Kenali Emosi Anak, Apa Perbedaan Tantrum dan Meltdown?
Sering dianggap sama, namun tantrum dan meltdown berbeda lho!
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Setiap manusia tentunya memiliki perasaan, senang, sedih, takut, yang disebut dengan emosi. Bahkan perasaan ini juga dialami oleh si Kecil. Karena itu, penting sejak dini untuk mengajarkan anak agar bisa memahami emosinya dan mengendalikannya.
Salah satu perkembangan emosi yang pertama dialami oleh anak kecil adalah tantrum dan meltdown. Banyak orangtua yang menganggap bahwa tantrum dan meltdown merupakan hal yang sama.
Walaupun memang kedua emosi ini terlihat mirip, tetapi jika diperhatian, meltdown sangatlah berbeda dari tantrum lho! Lalu apa saja perbedaannya?
Berikut ini Popmama.com telah menyiapkan perbedaan tantrum dan meltdown selengkapnya di bawah ini!
1. Tantrum merupakan emosi yang dikeluarkan anak saat mereka frustasi tidak mendapatkan apa yang diinginkan
Pada dasarnya, tantrum merupakan emosi marah. Emosi ini dikeluarkan anak saat mereka frustasi tidak mendapatkan hal yang diinginkan. Anak di usia balita, dapat lebih sering mengalami tantrum. Hal ini karena anak belum bisa mengungkapkan yang ia rasakan.
Emosi tantrum ini pelan-pelan dapat berkurang ketika anak sudah mulai bisa berbicara. Anak yang mengalami tantrum, dapat melampiaskannya dengan marah, berteriak, menangis, dan memukul-mukul sampai ia mendapatkan apa yang diinginkan.
Bahkan mungkin sesekali anak bisa berhenti dan memastikan Mama dan Papa memperhatikannya. Mengingat penggunaan kata yang masih terbatas, sangat kecil kemungkinan anak balita tidak tantrum.
Pasti ada masa-masa di mana anak frustasi karena tidak tahu apa yang harus dikatakannya, dan pada akhirnya memilih mengandalkan emosinya.
2. Meltdown merupakan dorongan emosi ketika anak sudah mulai kewalahan akan perasaannya sendiri
Sering dianggap sama dengan tantrum, namun meltdown merupakan dorongan emosi anak ketika dirinya sudah mulai kewalahan akan perasannya sendiri. Singkatnya, anak mengetahui apa yang memicu emosi tantrumnya, sedangkan meldown anak tidak tahu.
Yang ia rasakan adalah tiba-tiba lelah sehingga melampiaskannya dengan menangis dan berteriak. Jika dalam kondisi ini, segala bujukan Mama mungkin sudah tidak mempan baginya.
Karena sebenarnya anak juga tidak tahu penyebab ia marah. Entah bisa karena suara berisik di sekitarnya, atau karena melihat sesuatu yang tidak ia suka, atau apapiun yang tiba-tiba bisa memicu emosinya.
3. Anak yang mengalami tantrum bisa saja dilanjutkan menjadi emosi meltdown
Menurut Professor Psikologi Amori Mikami dari University of British Columbia, emosi meltdown bisa saja datang dari anak yang sedang tantrum. Karena anak sudah lelah merasakan emosi marahnya yang berlebihan, sehingga ia menangis tanpa bisa mengungkapkan apa yang ia mau.
Menurutnya, ada baiknya jika Mama belajar strategi untuk menenangkan anak yang sedang tantrum sebelum berlanjut ke meltdown. Hal itu karena tantrum jauh lebih mudah ditangani daripada meltdown.
Saat masih di fase emosi tantrum, anak masih dapat diajak bicara. Sedangkan jika sudah berada pada fase emosi meltdown, anak sudah tutup telinga dan hanya mau diam menangis saja.
Anak akan selesai tantruk ketika dirinya sudah mendapatkan apa yang diinginkan, namun meltdown cenderung berakhir dengan anak yang kelelahan menangis dan berteriak, sehingga akhirnya ia diam saja atau langsung tertidur.
4. Anak yang sedang mengalami tantrum bisa melakukan hal-hal kekerasan seperti memukul dan menendang
Karena pada dasarnya tantrum merupakan emosi marah anak, bisa saja saat tantrum anak memukul dan menendang orang-orang sekitarnya untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Namun, hal ini jangan dibiarkan terus menerus, orangtua perlu bertindak tegas untuk mengoreksinya.
Saat anak mulai memukul, Mama dan Papa bisa mengatakan untuk berhenti melakukannya dan bicarakan dengan baik-baik. Anak perlu ditegaskan, kalau terus memukul tidak akan mendapatkan apa yang ia mau.
Memang sesekali anak perlu merasakan emosi marah dan sedih, namun jangan biarkan anak terus menerus mendapatkan apa yang diinginkan dengan cara kekerasan.
5. Cara mengatasi anak yang tantrum yaitu dengan memberikan hal yang diinginkannya dan diimbangi ketegasan
Karena pada dasarnya berbeda, tentu cara menanganinya bisa berbeda. Cara mudah menangani anak yang tantrum adalah dengan memberikan hal yang diinginkannya. Tapi hal ini perlu diimbangi dengan ketegasan, agar tidak serta merta menuruti semua keinginan anak.
Cara lain adalah Mama perlu bernegosiasi dengan anak. Dengan bernegosiasi, anak bisa paham kalau sebenarnya Mama Papa memperhatikannya. Ia juga bisa memahami kalau tidak bisa mendapatkan semua yang diinginkan, atau ada konsekuensi lainnya.
Namun, jangan bicara dengan suara yang sama-sama marah ya Ma, berbicara dengan marah justru dapat membuat tantrum anak semakin menjadi-jadi
6. Cara mengatasi meltdown yaitu orangtua perlu mengeluarkan anak dari kondisi yang membuatnya emosi
Sedangkan cara mengatasi meltdown, orangtua perlu mengeluarkan anak dari kondisi yang membuatnya emosi. Seperti menjauh dari keramaian yang mengganggu anak.
Tak perlu mengajaknya berbicara dan memaksa anak mengatakan penyebabnya, hal itu justru akan memperparah emosi anak. Cukup duduk diam di sampingnya sambil memeluknya atau mengelus punggungnya untuk menenangkan anak.
Ketika emosi meltdown ini selesai, dan anak sudah tenang anak bisa diajak berbicara lagi. Kuncinya, anak perlu benar-benar tenang terlebih dahulu.
Itulah perbedaan dan cara menangani tantrum serta meltdown. Melihat anak yang tiba-tiba tantrun atau meltdown memang bisa membuat Mama lelah. Namun, jangan khawatir ya Ma, karena fase ini akan berkurang saat anak berumur balita ke atas.
Baca juga:
- Saat Anak Tantrum, 5 Perilaku Ini Menandakan Adanya Gangguan Mental
- Penting! 5 Cara Menghindari Anak dari Ledakan Tantrum
- Jangan Langsung Kesal Ya Ma, Tantrum Ternyata Punya Manfaat Baik Lho