Cerita Putri Mandalika, Inspirasi Festival Bau Nyale Lombok
Festival Bau Nyale di Lombok terinspirasi dari seornag putri cantik bernama Mandalika
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Legenda Putri Mandalika adalah salah satu kisah rakyat Nusantara yang berasal dari Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Nama Mandalika kini semakin dikenal luas karena menjadi nama sirkuit internasional, Pertamina Mandalika International Circuit.
Namun, di balik nama besar ini, ada cerita penuh makna tentang pengorbanan dan cinta terhadap rakyat.
Putri Mandalika, putri dari Kerajaan Sekar Kuning, dikenal sebagai sosok bijaksana dan penuh kasih. Keputusannya yang mengejutkan untuk menyerahkan diri pada ombak laut, demi menghindari perang di antara pangeran-pangeran yang memperebutkannya, menjadi inti dari legenda ini.
Bahkan, cacing laut warna-warni yang disebut Nyale dipercaya sebagai jelmaan Putri Mandalika dan menjadi bagian penting dari tradisi tahunan masyarakat Sasak, yaitu Festival Bau Nyale.
Bagaimana lengkapnya cerita Putri Mandalika dan pesan moral yang bisa kita ambil? Berikut ulasannya dari Popmama.com.
Cerita Putri Mandalika dari Lombok
1. Putri bijaksana dari Kerajaan Sekar Kuning
Putri Mandalika lahir sebagai putri tunggal dari Raden Panji Kusuma dan Dewi Seranting, penguasa Kerajaan Sekar Kuning di Pulau Lombok. Sejak kecil, ia dikenal sebagai anak yang lembut hati, cerdas, dan penuh kasih sayang terhadap rakyatnya.
Didikan dari kedua orang tuanya yang bijaksana membuat Mandalika tidak hanya memahami tanggung jawabnya sebagai seorang putri, tetapi juga tumbuh menjadi sosok yang rendah hati.
Walau hidup di dalam kemewahan istana, Putri Mandalika sering keluar untuk menemui rakyatnya. Ia membantu para petani di ladang, menemani anak-anak belajar, dan mendengarkan keluhan mereka tanpa memandang status.
Kebijaksanaan dan kepeduliannya ini membuat rakyat Sekar Kuning begitu mencintainya, menganggapnya sebagai anugerah bagi kerajaan. Namun, kecantikan parasnya yang mempesona dan hati yang mulia justru membawa cobaan besar dalam hidupnya.
2. Lamaran para pangeran membawa konflik
Ketika usianya menginjak dewasa, kecantikan dan kebijaksanaan Putri Mandalika tersiar hingga ke kerajaan-kerajaan lain. Belasan pangeran dari berbagai penjuru datang untuk meminangnya. Masing-masing pangeran berlomba-lomba memberikan hantaran terbaik, mulai dari perhiasan emas bertatahkan permata, kain sutra dari negeri seberang, hingga hewan ternak yang melimpah.
Akan tetapi, niat baik itu berubah menjadi persaingan sengit. Para pangeran tidak mau mengalah satu sama lain, bahkan saling mencela dan memamerkan kekayaan mereka. Konflik semakin memanas ketika beberapa pangeran mulai mengancam akan menyerang Kerajaan Sekar Kuning jika lamaran mereka ditolak.
Situasi ini membuat Putri Mandalika berada di bawah tekanan besar. Baginya, memilih satu pangeran berarti melukai hati yang lain, dan lebih buruk lagi, bisa memicu perang yang akan membawa penderitaan bagi rakyatnya.
3. Keputusan sulit di tebing Pantai Seger
Terhimpit oleh keadaan, Putri Mandalika memutuskan untuk mencari petunjuk melalui semedi di tebing Pantai Seger. Selama tiga hari tiga malam, ia berdoa dengan khusyuk, memohon kepada Sang Hyang Widhi* agar diberikan jalan keluar terbaik untuk menyelamatkan rakyatnya dari konflik yang akan terjadi. Pada pagi hari ketiga, ia memanggil seluruh pangeran dan rakyat ke tebing itu.
Dengan balutan kain sutra warna-warni, ia berdiri di hadapan mereka dan menyampaikan keputusannya. “Aku tidak bisa memilih salah satu di antara kalian,” ucapnya dengan suara yang tenang namun penuh keyakinan.
“Jika aku memilih satu, akan ada perang yang melukai banyak orang. Karena itu, aku memilih kalian semua. Aku akan menjadi milik alam, menjadi bagian dari lautan yang menghidupi kita semua.”
Setelah menyampaikan kata-kata terakhirnya, Putri Mandalika melompat dari tebing ke laut yang bergelombang. Para pangeran dan rakyat yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa menangis dan terkejut, kehilangan sosok yang mereka cintai.
Note:
*Sang Hyang Widhi: Sang Hyang Widhi (juga dikenal sebagai Acintya atau Sang Hyang Tunggal) adalah sebutan bagi Tuhan yang Maha Esa dalam agama Hindu Dharma masyarakat Bali dan Jawa.
4. Jelmaan Putri Mandalika menjadi Nyale
Rakyat Kerajaan Sekar Kuning segera berusaha mencari tubuh Putri Mandalika di laut, tetapi yang mereka temukan hanyalah ribuan cacing laut kecil berwarna-warni. Rakyat percaya bahwa cacing-cacing itu adalah jelmaan sang putri.
Mereka menamakannya Nyale, sesuai dengan warna-warna kain yang dikenakan Putri Mandalika saat melompat ke laut.
Sejak saat itu, masyarakat Sasak mengadakan tradisi tahunan Bau Nyale sebagai bentuk penghormatan dan mengenang pengorbanan Putri Mandalika.
Tradisi ini dilakukan setiap tahun di sekitar Pantai Seger. Nyale yang ditangkap dipercaya membawa keberkahan, seperti kesuburan tanah, panen yang melimpah, dan kesejahteraan bagi semua orang.
Kisah Putri Mandalika tidak hanya menjadi legenda, tetapi juga simbol cinta sejati terhadap rakyatnya, yang rela mengorbankan dirinya demi kedamaian.
5. Pesan moral dari kisah Putri Mandalika
So far, cerita Putri Mandalika menyimpan banyak pelajaran berharga, loh, untuk kehidupan bermasyarakat manusia, berikut beberapa diantaranya yang dapat kita pelajari,
- Putri Mandalika menunjukkan bagaimana seseorang harus mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.
- Raja dan Ratu Sekar Kuning menunjukkan sikap bijaksana dan ikhlas dalam mendukung keputusan Putri Mandalika.
- Para pangeran yang awalnya bersikap egois akhirnya belajar untuk menjadi pemimpin yang lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa kita harus menghindari sifat sombong demi kehidupan yang lebih tenang.
Cerita Putri Mandalika bukan hanya sekadar cerita rakyat, tetapi juga simbol pengorbanan dan cinta terhadap sesama.
Baca juga:
- Cerita Rakyat Lutung Kasarung dan Purbasari Singkat
- 7 Cerita Dongeng Sebelum Tidur, Lucu dan Menarik
- 11 Cerita Dongeng Putri dengan Pesan Moral yang Baik untuk Anak