10 Cerita Fantasi Pendek Penuh Imajinasi untuk Anak
10 cerita fantasi pendek yang seru dan penuh keajaiban, bisa mengembangkan imajinasi anak!
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Cerita fantasi telah menjadi bagian penting dalam dunia sastra karena kemampuannya untuk mengajak pembaca terbang ke dunia yang penuh keajaiban dan imajinasi.
Meskipun penuh dengan unsur kemustahilan, cerita fantasi selalu berhasil menciptakan dunia alternatif yang menarik dan memikat.
Cerita-cerita seperti Bawang Merah Bawang Putih atau Timun Mas adalah contoh klasik yang mengandung unsur magis dan misteri. Kemudian, Cinderella dan Putri Salju merupakan salah satu contoh dari cerita fantasi versi barat.
Popmama.com akan membahas apa itu cerita fantasi pendek, ciri-cirinya, kaidah kebahasaan, hingga 10 contoh cerita fantasi yang melegenda ada di sini!
Pengertian Cerita Fantasi
Cerita fantasi adalah jenis teks yang sepenuhnya bersumber dari imajinasi dan angan-angan penulis. Berbeda dengan cerita yang bersifat realistis, cerita fantasi menggambarkan dunia yang penuh dengan kemustahilan dan keajaiban.
Tokoh-tokohnya sering kali memiliki kekuatan luar biasa atau mengalami kejadian yang tidak masuk akal, seperti bertemu dengan makhluk-makhluk ajaib, atau melakukan perjalanan ke dunia lain.
Meskipun bersifat fiksi, cerita fantasi tetap bisa memberikan pelajaran moral dan nilai-nilai kehidupan yang relevan.
Struktur Teks Cerita Fantasi
Struktur cerita fantasi memiliki tiga bagian utama yang membangun alur cerita. Berikut adalah penjelasannya:
- Orientasi: Ini adalah bagian pengenalan cerita, di mana tokoh utama, latar, dan konflik mulai diperkenalkan. Misalnya, dalam cerita fantasi, kita mungkin akan diberi gambaran tentang dunia magis atau karakter-karakter luar biasa yang akan terlibat dalam petualangan.
- Komplikasi: Ini adalah bagian di mana masalah muncul. Konflik mulai berkembang dan semakin memanas, menciptakan ketegangan dalam cerita. Di sinilah keajaiban dan unsur fantasi mulai dimainkan.
- Resolusi: Pada bagian akhir cerita, masalah yang ada akan diselesaikan. Resolusi sering kali membawa pemecahan yang mengejutkan atau penuh dengan keajaiban.
Ciri-ciri Cerita Fantasi
Cerita fantasi memiliki ciri-ciri yang membedakannya dari jenis cerita lainnya. Beberapa ciri-ciri tersebut adalah:
- Cerita fantasi selalu mengandung elemen yang tidak bisa ditemukan dalam dunia nyata, seperti sihir, makhluk fantastis, atau dunia paralel.
- Tokoh dalam cerita fantasi sering kali memiliki kekuatan luar biasa, seperti kemampuan untuk mengendalikan elemen alam atau berbicara dengan hewan.
- Ceritafantasi sering membawa pembaca ke dunia baru yang tidak terbatas oleh hukum alam yang ada di dunia nyata. Ini memberi kebebasan bagi penulis untuk mengeksplorasi imajinasi mereka.
- Dunia fantasi biasanya memiliki latar yang berbeda dan penuh dengan keajaiban, baik itu hutan yang berbicara, istana yang terbang, atau kota yang berada di awan.
Kaidah Kebahasaan Cerita Fantasi
Dalam menulis cerita fantasi, bahasa yang digunakan sangat penting untuk menciptakan suasana dan membangun dunia yang imajinatif. Beberapa kaidah kebahasaan yang sering digunakan antara lain:
- Kata Ganti dan Nama Orang: Penggunaan kata ganti seperti aku, dia, mereka, atau nama tokoh, memberikan perspektif penceritaan yang jelas dalam cerita.
- Deskripsi Menggunakan Pancaindra: Dalam menggambarkan latar tempat atau suasana, kata-kata yang memicu indera seperti penglihatan, pendengaran, dan penciuman sering digunakan untuk membuat pembaca merasakan dunia fantasi lebih hidup.
- Makna Kias dan Khusus: Pilihan kata yang memiliki makna kias, seperti "hidung alien menjulang" menambah elemen magis dalam cerita.
- Kata Sambung Penanda Waktu: Dalam cerita fantasi, urutan waktu yang jelas membantu pembaca mengikuti alur cerita, misalnya dengan kata sambung seperti "kemudian", "setelah itu", atau "tiba-tiba".
- Ungkapan Keterkejutan: Cerita fantasi kerap menggunakan ungkapan yang menambah ketegangan atau kejutan, seperti "Tiba-tiba, raksasa itu muncul di depan mereka!"
Contoh 10 Cerita Fantasi Pendek
1. Kisah Aladdin, Jin dan lampu wasiat
Dahulu kala, di sebuah kota di Irak yaitu Baghdad, seorang ibu tinggal bersama anak laki-lakinya yang bernama Aladdin. Suatu hari, datanglah seorang laki-laki mendekati Aladdin yang sedang bermain. Kemudian laki-laki itu mengakui Aladdin sebagai keponakannya. Laki-laki itu mengajak Aladdin pergi ke luar kota dengan seijin ibu Aladdin untuk membantunya. Jalan yang ditempuh sangatlah jauh. Aladdin mengeluh kelelahan pada pamannya namun dia malah dibentak dan disuruh untuk mencari kayu bakar, dengan ancaman jika Aladdin menolak dia akan dibunuh.
Beberapa hari berlalu, akhirnya Aladdin sadar bahwa laki-laki itu bukanlah pamannya, melainkan seorang penyihir jahat.
Setelah kayu bakar terkumpul, penyihir tersebut kemudian menyalakan api dengan kayu bakar dan mulai mengucapkan mantera. “Abakadabrah….” ..
Kraakkkkkkk
Terdengar bunyi keras disertai dengan terbelahnya tanah menjadi sebuah gua.
Dalam lubang gua itu terdapat tangga sampai ke dasarnya. “Ayo turun! Ambilkan aku lampu antik di dasar gua itu.” Seru si penyihir.
“Tidak, aku takut turun kesana.” Jawab Aladdin
Aladdin menamukan lampu ajaib yang diminta penyihir
Penyihir itu kemudian mengeluarkan sebuah cincin dan memberikannya kepada Aladdin.” Ini adalah cincin ajaib, cincin ini akan melindungimu.” Kata si penyihir.
Akhirnya Aladdin menuruni tangga itu dengan perasaan takut. Setelah sampai di dasar dia menemukan pohon-pohon berbuah permata dan emas. Setelah buah permata dan lampu yang ada disitu dibawanya, dia segera menaiki tangga kembali. Tetapi pintu gua telah tertutup sebagian.
“Cepat lemparkan lampunya!” seru si penyihir.
“Tidak! Lampu ini akan kuberikan setelah aku keluar dari gua ini.” Jawab Aladdin.
Setelah berdebat, si penyihir menjadi tidak sabar dan akhirnya.
Brakkk!
Pintu lubang ditutup oleh si penyihir dan kemudian dia meninggalkan Aladdin terkurung didalam gua bawah tanah. Aladdin menjadi sedih dan duduk termenung. “Aku lapar dan aku ingin bertemu dengan ibu.” Ucap Aladdin.
Aladdin merapatkan kedua tangannya dan mengusap lampu antik itu. Tiba-tiba sekelilingnya menjadi biru dan asap membumbung. Bersamaan itu muncul sosok sebesar raksasa. Aladdin sangat ketakutan.
“Maafkan saya telah mengagetkan tuan. Saya adalah jin penunggu wasiat. Mulai saat ini semua permintaan tuan akan hamba turuti.” Kata sosok raksasa yang ternyata jin penunggu lampu wasiat.
“Jika demikian tolong buka pintu gua ini, aku ingin keluar.”
“Baik Tuan abakadrabah.” Jawab Si Jin lampu. Brakkk. Tiba-tiba pintu gua terbuka lebar.
Aladdin segera keluar dengan mambawa permata, emas dan lampu ajaib yang ditemukannya didalam gua. Setelah berada diluar Aladdin segera mengusap kembali lampu wasiat ditanggannya. Asap berwarna biru kembali membumbung. “Semua permintaan tuan akan hamba turuti.” Ucap jin yang keluar dari lampu wasiat.
“Aku ingin segera kembali kerumah, aku khawatir ibuku mencemaskanku.”
“Baik.” Tiba-tiba didepan Aladdin terhampar sebuah permadani mewah. Sejenak Aladdin bingung dengan adanya permadani tersebut.
“Silahkan tuan naik keatas permadani, lalu ucapkan terbang, maka permadani ini akan mengantarkan tuan kemanapun yang tuan inginkan.”
Walaupun masih bingung Aladdin segera menaiki permadani yang terhampar dihadapannya. Dengan ragu kemudian dia berkata. “Terbang ke baghdad.” Dengan cepat permadani bersama dengan Aladdin melesat terbang menuju Baghdad.
Setelah tiba di rumahnya Aladdin menceritakan semua hal yang dialaminya kepada ibunya. “Kenapa si penyihir itu menginginkan lampu kotor ini yah?” Kata ibu Aladdin sambil menggosok membersihkan lampu.
Syuutt
Asap biru membumbung keluar dari dalam lampu wasiat. Asap itu membentuk sebuah sosok raksasa yang merupakan jin penunggu lampu wasiat. “Silahkan ibu sebutkan keinginan ibu, maka segera akan saya wujudkan.”
Aladdin yang sebelumnya sudah pernah mengalami hal yang sama segera memberi perintah. “Kami sangat lapar, tolong siapkan makanan untuk kami.” Dalam waktu singkat Jin itu membawa makanan yang lezat-lezat dan kemudian menyuguhkannya dihadapan Aladdin dan ibunya.
“Jika ada hal yang diinginkan kembali, panggil saya dengan mengusap lampu wasiat.” Kata si Jin lampu.
Demikian hari, bulan, tahunpun berlalu. Bermodalkan emas dan permata yang dia dapatkan dari gua, Aladdin dan ibunya membuka usaha perniagaan yang maju berkembang. Aladdin yang sudah beranjak menjadi pemuda menjalani hidup bersama ibunya dengan bahagia.
Suatu hari lewatlah rombongan kerajaan yang membawa Tuan Putri Jasmine yang merupakan putri semata wayang dari Raja baghdad, didepan toko milik Aladdin. Aladdin sangat terpesona dengan kecantikan dari Putri Jasmine. Aladdin kemudian menceritakan keinginannya kepada Ibunda tercintanya untuk memperistri Putri Jasmine.
“Tenang Aladdin, Ibu akan berusaha.”
Ibu Aladdin kemudian pergi ke Istana raja Baghdad dengan membawa permata-permata milik Aladdin. “Baginda, ini adalah hadiah untuk Baginda dari anak Laki-lakiku Aladdin.”
Raja amatlah senang dengan pemberian tersebut.
“Wah.. anakmu pasti seorang pangeran yang tampan. Besok aku akan datang ke istana kalian dengan membawa serta puteriku.”
Setelah tiba dirumah, Ibu segera menggosok lampu dan meminta Jin untuk membuat sebuah istana yang lebih indah dari istana Raja Baghdad dalam satu malam. Aladdin dan ibunya segera pergi ke atas bukit dimana jin membuat istana untuk mereka. Benar saja diatas bukit terlihat sebuah istana yang sangat megah berkilauan terkena cahaya, dan sudah lengkap dengan prajurit dan pelayan istana.
Esok harinya Raja Baghdad dan Puterinya datang berkunjung ke istana Aladdin yang sangat megah.
“Maukah engkau menjadikan anakku sebagai istrimu?” Tanya Raja Baghdad kepada Aladdin. Tentu saja Aladdin sangat gembira mendengarnya. Aladdin dan Putri Jasmine kemudian melaksanakan pesta pernikahan di Istana milik Aladdin.
Si penyihir ternyata mengetahui semua kejadian itu melalui bola kristal miliknya. Dia lalu pergi ke istana Aladdin dan berpura-pura menjadi seorang penjual lampu. Dia berteriak-teriak, “Tukarkan lampu lama anda dengan lampu baru!”
Putri Jasmine yang melihat lampu ajaib Aladdin yang usang segera keluar untuk menukarkannya dengan lampu baru. Segera si penyihir menggosok lampu itu dan memerintahkan jin memboyong istana Aladdin dan Putri Jasmine ke rumahnya.
Ketika Aladdin pulang dari bekerja. Dia sangat terkejut melihat istana dan istri yang sangat dicintainya raib entah kemana. Aladdin kemudian bertanya kepada penduduk disekitar istana. Mereka berkata ada seorang pedagang lampu yang menculik Putri Jasmine. Dari ciri-ciri yang diucapkan para penduduk, Aladdin sadar bahwa pedagang lampu adalah penyihir jahat yang pernah mengurungnya didalam gua.
Setelah mencari-cari, akhirnya Aladdin menemukan istana si penyihir di suatu tempat. Sesampainya di istana, Aladdin menyelinap masuk mencari kamar tempat sang putri dikurung. “Penyihir itu sedang tidur karena kebanyakan makan dan minum.” Ujar Putri Jasmine.
“Baik, jangan khawatir aku akan mengambil kembali lampu ajaib itu, kita nanti akan menang.” Jawab Aladdin.
Aladdin mengendap mendekati penyihir yang sedang tertidur. Ternyata lampu ajaib menyembul dari kantungnya. Aladdin kemudian mengambilnya dan segera menggosoknya.
“Singkirkan penjahat ini!” seru Aladdin pada Jin penunggu lampu Ajaib. Penyihir terbangun lalu menyerang Aladdin, namun jin penunggu lampu langsung membanting penyihir itu hingga tewas.
“Terima kasih sahabatku, bawalah kami dan istana ini kembali ke tempat semula.” Sesampainya di tempat tujuan Aladdin dan Putri Jasmine hidup bahagia. Dia menggunakan harta kekayaannya membantu orang-orang miskin dan kesusahan.
2. Serigala dan tujuh anak domba
Zaman dulu di sebuah hutan yang hijau, hiduplah ibu domba dengan tujuh anaknya yang masih kecil-kecil.
Pada suatu hari, sebelum pergi ke kebun untuk mencari makanan, ibu domba berkata. “Anak-anak, berhati-hatilah saat ibu tidak ada. Jika ada yang mengetuk pintu jangan dibuka. Dan yang paling penting, berhati-hatilah pada serigala jahat dan rakus, yang bersuara parau dan berkaki hitam. Dia selalu mengintai kalian. Apa kalian mengerti?”
Anak-anak domba itu menjawab. “Mengerti, Bu. Jangan Khawatir. Semoga ibu selamat dalam perjalanan dan membawa pulang banyak makanan lezat.”
“Baiklah, sampai jumpa.” Sambil mengembik, ibu domba pergi meninggalkan rumah. Ketujuh anak domba melambaikan tangan pada ibu mereka. Lalu, mereka mengunci pintu.
Sementara itu, serigala yang rakus sedang mengawasi dari tempat persembunyiannya.
“Ha ha ha! Aku beruntung sekali. Aku memang sedang lapar. Ketujuh anak domba itu sekarang milikku.”
Serigala menelan air liurnya dan berjalan kerumah tersebut. Dia mengetuk pintu dan berkata. “Anak-anak ini ibu buka pintunya.” Anak domba bungsu bergegas pergi untuk membuka pintu. Namun kakak laki-laki sulung menghentikannya.
“Tunggu dik! Suaranya terdengar aneh. Suara ibu tidak parau seperti ini. Di hutan ini hanya serigala yang bersuara parau. Jangan buka pintunya!” Kata si sulung.
Saudara-saudaranya yang lain setuju
“Wah aku pikir bisa menipu mereka dengan mudah. Anak-anak itu ternyata pintar juga. Cara apa ya, yang bisa berhasil?” Serigala rakus tersebut berpikir keras.
“Aha! Aku ingat kapur bisa membuat suara menjadi lembut.”
Serigala yang rakus itu berlari ke toko dan membeli sebatang kapur kemudian memakannya. “Ah ternyata berhasil. Tunggu aku anak-anak. Serigala bersuara lembut akan menangkap kalian.”
Serigala itu mengetuk pintu dan berbicara dengan suara lembut. “Anak-anak ibu pulang. Buka pintunya.”
“Wow ibu sudah pulang!” Mereka berlari ke pintu.
Kali ini, kakak perempuan sulung yang menghentikan mereka. “Coba lihat kaki berwarna hitam di jendela itu. Itu pasti kaki serigala.”
Dia lalu berkata pada serigala. “Kaki ibu kami putih dan lembut, wahai serigala besar jahat.”
“Aku gagal lagi. Tapi aku masih punya ide lain!”
Serigala itu berlari ke toko roti dan berkata pada seorang tukang roti. “Tukang roti, kakiku terluka. Tolong gosokan adonan roti diatas kakiku.”
Setelah itu, dia berlari ke pabrik tepung. “Taburkan tepung ke atas kakiku.”
Karena pembuat tepung menolak, serigala itu menjadi marah. “Kalau kau menolak, aku akan memakanmu!”
Karena ketakutan. Pembuat tepung menaburkan tepung ke atas kaki serigala itu.
Serigala tersenyum licik dan menuju pintu rumah dari para domba.
“Anak-anak. Ibu membaca makanan lezat buka pintunya.” Ucap serigala sambil mengetuk pintu.
Anak-anak domba meminta Serigala untuk memperlihatkan kakinya. Serigala menjulurkan kakinya yang putih lembut karena tertutup tepung roti.
“Hore. Itu ibu. Ibu kita.” Merekapun membuka pintu.
Tapi yang mereka lihat adalah serigala dengan mulut terbuka lebar.
“Ah! Tolong!”
Mereka berlari berpencar ke segala arah. Mereka berusaha menyembunyikan diri dimana saja. Di bawah meja, di bawah tempat tidur, di dalam tungku, di dalam lemari dan di dalam keranjang cucian. Si bungsu yang tubuhnya paling kecil, bersembunyi di dalam jam.
Serigala yang rakus itu mengendus dan berkata, “Ya silahkan bersembunyi. Tapi apa ada yang bisa menipu penciumanku?”
Akhirnya, satu per satu anak domba itu masuk ke dalam perut serigala yang rakus. Setelah menelan enam anak domba dalam sekejap, perutnya mengembung seperti gunung.
“Mari kita hitung. Aku baru makan enam anak domba? Kalau begitu, masih ada satu lagi….”
Domba bungsu yang masih hidup gemetar ketakutan di dalam jam.
Serigala mengendus-endus dan berjalan semakin dekat ke arah jam. “Hmmm, ada aroma lezat di sekitar sini.”
Si bungsu menahan napas.
Untunglah, serigala rakus tidak berhasil menemukan tempat persembunyian si bungsu.
“Hmm aku sudah kenyang. Sekarang aku mau tidur seiang di tepi sungai.” Serigala menguap dan perlahan-lahan pergi.
Domba bungsu sangat ketakutan dan mulai menangis, “Kakak-kakakku mereka semua dimakan serigala itu…”
Setelah menelan enam anak domba, serigala merasa tubuhnya sangat berat. Sesampainya di tepi sungai, dia berhenti di bawah sebatang pohon.
“Oh menyenangkan sekali, sekarang aku sudah kenyang dan cuaca juga terasa hangat. Sepertinya enak untuk tidur siang.”
Serigala membaringkan tubuhnya di atas rumput yang hijau, lalu tertidur pulas.
“Anak-anak ibu pulang!”
Akhirnya ibu domba kembali dari kebun. Tapi dia mendapati pintu rumahnya terbuka lebar. Padahal pintu itu seharusnya terkunci.
“Astaga!” Jantungnya berdebar-debar. Dia melihat keranjang yang rusak, kursi berserakan di mana-mana, serpai dan bantal tergeletak di lantai. Rumah itu terlihat sangat berantakan.
Ibu domba mencari kesetiap sudut ruangan. Tetapi dia tidak menemukan anak-anaknya. Dia mulai menangis.
“Anak-anak dimana kalian?” Pada saat itu terdengar suara sayup-sayup dari arah jam.”Ibu, aku disini.”
Sang ibu membuka penutup jam. Anak bungsunya menghambur ke pelukan ibunya.
“Ibu, serigala yang besar dan jahat telah menelan kakak-kakakku.” Sambil terisak, dia menceritakan apa yang terjadi.
“Anakku, tahukah kamu kemana serigala itu pergi?”
“Ya, dia tidur siang di tepi sungai.”
Mereka segera mencari serigala itu ke tepi sungai. Serigala sedang tertidur dengan lelap di bawah pohon yang rindang. Tanah berguncang setiap kali dia mendengkur.
Dengan hati-hati ibu domba menghampiri serigala itu. dilihatnya perut serigala yang menggembung itu bergerak-gerak. ibu domba sangat gembira.
“Oh, anak-anaku tersayang, kalian masih hidup.”
Dia menyuruh si Bungsu mengambil benang, jarum dan gunting. Anak itu pulang ke rumah dan kembali dengan benda-benda yang dibawa ibunya.
Ibu domba menyayat perut serigala yang sedang tertidur itu dengan gunting. Kemudian, satu, dua, tiga dan seterusnya anak domba keluar dari perut serigala.
“Ibu, kami pikir tidak akan pernah melihat ibu lagi.”
“Aku sangat bahagia karena kalian semua baik-baik saja!” Ke enam anak domba itu meringkuk dalam pelukan hangat ibu mereka.
Sementara itu, muncul sebuah ide cemerlang dalam benak ibu domba. “Anak-anak… apakah kalian hendak memberikan pelajaran pada serigala jahat ini.”
“Ya bu! Tapi bagaimana caranya?”
“Ambilah beberapa batu dan cepat bawa kesini. Cepat, sebelum serigala itu bangun!”
Anak-anak itu dengan patuh mengambil batu.
“Ayo angkat.”
Ibu domba mengisi perut serigala dengan batu, lalu menjahitnya kembali. “Ini pelajaran baginya” Pada saat itu Serigala rakus masih lelap dalam tidurnya.
“Sekarang, mari kita bersembunyi di semak-semak dan melihat apa yang akan terjadi.” Mereka sangat bersemangat untuk melihat apa yang akan terjadi pada serigala rakus.
Akhirnya, serigala rakus terjaga dari tidurnya. “Oh, aku kenyang sekali, tapi aku sangat kehausan.” Serigala itu bangun sambil meringis kesakitan karena perutnya sangat berat.
“Apa aku makan terlalu banyak? Perutku berat sekali seperti ada batu di dalamnya.” Dia memegang perutnya yang semakin lama turun kebawah. Dia berjalan terhuyung-huyung ke tepi sungai.
Krek, krek.
Batu-batu dalam perut serigala saling berbenturan dan menimbulkan suara gaduh.
“Aneh sekali. Suara apa itu? Apa aku menelan batu juga?”
Serigala akhirnya sampai di tepi sungai. Ketika dia membungkuk ke air, batu-batu dalam perutnya berguling ke bawah.
Byur!
“Tolong!” Serigala tercebur ke dalam sungai dan hanyut dibawa arus.
Ibu domba dan anak-anaknya tertawa terbahak-bahak. “Hore! tidak ada lagi serigala!” Mereka menari dengan gembira sambil bergandengan tangan.
“Sekarang, serigala yang rakus itu sudah tidak ada. Hutan yang hijau ini akan semakin damai. Anak-anakku, kalian harus menjadi anak yang sehat dan berani. Bersenang-senanglah.”
“Ya, ibu, terima kasih!” Kata ketujuh anak domba itu serempak.
3. Hansel dan Gretel
Dahulu kala di sebuah desa, hiduplah keluarga sederhana. Mereka memiliki dua anak yang masih kecil yaitu Hansel dan Gretel. Sayangnya, sang ibu meninggal karena sakit. Setiap hari, Hansel dan Gretel selalu bersedih mengenang ibu mereka.
Karena tidak mau anak-anaknya terus bersedih, akhirnya sang ayah menikah lagi. Tapi, ternyata sang ibu tiri memiliki sifat yang kurang baik. Sejak saat itulah, kehidupan Hansel dan Gretel menjadi sangat buruk.
“Ayah, musim kemarau telah tiba. Sebaiknya Hansel dan Gretel kita bawa saja ke hutan, karena persediaan makanan telah habis. Aku tak mau kita semua mati kelaparan,” usul sang ibu tiri kepada suaminya suatu hari.
Rupanya sang ayah menyetujui perkataan istrinya. Tak sengaja, Hansel dan Gretel mendengar percakapan orangtuanya. Mereka pun ketakutan dan menangis. Namun, Hansel segera menenangkan adiknya agar tidak panik.
“Tenang saja, adikku. Semua akan baik-baik saja. Berdoalah kepada Tuhan agar kita selalu dilindungi oleh-Nya,” ujar Hansel kepada Gretel dengan penuh kasih.
Keesokan harinya. sang ibu tiri memberikan dua potong roti untuk Hansel dan Gretel. Ia mengajak kedua anak itu untuk ikut menebang kayu. Sambil berjalan dengan tanpa sepengetahuan ibu tiri, Hansel membuang batu putih satu per satu. Ia memang telah menyiapkan batu putih di dalam kantong celananya.
Sesampainya di hutan, sang ibu tiri segera meninggalkan Hansel dan Gretel. Setelah beberapa saat, senja datang menghampiri. Matahari tak lagi menampakkan sinarnya. hanya ada semilir angin malam yang menemani.
Kegelapan malam membuat Gretel menangis ketakutan. Tapi, Hansel menenangkan adiknya. “Kita akan sampai dengan selamat,” ucap Hansel.
Tanpa ragu-ragu, Hansel memegang tangan Gretel untuk menyusuri jalan bercahaya. Rupanya jalan bercahaya tersebut muncul dari batu putih itu. Mereka berdua berjalan dengan pelan hingga sampai di rumah dengan selamat.
Esok harinya, sang ibu tiri dan sang ayah kembali membawa Hansel dan Gretel ke dalam hutan. Tetapi, Hansel memiliki banyak akal. Ia membuat penunjuk jalan untuk pulang dengan menaburkan potongan roti di sepanjang jalan.
Sesampainya di tengah hutan, sang ibu tiri dan sang ayah meninggalkan kedua anaknya itu. Gretel sangat ketakutan, tetapi Hansel selalu memberikan ketenangan untuk adiknya.
“Aaauuuuuuuumm.” terdengar suara lolongan harimau.
“Kak, suara apakah itu.” ujar Gretel dengan bergetar ketakutan.
“Tenang saja, adikku. Tuhan selalu menjaga dan melindungi kita.” jawab Hansel
Sayangnya, potongan roti yang ditaburkan Hansel telah dimakan burung-burung. Hansel dan Gretel pun terpaksa berjalan tanpa arah. Karena kelelahan, akhirnya mereka tertidur di bawah pohon.
Esok paginya, mereka kembali berjalan. Tak lama kemudian, mereka melihat rumah kue. Rumah yang unik dengan dinding terbuat dari biskuit, atap dari tar, dan pintu seperti cokelat. Hmm… terlihat sangat lezat. Dengan cepat, Hansel dan Gretel segera memakan kue-kue yang ada di sana.
Hansel dan Gretel tidak tahu bahwa rumah kue itu milik nenek sihir yang jahat. Alhasil, Hansel dan Gretel ditangkap untuk dijadikan santapan nenek sihir. Nenek sihir itu sudah tua dan matanya rabun.
Suatu hari, nenek sihir mendekati tempat di mana Hansel dikurung.
“Hari ini aku sangat lapar. Ulurkan tanganmu, agar aku tahu seberapa gemuk tubuhmu,” ujar si nenek sihir.
Hansel yang tak pernah kehabisan akal, segera memberikan tulang sisa makanan. Nenek sihir pun amat kecewa. Ia mengira bahwa Hansel masih kurus dan tak kunjung gemuk
Tiba-tiba, nenek sihir itu ingat dengan Gretel. Ia bisa menjadikan Gretel sebagai santapannya.
Nenek sihir lalu menyuruh Gretel untuk membakar roti. Ia berniat mendorong Gretel agar anak itu masuk ke dalam api. Tetapi, Gretel sudah tahu maksud si nenek sihir. Dengan cepat, Gretel berbalik arah.
“Nenek yang cantik, aku tak bisa membuka tutup tungku.” ucap Gretel.
Nenek sihir tidak sadar bahwa ia sedang diperdaya Gretel. Tanpa berlama-lama, Gretel mendorong nenek sihir ke tungku hingga nenek sihir berteriak kepanasan.
Betapa bahagianya Hansel dan Gretel karena berhasil selamat dari nenek sihir. Mereka pun berpelukan dan segera meninggalkan rumah kue itu.
Tapi, mereka bingung karena mereka harus melewati sungai. Tiba-tiba, datang burung-burung yang pernah memakan potongan roti mereka. Burung-burung itu pun mengantar Hansel dan Gretel kembali ke rumahnya.
Sang ayah muncul dari kejauhan. Begitu melihat anak-anaknya pulang, ia segera menghampiri mereka dengan wajah cemas. Sang ayah kemudian mengatakan bahwa ibu tiri Hansel dan Gretel telah meninggal. Ia memeluk kedua anaknya sambil meminta maaf atas kesalahannya.
4. Peri bulan
Di sebuah desa, hidup seorang gadis bernama Wulan. Ia adalah gadis miskin dengan wajah suram yang menderita penyakit kulit. Karena penyakit kulit yang ia derita itu, ia dikucilkan dan jika hendak bepergian harus menggunakan cadar.
Sebenarnya Wulan tidak suka menggunakan cadar. Akan tetapi karena malas dicemooh, dijauhi, dan dianggap ‘berbeda’, ia terpaksa selalu mengenakan cadar kemana pun ia pergi.
Suatu malam, Wulan bermimpi bertemu dengan seorang pangeran bernama Rangga. Rangga merupakan seorang putra raja yang terkenal dengan parasnya yang tampan dan sikapnya yang ramah. Wulan jatuh cinta dengan pangeran di dalam mimpinya itu. Ia pun semakin sering memimpikannya.
Hingga suatu hari, Wulan pun menceritakan mimpinya ke sang ibu. Hanya saja, sang ibu berkata, “Sudahlah Wulan, jangan kau terlalu sering bermimpi. Mana mungkin pangeran tampan bisa jatuh cinta dengan orang biasa seperti kita?”
Wulan sedih mendengar nasihat ibunya. Akan tetapi ia juga berpikir bahwa memang dirinya tak pantas dicintai, apalagi oleh seorang pangeran tampan seperti pangeran Rangga yang sering datang ke mimpinya itu.
Suatu hari, Wulan diminta ibunya untuk mengambil kayu bakar di hutan. Wulan bergegas melakukan tugasnya itu. Wulan mencari kayu bakar hingga hari mulai malam. Hanya saja ketika malam mulai membayang dan Wulan ingin pulang, tiba – tiba saja ia lupa arah pulang.
Beruntung, Wulan dihampiri ratusan kunang – kunang yang seolah memberinya cahaya untuk berjalan. Wulan pun mengikuti kemana kunang – kunang itu terbang sembari berkata, “Terima Kasih Kunang – Kunang, kalian telah membuat jalanku terang!”.
Ia terus berjalan bersama kunang – kunang yang menerangi jalan. Hanya saja, semakin jauh Wulan melangkah, ia merasa langkahnya semakin jauh ke dalam hutan.
“Aku tersesat!” kata Wulan panik.
“Jangan takut Wulan! Kami memang berniat membawamu ke sini, di sini wajahmu bisa disembuhkan.” Ungkap seekor kunang – kunang kepada Wulan.
Melihat hal yang tidak biasa, tentu Wulan panik sekaligus takjub. Ia berkata, “Kau bisa bicara Kunang – Kunang?”
“Iya, kami bisa bicara. Jangan takut! Kami akan membawamu ke tempat dimana penyakitmu bisa disembuhkan. Ikuti kami!”
Wulan pun mengikuti kemana arah kunang – kunang itu pergi. Hingga akhirnya, mereka tiba di tepi danau. Kunang – Kunang tersebut terbang ke langit dan seketika awan hitam di langit menyibak bersamaan dengan hilangnya kunang – kunang. Rembulan pun bersinar terang, dan tak lama kemudian dari bayangan bulan itu muncul seorang wanita yang sangat cantik.
Wulan takjub sekaligus kaget. Ia bertanya, “Si … siapa kamu?”
“Aku adalah Peri Bulan. Aku yang akan menyembuhkan wajahmu.”
“Wulan, selama ini kau telah mendapat ujian dan kau bersabar. Karena kesabaranmu dan kejernihan hatimu, kau berhak menerima air kecantikan ini dariku. Usaplah wajahmu dengan air kecantikan ini, niscaya penyakit kulitmu akan sembuh.”
“Terima kasih Peri Bulan.” Ucap Wulan dengan nada bahagia.
Wulan pun pulang dengan membawa air kecantikan dari Peri Bulan. Sesampainya di rumah, ia membasuh wajah dan badannya dengan air kecantikan itu. Tak lama kemudian, penyakit kulitnya sembuh. Wajahnya bersinar terang dan kecantikan terpancar dari wajahnya.
Melihat hal tersebut, ibu Wulan tentu sangat gembira dan sekaligus heran. Ibu Wulan pun bertanya kepada anaknya, “Bagaimana hal ini bisa terjadi Wulan?”
Wulan menceritakan kepada ibunya dengan detail, seperti pengalaman yang ia rasakan. Informasi tentang kesembuhan penyakit Wulan pun tersebar ke seluruh penjuru desa. Bahkan desa sebelah mendapatkan kabar tersebut.
“Iya loh, Wulan sudah sembuh. Bahkan ternyata, wajahnya benar – benar cantik. Putih dan bersih seperti sinar terang rembulan.” Ungkap warga desa yang menceritakan tentang Wulan.
Kabar tersebut juga sampai di Kerajaan. Pangeran Rangga pun akhirnya penasaran dan berniat mencari Wulan. Setelah menemukan Wulan, pangeran Rangga jatuh cinta dan akhirnya meminang Wulan.
5. Mencuri Matahari (Kisah Bokele)
Pada zaman dahulu kala, di dekat danau Tumba, hidup kepala suku yang bernama Wai.
Ia tinggal bersama istri dan anaknya yang tampan. Anaknya bernama Bokele.
Di sana, langit terlihat begitu gelap. Bokele yang maslh lugu bertanya kepada ayahnya, ke mana matahari pergi.
“Ayah, mengapa di sini tak tampak matahari? Ke mana perginya dia?” tanya Bokele.
“Matahari telah dicuri oleh orang pada zaman dahulu,” jawab Wai.
“Jika benar begitu, aku akan pergi mencari matahari, Ayah,” ucap Bokele dengan yakin.
Lalu, Bokele membuat perahu dari sebuah pohon benar. Semua binatang yang setia kepada Bokele, siap membantu Bokele untuk mendapatkan matahari.
“Aku akan membantumu dengan sengatanku,” dengung tawon.
“Aku dapat menemukan matahari dan menyembunyikannya,” sahut kura-kura.
Tak hanya hewan, layang-layang pun ikut membantu dengan cara membawa terbang matahari.
Hari-hari berlalu begitu cepat. Tibalah mereka di negeri kepala suku Mokulaka. Kepala suku itulah yang sudah menyembunyikan matahari.
“Bolehkah aku membeli matahari darimu, Tuan?” tawar Bokele kepada kepala suku tersebut.
“Baiklah, tetapi kau harus berbicara kepada putriku terlebih dahulu tentang harga matahari ini. Silakan, engkau beristirahat sebentar,” ucap kepala suku tersebut.
Putri kepala suku tersebut bernama Molumba. Saat Bokele masuk ke pondok Molumba, Bokele disuguhi sebuah minuman. Sementara itu, kura-kura telah menemukan matahari yang disembunyikan di gua. Kura-kura pun segera menyeret keluar dan membawa matahari itu.
Dibantu oleh layang-layang, matahari terbang ke langit. Bokele merasa amat senang, karena akhirnya dia bisa melihat dunia yang begitu bersinar dari pancaran matahari. Para binatang, Bokele, dan Molumba pun segera pergi meninggalkan tempat itu.
Saat prajurit mengejar mereka, kawanan tawon datang menyengat para prajurit. Bokele dengan cepat mendayung perahunya agar sampai di desa.
Wai yang melihat kepulangan putranya pun sangat bahagia. Sekarang, matahari bisa bersinar kembali.
Olala, rupanya Molumba sudah jatuh cinta kepada Bokele sejak pertama kali. Dia pun bersedia dinikahkan dengan Bokele.
Akhirnya, Molumba dan Bokele menikah. Mereka selalu bercerita kepada anak cucu mereka tentang kisah Bokele mendapatkan matahari.
6. Cermin di dinding
“Cermin, cermin di dinding, siapakah yang paling cantik di kota ini?" tanya Reina. Cermin besar yang tergantung di tembok kamar Reina pun menjawab, "Kaulah Reina yang cantik. Sayang, bukan kau yang memiliki hati terbaik."
"Lagi-lagi jawabanmu seperti itu!" teriak Reina kesal. "Aku kan hanya bertanya siapa yang paling cantik? Aku tak perlu menjadi anak yang baik hati. Menjadi anak cantik, jauh lebih menyenangkan,"katanya lagi.
"Tak ada gunanya menjadi anak cantik jika hatimu tak baik,"jawab cermin itu tenang.
Reina memang cantik. Rambutnya cokelat tua, matanya bersinar-sinar, dan kulitnya pun halus sekali. Sayangnya, ia egois. Ia tak bisa melihat makhluk lain senang.
Reina sering sengaja menginjak sarang semut di halaman rumahnya. Ia juga sering memetik bunga-bunga yang masih kuncup. Yang paling parah, Reina sering mengejek teman-temannya. Ada saja yang dijulukinya si gendut, si ceking, si hidung melon, atau si rambut sarang burung.
Kini, Reina tak punya teman sama sekali. Ia kesepian, tetapi masih tak sadar juga. Satu-satunya temannya adalah cermin di dinding kamarnya itu. Tetapi, akhir-akhir ini, cermin itu juga membuatnya marah.
Suatu pagi, lagi-lagi Reina bertanya, "Cermin, cermin di dinding, siapakah yang paling cantik di kota ini?"
Jawaban dari cermin tetap sama. "Kaulah Reina yang tercantik. Sayang, bukan kau yang memiliki hati terbaik."
Kali ini Reina benar-benar marah. "Mengapa kau selalu berkata begitu?" katanya.
"Reina sayang, lihatlah dirimu. Apakah kau punya sahabat? Itu semua karena tingkah lakumu. Coba kau sedikit bersikap manis pada teman-temanmu, juga pada makhluk lain. Aku yakin, sebenarnya kau tak suka hidup kesepian seperti ini," jawab cermin panjang lebar.
Reina semakin marah. Ia membanting cermin itu.
PRAAANG!
Cermin itu jatuh berkeping-keping. Reina lalu menyimpan serpihannya ke dalam kardus, dan menaruhnya di bawah tempat tidurnya.
“Aku akan membuangmu jauh-jauh nanti," katanya kesal.
Kini Reina benar-benar tak punya teman. Hari-harinya bertambah sepi sejak cermin itu tak lagi ada di dinding kamarnya. Reina pun berusaha menghibur dirinya sendiri. Ia berjalan-jalan ke teras rumahnya.
"Aha... semut-semut ini membangun sarang lagi ya? He he... rasakan ini!" katanya sambil mengangkat kaki. Ia siap menginjak sarang semut itu ketika tiba-tiba ia teringat kata-kata si cermin.
"Aku harus bersikap manis? Ah, ini kan cuma semut?" pikirnya.
Reina menghela nafas. Ia akhirnya tak jadi menginjak sarang semut itu. Ia duduk dan memandangi semut-semut yang sedang mengumpulkan makanan.
"Hmmm.... mereka sungguh kompak. Kerja sama yang bagus.” gumamnya.
Reina lalu melihat bunga-bunga di sekitarnya. Tangannya terulur hendak memetik kuncup bunga. Tetapi pandangannya lalu teralih pada bunga-bunga lain yang mekar.
"Indah sekali. Kenapa aku baru melihatnya ya?" Reina sadar, ia tak pernah melihat bunga bermekaran karena ia selalu memetiknya saat mereka masih kuncup!
Reina tak jadi memetik kuncup bunga. Ia mengambil gunting dan keranjang. Ia menggunting bunga-bunga yang mekar dan menaruhnya di keranjang.
"Aku akan merangkainya untuk ibu." katanya senang.
Saat hendak masuk ke rumah, lewatlah Rosa, temannya yang bertubuh gemuk.
"Hai gen... " Reina tak meneruskan kata-katanya. "Hai Rosa, kau mau kemana? Temani aku merangkai bunga, yuk!" sapanya.
Rosa membelalakan matanya, seolah tak percaya.
"Ayo! Aku suka merangkai bunga," jawab Rosa.
Siang itu, Reina dan Rosa sibuk merangkai bunga. Ibu Reina gembira saat menerima rangkaian bunga itu.
Setelah Rosa pulang, Reina kembali ke kamarnya. Ia pun kembali kesepian. Ia lalu teringat pada serpihan cermin yang belum dibuangnya. Diambilnya kardus tempat ia menyimpan serpihan cermin tadi. Reina berusaha merekatkan pecahan cermin itu. Beberapa jam kemudian, pekerjaan Reina pun selesai. Cermin itu kembali ia gantung di dinding, meskipun tak lagi sempurna.
"Cermin, cermin di dinding, maafkan aku karena telah membantingmu. Rupanya kau benar, sedikit bersikap manis telah membuat hatiku gembira. Hari ini aku belajar banyak hal. Aku baru tahu jika semut itu hewan yang kompak. Aku juga baru tahu kalau Rosa pandai merangkai bunga."
Cermin diam tak menjawab. Reina sedih. Ia tahu, cermin itu mungkin telah rusak. Cermin itu tak lagi bisa diajaknya bercakap. Reina bertekad, ia tak mau pengorbanan cermin itu sia-sia. Esok, ia akan belajar bersikap manis lagi terhadap semua teman dan makhluk hidup. Esok, dan esok, dan esok, dan selamanya, ia akan bersikap manis.
7. Momotaro
Alkisah, pada zaman dahulu kala, di sebuah desa yang terletak di pinggiran hutan, hiduplah sepasang suami istri yang sangat sederhana. Mereka tidak kaya, namun hidup mereka dipenuhi dengan kebahagiaan yang sederhana. Meskipun begitu, mereka belum juga dianugerahi anak, dan meski demikian, mereka tidak pernah merasa kecewa. Mereka menerima takdir mereka dengan lapang dada, merasa bersyukur atas segala yang telah diberikan oleh Dewa. Mereka seringkali bermimpi memiliki anak, namun tetap merasa bahwa hidup mereka sudah lengkap dengan kebersamaan yang mereka miliki.
Suatu hari, seperti biasanya, sang kakek pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Sementara itu, sang nenek pergi ke sungai di pinggir hutan untuk mencuci pakaian. Saat sedang sibuk mencuci, nenek melihat sesuatu yang aneh mengambang di permukaan air sungai yang deras. Sesuatu yang besar dan bulat, yang tak lain adalah sebuah buah persik raksasa!
"Astaga, buah persik sebesar ini?" kata sang nenek dengan terkejut, lalu ia pun bergegas mengambilnya.
Ia segera membawa buah itu ke tepi sungai dan melanjutkan mencuci pakaian. Setelah selesai, nenek pun membawa buah persik raksasa itu pulang, berencana untuk menikmatinya bersama kakek. Sesampainya di rumah, nenek menyimpan buah itu di lemari dapur, tidak sabar untuk segera memotongnya begitu sang kakek pulang.
Tak lama kemudian, kakek pun pulang dengan membawa kayu bakar. Setelah membersihkan diri dan beristirahat sejenak, kakek duduk bersama nenek di depan rumah, menikmati udara malam yang sejuk. Mereka berbicara ringan, mengenang hari-hari yang telah mereka lalui bersama.
"Kek," kata nenek sambil tersenyum. "Tadi aku menemukan buah persik besar di sungai. Buahnya sangat besar, rasanya pasti manis."
"Kapan kau akan memotongnya?" tanya sang kakek.
"Tapi, kek, buah ini rasanya berbeda. Aku merasa ada yang luar biasa tentang buah ini," jawab nenek sambil berdiri dan menuju ke dalam rumah.
Kakek yang merasa penasaran mengikutinya. Ketika nenek kembali, ia membawa buah persik raksasa itu dan sebuah pisau. "Coba lihat, kek," kata nenek. "Buah ini besar sekali!"
Kakek terkejut melihat ukuran buah tersebut. Ketika ia mulai memotong buah itu, sesuatu yang sangat mengejutkan terjadi. Buah persik tersebut terbelah dengan sendirinya, dan di dalamnya tampak seorang bayi laki-laki yang menangis keras!
"Apa ini?!" teriak sang kakek, kebingungan. "Apakah ini yang kita pikirkan?"
Nenek dengan hati-hati menggendong bayi itu. Tangisannya mereda saat nenek menenangkannya. "Kek, ini bisa jadi hadiah dari Dewa untuk kita. Mungkin ini anak kita yang selama ini kita harapkan."
Kakek mengangguk setuju. "Kita harus merawatnya," katanya penuh kasih. Mereka berdua memandang bayi itu dengan penuh kasih sayang.
Setelah beberapa lama berpikir, kakek akhirnya memberi nama bayi itu. "Bagaimana kalau kita beri nama Momotaro? 'Momo' artinya persik, dan 'Taro' artinya anak laki-laki. Jadi, Momotaro, anak persik."
Nenek menyetujui dengan senang hati. "Nama itu sempurna!"
Sejak saat itu, kehidupan mereka dipenuhi dengan kebahagiaan yang luar biasa. Momotaro tumbuh menjadi anak yang sehat dan ceria, selalu membawa kebahagiaan di rumah. Setiap hari, ia makan dengan lahap, tidak pernah merasa kenyang. Kakek dan nenek selalu merasa bangga melihat pertumbuhannya.
Momotaro bukan hanya pintar, tetapi juga memiliki hati yang baik. Dia selalu membantu orang-orang di desanya, dan semakin hari semakin dikenal sebagai anak yang cerdas dan pemberani. Warga desa sering memuji kebaikan hatinya, dan kakek serta nenek merasa sangat bangga.
Namun, kehidupan mereka yang tenang tiba-tiba diganggu oleh para hantu jahat yang tinggal di Pulau Hantu. Hantu-hantu ini sering merampok desa dan membuat warga takut. Suatu hari, Momotaro yang sedang berjalan-jalan bersama kakek dan nenek mendengar berita tentang kejahatan mereka.
"Apakah kalian tahu tentang hantu-hantu yang merampok desa?" tanya Momotaro dengan tegas. "Aku tidak bisa membiarkan mereka terus merusak desa kita."
Kakek dan nenek sangat khawatir. "Nak, dunia luar itu berbahaya. Kau masih kecil, lebih baik tunggu sampai kau lebih dewasa," kata kakek dengan penuh kekhawatiran.
Tapi Momotaro tetap teguh. "Aku sudah memikirkan ini dengan matang. Aku harus pergi ke Pulau Hantu dan menghentikan mereka. Aku tidak bisa diam saja."
Kakek dan nenek merasa cemas, namun mereka tahu, Momotaro bukanlah anak biasa. Dengan berat hati, mereka akhirnya memberi izin.
"Kalau begitu, berhati-hatilah, Nak," kata nenek sambil membuatkan bekal kibidango (kue beras bulat) untuk perjalanan Momotaro.
Dengan semangat yang tinggi, Momotaro berangkat, mengenakan pakaian pemberian kakek dan membawa pedang samurai kecil. Sebelum pergi, ia bertemu dengan seekor anjing yang menggonggong keras.
"Anak muda, hendak ke mana?" tanya anjing itu.
"Aku akan pergi ke Pulau Hantu untuk menghentikan para hantu jahat," jawab Momotaro.
"Kalau begitu, aku akan ikut denganmu. Tapi, aku ingin satu kibidango darimu," kata anjing itu.
"Ambillah," jawab Momotaro sambil memberi kibidango kepadanya. "Mulai sekarang, kau akan menjadi pengikutku."
Anjing itu langsung melahap kibidango tersebut dan merasa tenaganya bertambah. Mereka pun melanjutkan perjalanan bersama.
Tidak lama kemudian, mereka bertemu dengan burung gagak yang terbang rendah. Burung gagak itu mengikutinya dan meminta kibidango.
Momotaro memberinya satu kibidango, dan gagak itu pun bergabung sebagai pengikut kedua.
Beberapa waktu setelah itu, mereka bertemu dengan seekor monyet yang ingin ikut serta. Monyet itu juga meminta kibidango, dan dengan senang hati, Momotaro memberikannya. Monyet pun bergabung sebagai pengikut ketiga.
Kini, Momotaro memiliki tiga teman setia: anjing, burung gagak, dan monyet. Mereka melanjutkan perjalanan menuju Pulau Hantu. Untuk sampai ke sana, mereka harus menyeberangi lautan yang luas. Meski awalnya ragu, akhirnya ketiga pengikut Momotaro mengikuti perintahnya dan berani menyeberangi lautan.
Sesampainya di Pulau Hantu, mereka menghadapi gerbang besar yang dijaga oleh ratusan hantu. Momotaro menghadapinya dengan berani. "Aku Momotaro, pemuda yang kuat! Aku datang untuk mengalahkan kalian!" teriak Momotaro.
Dengan semangat yang menggebu, Momotaro melawan para hantu, diikuti oleh anjing, gagak, dan monyet. Mereka bertempur dengan gigih, mengalahkan setiap musuh yang datang. Anjing menggigit, gagak terbang menyerang, dan monyet menggunakan tombaknya. Bahkan para hantu yang sangat kuat pun tak mampu menandingi mereka.
Setelah bertempur sengit, akhirnya sang Jenderal Hantu Hitam menyerah. "Kami akan berhenti mengganggu manusia jika kalian memberi ampun!" kata sang jenderal.
Momotaro, dengan kebijaksanaannya, memutuskan untuk memberi mereka kesempatan. "Jika kalian melanggar janji, aku tidak akan ragu untuk kembali dan menghancurkan kalian," tegas Momotaro.
Momotaro kemudian membawa pulang emas, intan, dan kuda-kuda yang diambil dari Pulau Hantu sebagai hadiah untuk kakek dan neneknya. Sesampainya di rumah, kakek dan nenek merasa sangat bangga dan terharu. Momotaro menceritakan semua petualangannya dan membagikan harta yang ditemukan kepada semua warga desa.
Sejak saat itu, Momotaro menjadi legenda di desa tersebut, dikenang sebagai anak yang pemberani, bijaksana, dan baik hati. Kakek dan nenek merasa sangat bahagia karena anak yang mereka anggap sebagai anugerah dari Dewa ternyata menjadi pahlawan yang melindungi desa mereka.
Momotaro hidup bahagia bersama kakek dan neneknya, dan mereka semua hidup dalam kedamaian dan kebahagiaan selama sisa hidup mereka.
8. Mesin waktu
Pada tahun 2026 di mana dunia sudah mulai dikuasai teknologi canggih, ada tiga sahabat yang bernama Jack, Nicole, dan Alex. Mereka baersekolah di sekolah yang sama tepatnya di SMP ABC. Jika pulang sekolah mereka biasanya selalu bersama.
Saat itu mereka menuju ke stasiun kereta melayang yang jaraknya dekat dari sekolah mereka. Saat mereka sudah mulai naik. Beberapa menit kemudian kereta yang mereka naiki terlempar keluar dari rel yang ada di atas kereta. Mereka terlempar ke sebuah hutan yang sangat luas dan gelap bersama dengan penumpang lainnya. Sebagian tewas karena benturan yang sangat kencang saat mereka terjatuh.
Alice pun berkata “Di mana kita?”
Alex menjawab “Aku pun tak tahu,” sambil kebingungan.
Jack berakata “Sudah jangan khawatir, yang penting kita selamat.”
“Iya,” Alex dan Nicole menjawab.
Mereka pun berjalan mencari jalan keluar dan mencari pertolongan dengan berjalan ke dalam hutan. Saat mereka di dalam hutan terdengar suara “BUUMM..” yang kencang dan membuat tanah bergetar. Mereka pun menghampiri sumber suara itu dengan rasa berani.
Saat sudah hampir dekat dengan sumber suara, mereka melihat sebuah cahaya yang sangat terang dari sana. Saat mereka lihat ternyata itu adalah sebuah mesin waktu yang jatuh dari langit, dengan rasa penasaran mereka mendekati mesin waktu itu dan membukanya.
“1, 2, 3 waaaaaw…” kata mereka bersamaa.
Mereka masuk dan tak sengaja Alex menekan suatu tombol yang membuat mesin waktu tersebut membawa mereka keluar dari hutan yang gelap itu ke kota yang dekat dengan rumah mereka. Saat sampai mereka hampir tak percaya bahwa mereka mendapat petualangan yang sangat aneh dari mesin waktu itu. Saat mereka keluar dari mesin waktu itu, mesin waktu itu pun tiba-tiba lenyap menghilang dan mereka kembali ke rumah mereka masing-masing.
9. Rawa pening
Bermula saat seorang perempuan bernama Endang Switri yang hamil dan melahirkan seekor naga. Namun, anehnya, naga yang diberi nama Baru Klinting itu bisa berbicara layaknya manusia biasa.
Setelah beranjak remaja, Baru Klinting menanyakan keberadaan sang ayah. Kemudian, sang ibu mengatakan bahwa ia sebenarnya adalah anak dari Ki Hajar Salokantara yang sedang bertapa di sebuah gua. Endang memintanya untuk segera menemui sang ayah.
Sebelum pergi, anaknya dibekali klintinngan atau lonceng peninggalan Salokantara sebagai bukti bahwa meraka adalah ayah dan anak. Setibanya di tempat bertapa, Salokantara mengajukan satu persyaratan lagi sebagai bukti, yakni agar Baru Klinting terbarang mengelilingi Gunung Telemoyo.
Persyaratan tersebut pun berhasil dipenuhi oleh Baru Klinting. Selokantara pun mengakui kalau ia memang darah dagingnya. Lalu, Salokantara memerintahkan sang anak untuk bertapa di dalam hutan. Di saat yang bersamaan, penduduk Desa Pathok di sekitar hutam sedang berburu hewan untuk sedekah bumi.
Namun, tak ada satu pun hewan yang ditemukan di sana. Akhirnya mereka membunuh dan memotong tubuh Baru Klinting. Ketika perayaan tersebut berlangsung, datanglah anak kecil yang lusuh dan penuh luka, di mana sebenarnya itu merupakan jelmaan Baru Klinting. Ia mengaku kelaparan dan memohon agar diberikan makanan.
Permintaannya tak diindahkan, anak kecil tersebut jutru diusir dengan kasar. Baru Klinting merasa sakit hati. Tapi beruntungnya, ia bertemu dengan seorang janda tua yang ternyata mau memperlakukannya dengan baik, bahkan memberinya makanan.
Usai makan, ia berpesan agar wanita itu menyiapkan lesung dan menaikinya jika terdengar suara gemuruh. Baru Klinting lalu kembali ke pesta. Ia mengadakan sayembara dan menantang para penduduk untuk mencabut lidi yang ditancapkannya ke tanah. Sempat menganggap remeh, ternyata tak ada satu pun penduduk yang berhasil melakukannya.
Setelah semua menyerah, dengan mudah Baru Klinting mencabut lidi tersebut. Ternyata, dari bekas tancapan lidi tersebut muncul air yang semakin lama semakin deras alirannya. Para penduduk desa itu pun tewas tenggelam di rawa yang sekarang dikenal sebagai Rawa Pening. Hanya ada satu penduduk yang selamat, yakni si janda tua yang bersikap baik pada Baru Klinting.
10. Sabai nan aluih
Alkisah, di Padang Tarok, hiduplah seorang raja yang bernama Rajo Babanding. Ia memiliki anak perempuan yang sangat cantik dan rajin bernama Sabai nan Aluih. Perangai dan kecantikannya terkenal hingga ke kampung lain, termasuk salah satunya di Kampung Situjuh, di mana ada teman baik Rajo Babanding sendiri, yaitu Rajo nan Panjang.
Mengetahui sahabatnya mempunyai anak gadis yang cantik jelita, Rajo nan Panjang mengirim utusannya untuk meminangnya. Namun, ternyata pinangannya ditolak dengan alasan Rajo nan Panjang seusia dengan sang ayah. la pun bersikukuh untuk melamar langsung. Setibanya di rumah Rajo Babanding, la malah diajak untuk berunding di luar rumah. Ia menyadari bahwa pinangannya ditolak secara halus dan dirinya ditantang untuk berkelahi.
Pada hari yang ditentukan, Rajo Babanding berangkat ke Padang Panahunan ditemani seorang pembantunya. Setibanya di sana tampak Rajo nan Panjang bersama seorang pengawalnya. Tanpa aba-aba lagi, perkelahian langsung terjadi. Pertarungan antara kedua orang pengawal tidak berlangsung lama. Keduanya jatuh terkapar di tanah dengan keris menancap di tubuh masing- masing. Pertarungan antara Rajo Babanding dengan Rajo nan Panjang terus berlangsung. Namun, tiba-tiba dari balik semak, seorang pengawal Rajo nan Panjang lainnya menembakkan peluru ke dada Rajo Babanding, sehingga ia tersungkur di tanah tak sadarkan diri.
Kebetulan, ada seorang gembala yang menyaksikan peristiwa itu dan mem beritahukan kepada Sabai nan Aluih. Mendengar itu, ia segera berlari menuju Padang Panahunan dengan membawa senapan. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan Rajo nan Panjang bersama pengawalnya. Sabai marah sekali karena menganggap Rajo nan Panjang telah berbuat curang dalam perkelahian tersebut. Namun, Rajo nan Panjang malah tertawa mengejek.
Sabai nan Aluih tidak tahan, ia langsung menarik pelatuk senapannya. Seketika itu pula, Rajo nan Panjang terjatuh ke tanah. Sedangkan pengawalnya langsung lari tunggang-langgang. Sabai nan Aluih segera menuju ke Padang Panahunan dan mendapati ayahnya sudah meninggal. Hatinya sangat sedih karena sang ayah telah pergi untuk selamanya. Tamat.
Itu dia 10 cerita fantasi pendek yang penuh dengan petualang, misteri serta keajaiban!
Baca juga:
- Cerita Dongeng Angsa dan Telur Emas
- Dongeng: Cerita Ande-Ande Lumut
- 7 Dongeng Panjang Kerajaan di Indonesia, Banyak Pelajaran untuk Anak