Tips 5 Membesarkan Anak Lelaki Agar Memiliki Kecerdasan Emosi
Lakukan 5 langkah berikut ini, Ma
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Banyak yang percaya dengan mitos anak lelaki terlahir dengan kecerdasan emosi yang lebih rendah dibanding anak perempuan. Sedikit saja tidak suka dengan omongan orang lain, anak lelaki bisa langsung marah. Tak jarang, marahnya ini dilampiaskan secara berlebihan sampai memukul teman.
Duh, Mama pasti tidak mau kan anak lelaki Mama tumbuh menjadi remaja pemarah dan kasar seperti ini. Untuk itu anak lelaki harus bisa melawan stigma tersebut, bahwa anak lelaki juga bisa memiliki kecerdasan emosi.
Jika anak Mama adalah salah satu anak yang tergolong pemarah (atau bahkan suka mem-bully teman), maka Mama perlu mengetahui terlebih dahulu alasannya melakukan itu. Umumnya anak lelaki melampiaskan emosi buruk itu hanya untuk menghindari rasa malu, terasing, atau bahkan di-bully.
Takut dirinya dipermalukan atau dijahati teman, maka anak lelaki Mama tumbuh menjadi sosok yang paling ia takuti atau hindari. Atau lebih parahnya, beberapa anak lelaki bersikap kasar hanya agar diterima di kelompok pertemanan tertentu, yang menurutnya keren.
Wah, jangan sampai ini terjadi pada anak lelaki Mama, ya. Untuk mencegah itu, maka Mama bisa melakukan 5 cara berikut ini untuk membesarkan anak lelaki yang cerdas secara emosi.
Bagaimana caranya? Simak 5 langkah ini yuk, Ma.
1. Hormati dan lindungi kehidupan emosinya
Seiring bertambahnya usia anak, semakin besar pula kebutuhannya untuk mengeksplorasi apa yang ada di dalam dirinya. Maka beri anak izin untuk mengenal dirinya sendiri (self-awareness). Hormati apa yang anak rasakan, dan jangan mendikte apa yang harus ia rasakan.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), masa remaja adalah masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood bisa berubah dengan sangat cepat atau yang sering disebut mood swing. Itu adalah hal yang normal terjadi, Ma.
Untuk itu, ciptakan lingkungan yang nyaman agar anak bisa mengekspresikan kebutuhan emosi tersebut, tanpa perlu merasa takut atau malu.
2. Beri rasa tanggung jawab dan percaya diri
Menurut IDAI, remaja yang diberi kesempatan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya diri, dan tentu saja mampu bertanggung jawab.
Rasa percaya diri dan tanggung jawab ini yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati diri positif pada remaja.
Dengan modal rasa percaya diri dan sikap penuh tanggung jawab inilah ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain juga lingkungan.
3. Bentuk kepekaan akan emosi diri sendiri
Ajarkan anak bahwa emosi yang ia tunjukkan adalah sumber informasi paling tepat bagi orang lain untuk mengetahui siapa diri kita sebenarnya. Ajarkan anak untuk mengucapkan apa yang ia rasakan, bukan hanya apa yang ia pikir.
Bagi Mama dengan anak usia pra-remaja (usia awal pubertas), maka Mama bisa mengajaknya mengenali atau bahkan memberi nama dari emosi-emosi yang ia rasakan. Tujuannya adalah untuk memperkaya perbendaharaan kata akan spektrum emosi manusia.
Setiap emosi buruk yang ia tunjukkan, beri tahu dampaknya bagi tubuh dan kesehatan jiwanya.
4. Mengenal kecerdasan emosi orang lain
Untuk menjaga hubungan baik dengan teman atau orang lain, maka sangat penting bagi anak untuk bisa mengenali kecerdasan emosi orang lain. Tak hanya itu, anak juga perlu diajarkan bagaimana cara menghadapinya.
Namun sebelum memiliki kemampuan ini, anak harus bisa peka terhadap perasaan orang lain. Kemudian ajarkan ia bagai cara mengantisipasi, mengenali, dan mengimbangi perasaan orang lain, baik itu teman, keluarga, dan bahkan orang tak dikenal.
5. Beri pengertian tentang 'cowok macho'
Beberapa anak membuat definisinya sendiri akan arti jantan atau macho. Sayangnya, ada yang salah mengerti, dan menafsirkan macho itu harus suka berkelahi dan berani mem-bully orang. Waduh, jangan sampai anak Mama seperti ini, ya.
Untuk itu, beri tahu anak kalau di dunia ini ada begitu banyak cara baik untuk tampil macho. Pria sejati itu bukan yang suka berkelahi, namun justru yang memiliki kecerdasan emosi.
Semakin baik sikap pria, semakin macho pula ia di mata semua orang. Namun untuk mengajarkan ke tahap ini, jangan paksa anak untuk merasakan hal yang tidak ia rasakan. Maka berilah contoh bagaimana cara pria sejati bersikap pada orang lain dan pada dirinya sendiri.
Dengan begitu, anak akan tumbuh menjadi anak lelaki yang peduli, pria pemberani, ayah yang penuh cinta, teman yang baik, pasangan yang setia, pekerja yang produktif, dan tentu saja masyarakat yang berguna.
Baca juga: Perbedaan mengasuh anak laki-laki dan perempuan menurut ahli