Biografi Raden Dewi Sartika, Ajarkan Tokoh Pejuang Perempuan pada Anak
Selain RA Kartini, Dewi Sartika merupakan pejuang emasipasi perempuan
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jika hari kemerdekaan identik dengan perayaan upacara bendera dan juga beragam lomba yang diadakan, berbeda dengan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-75 kali ini.
Bertepatan dengan pandemi Covid-19 yang masih mewabah di Indonesia, saat ini seluruh kegiatan menyambut kemerdekaan ditiadakan guna mencegah terjadinya penyebaran virus antar sesama.
Meski di rumah saja, Mama bisa membangkitkan jiwa nasionalisme anak dengan membuat lomba ringan bersama keluarga lainnya.
Tak hanya lomba, Mama juga bisa menceritakan perjuangan para pahlawan yang telah berjuang memerdekakan negara kita ini.
Seperti salah satunya tokoh pejuang emansipasi perempuan Indonesia yaitu Rade Dewi Sartika.
Sama halnya dengan RA Kartini, perempuan yang dilahirkan di Cicalengka, 4 Desember tahun 1884 ini, bercita-cita memajukan pendidikan para perempuan Indonesia.
Apa saja ya perannya untuk bangsa Indonesia? Berikut biografi Dewi Sartika yang telah Popmama.com siapkan dari berbagai sumber untuk bisa diajarkan pada anak di rumah.
1. Kedua orangtuanya merupakan pejuang Indonesia
Sebagai salah seorang tokoh pejuang Indonesia, ternyata sosok Dewi Sartika merupakan anak dari seorang priyayi (kelas bangsawan) Sunda yaitu Raden Somanagara dan Nyi Raden Ayu Rajapermas.
Kedua orangtua Dewi Sartika juga merupakan pejuang Indonesia yang menentang pemerintah Hindia Belanda.
Dikarenakan menentang Hindia Belanda, kedua orangtua Dewi Sartika diasingkan ke Ternate dan terpisah oleh dirinya.
Setelah kedua orangtuanya mendinggal, Dewi Sartika kemudian diasuh sang paman, Aria. Dari sang Paman, Dewi Sartika mendapatkan ilmu pengetahuan terkait adat budaya Sunda.
Tak hanya mempelajari adat Sunda, seorang Asisten Residen berkebangsaan Belanda juga mengajarkan Dewi Sartika tentang budaya dan adat bangsa Barat.
Hal ini yang membuat Dewi Sartika ingin memajukan pendidikan bagi kaum perempuan di Indonesia.
2. Minat terhadap pendidikan hingga mendirikan sekolah
Berbagai sumber menyebutkan, Dewi Sartika memang sudah memiliki minat terhadap dunia pendidikan sejak kecil. Mahir dalam membaca dan menulis membuat Dewi Sartika sering kali bermain peran dengan teman-temannya sebagai guru-guruan.
Dengan kemampuannya itu, ia mengajarkan kepada anak-anak sekitar khususnya anak perempuan pribumi. Kemudian pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika mulai mendirikan sekolah.
Ia mendapat dukungan dari sang kakek, Raden Agung A Martanegara dan seorang Inspektur Kantor Pengajaran, Den Hamer.
Dewi Sartika berhasil mendirikan sebuah sekolah untuk kaum perempuan yang bernama Sekolah Isteri.
Sekolah ini tak hanya mengajarkan para perempuan untuk dapat belajar membaca, menulis serta berhitung, tetapi turut pula diajarkan seni menjahit, merenda dan belajar agama.
Pada awal dibuka, sekolah ini hanya memiliki 20 murid saja.
Seiring berjalannya waktu, jumlah perempuan yang ingin sekolah pun meningkat dan membuat sekolah ini akhirnya dipindahkan dari kepatihan Bandung ke tempat yang lebih luas.
3. Banyaknya perempuan yang memiliki cita-cita seperti Dewi Sartika
Setelah berpindah tempat, nama skeolah ini pun berubah menjadi Sekolah Keutamaan Isteri. Sejalan dengan kepindahan sekolah, pada tahun 1910, Sekolah Keutamaan Isteri resmi dibuka di gedung yang lebih luas.
Tak hanya pelajaran umum dan seni belajar lainnya, para perempuan di sini juga mendapat pelajaran bagaimana menjadi ibu rumah tangga yang baik, mandiri dan terampil. Setelah dua tahun kepindahan sekolah ini, banyak perempuan Sunda yang ahirnya memiliki cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika.
Hingga tahun 1912, jumlah sekolah isteri mencapai sembilan sekolah lantaran banyaknya para perempuan yang mempunyai visi misi serupa seperti Dewi Sartika.
Banyaknya sekolah perempuan di Sunda memunculkan kembali ide untuk mendirikan organisasi. Tahun 1913, berdiri Organisasi Keutamaan Isteri yang bertujuan untuk menaungi sekolah-sekolah yang telah didirikan di Tasikmalaya.
Organisasi ini sengaja dibentuk, guna menyatukan sistem pembelajaran dari sekolah-sekolah yang telah dibangun Dewi Sartika.
4. Tak pernah mengeluh dalam mendirikan sekolah untuk kaum perempuan
Setelah berganti nama Sekolah Keutamaan Isteri, sekolah ini kemudian kembali berganti nama menjadi Sekolah Keutamaan Perempuan.
Pada masa itu, seperempat wilayah Jawa Barat telah berdiri Sekolah Keutamaan Perempuan.
Seorang perempuan bernama Encik Rama Saleh yang terinspirasi oleh Dewi Sartika juga mendirikan sekolah di wilayah Bukittinggi.
Di tahun 1929, Sekolah Keutamaan Perempuan berubah nama menjadi Sekolah Raden Dewi. Pemerintah Hindia Belanda memberikan apresiasi dengan membangunkan sebuah gedung sekolah baru yang lebih besar dari sebelumnya.
Dewi Sartika bersama sang suami yang juga merupakan salah seorang guru di Sekolah Karang Pamulang turut ikut banting tulang untuk membayar pengeluaran operasional sekolah.
Dewi Sartika tak pernah mengeluh dan justru merasa terobati ketika melihat kaum perempuan bisa memperoleh pendidikan.
5. Mendapat gelar pahlawan setelah 19 tahun meninggal
Memasuki usia senja, Dewi Sartika hidup bersama warga dan pejuang di Sunda. Saat itu, tepat pada 1947, Belanda kembali melakukan serangan agresi militer. Dewi Sartika bersama seluruh rakyat pribumi dan pejuang lainnya ikut melawan untuk membela tanah air.
Untuk mempertahankan Indonesia, seluruh penduduk mengungsi. Pada 11 September 1947, Dewi Sartika menghembuskan napas terakhirnya saat berada di pengungsian mereka di Tasikmalaya.
Dikarenakan masih dalam situasi peperangan, pemakaman dan upacara dilakukan secara sederhana. Pemakaman Cigagadon yang ada di Desa Rahayu, Kecamatan Cineam adalah makam dari Dewi Sartika.
Setelah perang agresi militer, sekitar tahun 1950, makam Dewi Sartika dipindahkan ke kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jl. Karang Anyar – Bandung.
Sesuai SK Presiden RI Nomor 152 Tahun 1966, Dewi Sartika mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Nasional, tepatnya pada tanggal 1 Desember 1966. Saat itu juga, Sekolah Keutamaan Isteri berusia 35 tahun dan mendapat gelar Orde van Oranje-Nassau.
Nah, itu tadi biografi Raden Dewi Sartika yang merupakan pejuang emansipasi perempuan pada masanya. Semoga perjuangan beliau bisa menjadi contoh untuk anak-anak agar lebih semangat dalam menempuh pendidikannya.
Baca juga:
- 5 Daftar Sekolah yang Didirikan Oleh Pahlawan Nasional
- 4 Pahlawan Asing yang Berperan dalam Kemerdekaan Indonesia
- Anak Harus Tahu! Ini 7 Museum Tertua Bersejarah yang Ada di Indonesia