki para penari perempuan dengan mengikuti irama tifa.
Tujuan utama pementasan tari saureka-reka adalah sebagai wujud terima kasih atas karunia dan kesuburan yang diberikan oleh Tuhan kepada rakyat Maluku. Selain itu, juga ditampilkan pada acara penyambutan tamu terhormat yang telah berkenan menginjakkan kaki di tanah Maluku.
9. Tari Soya-soya
Tahukah Mama, tari Soya-soya ternyata diciptakan oleh seorang Sultan dari kerajaan Ternate bernama Sultan Baabullah, lho!
Tarian ini diciptakan oleh sang Sultan sebagai penyemangat untuk prajurit kerajaan Ternate yang sedang terpuruk setelah meninggalnya Sultan Khairun, yaitu ayah dari Sultan Baabullah yang telah gugur di medan perang melawan Portugis.
Sampai saat ini, tarian Soya-soya masih sering dibawakan di kawasan Keraton Kesultanan Ternate.
Tari Soya-soya dibawakan oleh penari pria dengan jumlah ganjil minimal 3 orang dan tidak ada batas maksimal yang diterapkan dalam tarian ini. Mayoritas gerakannya banyak diadopsi dari gerakan teknik perang seperti kuda-kuda, tangkisan, dan serangan. Sorotan dalam tari Soya-soya terletak pada kegesitan dan kelincahan kaki para penarinya.
Tarian ini menggambarkan nilai kepahlawanan yang begitu tinggi dan sebagai perlambangan perjuangan rakyat Ternate mempertahankan tanah kelahirannya dari serangan penjajah.
10. Tari Tide-tide
Tari Tide-tide masuk ke dalam kategori tari pergaulan.
Penari terdiri dari 4 sampai 6 penari yang berpasang-pasangan untuk menggambarkan kehidupan pergaulan laki-laki dan perempuan. Tarian khasnya adalah tangan berlenggak lenggok mengayun dan kaki yang melangkah sesuai dengan ritme gerakan tangan.
Sejak dahulu, tari tradisional ini biasa dibawakan oleh muda-mudi suku Togela di tanah Halmahera Utara saat momentum pesta adat, penyambutan tamu, atau acara hiburan. Disinyalir tarian ini dipengaruhi oleh budaya Islam dan Melayu yang akhirnya berakulturasi dengan budaya setempat. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan tifa, rebana dan suling sebagai instrumen pengiring.
Kemudian setelah bangsa Portugis datang ke Maluku, penggunaan alat-alat musik bergeser menggunakan instrumen khas Eropa seperti biola dan harmonika. Pengaruh lainnya juga ditunjukkan dengan pemakaian sapu tangan sebagai ornamen penari.
Nah, itulah 10 tari tradisional asal Maluku yang sarat dengan makna filosofis dan kisah menarik di dalamnya.
Dalam 1 daerah saja, terdapat banyak jenis tarian yang menghiasi ragam kebudayaan kita, ya, Ma.
Yuk, ajak juga anak mama untuk mempelajari dan turut memberikan kontribusi melestarikan budaya bangsa Indonesia!
Baca juga:
- Unik, Ini Makna dan Pola Lantai Tari Piring yang Perlu Diketahui Anak
- 4 Unsur Utama dalam Tari Tradisional Indonesia yang Harus Dikuasai
- Pola Lantai Tari Kecak Bali dan Maknanya, Indahnya Budaya Indonesia