Hoarding Disorder, Perilaku Anak Menimbun Barang yang Perlu Diwaspadai
Ketika anak suka mengumpulkan benda-benda secara berlebihan, waspadai hoarding disorder
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Setiap orang memiliki benda-benda yang punya nilai sentimentil tersendiri. Tak terkecuali anak-anak. Banyak anak mengumpulkan benda-benda remeh yang terlihat tidak bernilai nyata, seperti batu atau stiker.
Tidak mengherankan apabila sebagian besar kamar anak-anak terlihat berantakan karena banyak barang yang disimpannya. Tetapi pada anak dengan gangguan hoarding disorder, kebiasaan menimbun barang mengganggu kehidupan mereka sehari-hari.
Lalu, apa yang menyebabkan anak mengalami gangguan ini? Berikut Popmama.com merangkum tentang hoarding disorder pada anak yang penting diketahui orangtua, dilansir dari You Are Mom:
1. Apa itu hoarding disorder?
Hoarding disorder atau gangguan penimbunan adalah kondisi di mana seseorang merasa terikat terhadap benda-benda yang dimilikinya dan merasa sulit menyingkirkan benda-benda tersebut. Anak yang menderita hoarding disorder cenderung menyimpan berbagai macam barang yang tidak memiliki nilai nyata dan merasa tidak mampu membuangnya.
Hoarding disorder berbeda dengan mengkoleksi barang karena obyek yang terakumulasi tidak terkait satu sama lain. Obyek-obyek yang ditimbun tidak memiliki pola nyata apapun. Mereka dapat mengumpulkan apa saja, mulai dari mainan hingga kertas, dari batu-batuan hingga tissue toilet.
2. Hoarding disorder terkait hubungan emosional
Mungkin kebiasaan ini sulit dipahami oleh kita yang tidak mengalaminya. Tetapi anak dengan hoarding disorder memiliki hubungan emosional yang sangat kuat dengan benda-benda yang dimilikinya. Faktanya, benda-benda tersebut tidak memiliki nilai nyata atau simbolis. Mereka hanya sekadar mengumpulkannya.
Benda-benda yang ditimbun anak dapat memonopoli energi mentalnya. Ketika benda-benda tersebut akan dibuang, mereka merasakan kecemasan yang luar biasa.
3. Penyebab hoarding disorder pada anak
Apa penyebab pasti hoarding disorder pada anak, masih belum jelas hingga kini. Namun ada beberapa bukti yang tampaknya menunjukkan bahwa 50 persen kasus terkait dengan faktor genetik.
Selain itu, sebagian besar anak penderita hoarding disorder juga menderita penyakit mental terkait lainnya, seperti kecemasan atau gangguan suasana hati.
Hoarding disorder tampaknya lebih sering terjadi pada anak yang menderita ADHD. Peristiwa traumatis atau stres dapat memicu timbulnya gejala atau memperburuk kondisinya.
4. Gejala hoarding disorder pada anak
Pengobatan gangguan ini bisa menjadi rumit karena penderitanya tidak menyadari bahwa dirinya memiliki masalah. Ketika orangtua mencari bantuan profesional untuk gangguan lain yang muncul terkait kecemasan, biasanya di saat itulah hoarding disorder baru terdeteksi.
Selain itu, saat orang dewasa mencoba mengambil benda-benda yang ditimbun anak dan anak bereaksi dengan kemarahan, frustrasi, dan histeris, ini adalah gejala hoarding disorder yang tampak jelas.
5. Perawatan hoarding disorder pada anak
Penting mengetahui bahwa hoarding disorder adalah gangguan kronis dan progresif. Kasus selama masa kanak-kanak dan remaja jarang terjadi, tetapi jika muncul, kemungkinan besar akan berkembang dan bertambah parah selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, penting untuk melakukan intervensi sesegera mungkin.
Perawatan anak yang mengalami hoarding disorder bergantung pada usia anak. Anak di bawah usia 9 tahun biasanya belum memiliki kemampuan kognitif yang diperlukan untuk menerapkan teknik psikoterapi tertentu.
Dalam hal ini, peranan orangtua sangatlah penting. Pertama, untuk mencegah anak memperoleh dan menimbun barang-barang baru. Kedua, untuk mendorong anak secara bertahap menyingkirkan barang-barang yang sudah dimiliki.
Ketika anak berusia di atas 10 tahun, kemungkinan terapi akan menyarankan anak menjalani psikoterapi perilaku kognitif. Tujuannya adalah agar anak memahami perasaan meraka dan mengetahui asal mula gangguan tersebut. Kemudian pikiran dan perilaku anak bisa perlahan-lahan diubah selama proses terapi berlangsung.
Konsultasikan dengan dokter dan psikolog anak apabila mama mendapati ciri-ciri hoarding disorder pada anak. Semoga informasi ini bermanfaat.
Baca juga:
- Cara Mengatasi Pupafobia, Fobia Boneka pada Anak
- Anak Suka Mengigiti Kulit Jarinya? Waspada Dermatophagia
- 7 Kalimat yang Tak Boleh Diucapkan pada Anak di Waktu Makan