Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Stunting merupakan salah satu masalah pada kesehatan yang disebabkan oleh kurangnya nutrisi. Ada dua hal yang berbeda yaitu, Stunted adalah kondisi tinggi badan anak minus 2 standar deviasi berdasarkan kurva WHO.
Sedangkan Stunting adalah anak yang mengalami stunted karena nutrisi yang tidak baik dan infeksi yang berulang selama 1000 hari pertama kehidupan.
UNICEF menyatakan pada tahun 2020, secara global 22% anak balita mengalami stunting. Di Indonesia sendiri prevalensinya masih tinggi yaitu diatas 30%. Selain itu berdasarkan Kementerian Kesehatan, pada tahun 2013 angka stunting di Indonesia adalah 37,2% dan pada tahun 2018 turun menjadi 30,8% namun masih dikategorikan tinggi.
Melalui konferensi virtual pada Kamis (14/10/2021) dalam suatu peluncuran produk susu bersama Dr. dr, Lanny C. Gultom, SpA yang merupakan seorang Dokter Spesialis Anak menyebutkan bahwa prevensi atau pencegahan anak untuk tidak menjadi stunting merupakan tindakan yang harus dilakukan.
dr. Lanny juga menjelaskan "Ada 3 hal yang harus dilakukan dalam pencegahan stunting, pertama melakukan deteksi dini, melihat infeksi pada anak, dan memberi tata laksana yang adequate."
Perlu diingat bahwa seorang anak tidak bisa langsung dikatakan terkena stunting, melainkan melewati beberapa proses terlebih dahulu. Lantas apa yang perlu dilakukan para orang tua untuk mendeteksi stunting pada anak?
Berikut Popmama.com telah merangkum informasi selengkapnya.
1. Melakukan pengukuran antropometri secara rutin
Untuk mendeteksi stunting pada anak, salah satu yang harus dilakukan adalah melakukan antropometri pengukuran rutin diantaranya, pengukuran berat badan, panjang badan, menilai berat badan menurut usia, tinggi badan menurut usia, tinggi badan menurut berat badan, lingkar kepala, dan seterusnya.
Hal ini penting untuk menentukan tren pertumbuhan, apakah anak mengalami risiko gagal tumbuh dan menilai peningkatan kenaikan tinggi badannya.
Pengukuran berat badan di bawah 2 tahun harus berbaring dan telanjang menggunakan timbangan khusus anak balita yang berbaring. Sedangkan, anak di atas 2 tahun ditimbang dengan pakaian yang minimal dan berdiri.
2. Melakukan plotting kurva pertumbuhan menurut WHO
Setelah melakukan pengukuran, baik penimbangan atau pengukuran tinggi badan. Selanjutnya adalah memplotting dalam kurva menurut WHO. Kurva tersebut dikelompokkan berdasarkan berat badan menurut umur, tinggi badan menurut umur, dan berat badan menurut panjang badan.
Apabila dalam kurva tersebut, panjang atau tinggi badan anak di bawah garis merah -2 maka dikatakan anak tersebut memiliki perawakan pendek dan bisa berdampak stunting. Untuk memudahkan, kurva tersebut dapat dilihat di buku Kesehatan Ibu dan Anak.
Bisa juga menggunakan sebuah aplikasi bernama PrimaKu yang dibuat oleh Ikatan Dokter Indonesia. Di dalam aplikasi tersebut juga terdapat kurva pertumbuhan menurut WHO.
3. Proses gagal tumbuh
Seorang anak tidak bisa langsung dikatakan terkena stunting. Jika memiliki perawakan pendek tetapi kenaikan tinggi badannya konsisten dan sehat sesuai usia, belum dikatakan mengalami stunting. Seorang anak yang mengalami stunting dimulai dari proses gagal tumbuh.
"Seorang anak mengalami failure to thrive atau gagal tumbuh, yang artinya kenaikan berat badan yang tidak adequate. Apabila tidak diatasi maka akan jatuh ke dalam kelompok anak yang mempunyai berat badan kurang." ungkap dr. Lanny dokter spesialis anak RSUP Fatmawati.
Pada umumnya pada usia 0-3 bulan seorang anak memiliki kenaikan berat badan yang baik. Namun, apabila pada usia selanjutnya mengalami penurunan berat badan, bisa dikatakan anak tersebut mengalami gagal tumbuh. Apabila tidak diatasi, anak tersebut bisa dikatakan terkena stunting.
Jika anak mempunyai berat badan yang kurang, sebaiknya harus segera diatasi dengan pemberian nutrisi dan faktor pendukung lainnya.
4. Infeksi yang menyebabkan kenaikan berat badan tidak adequate
Para orang tua harus meneliti lebih dalam apakah anak memiliki infeksi atau tidak. Karena infeksi yang berulang juga merupakan salah satu faktor gagal tumbuh yang menyebabkan stunting. Infeksi tersebut diantaranya seperti HIV, tuberkulosis, penyakit jantung bawaan, keganasan, alergi susu sapi.
Selain itu juga pemberian ASI yang tidak adequate dan penyiapan formula yang tidak tepat menyebabkan berat badan tidak adequate. "Misalnya, susu formula pada anak harus 10 sendok takar dengan 30 cc, namun hanya diberikan 1 takar 60 cc. Sehingga terjadi pengencerean, sehingga kalorinya lebih rendah yang membuat kenaikan berat badan juga berkurang." jelas dr. Lanny.
Ketika melihat seorang anak dengan perawakan pendek, ada baiknya mendeteksi terlebih dahulu apakah anak menderita stunting atau tidak. Pendeteksian tersebut bisa dilihat dari yang sudah dijelaskan di atas.
Semoga informasinya bermanfaat ya, Ma!
Baca juga:
- Pemenuhan Nutrisi Anak untuk Mencegah Stunting
- Penting Diketahui, Penuhi 10 Kebutuhan Nutrisi pada Anak 2 Tahun
- Stimulasi dan Nutrisi, Jadi Pondasi Tumbuh Kembang Anak yang Optimal