Wajarkah Anak 4 Tahun Mengalami Regresi saat Karantina karena Pandemi?
Mengalami kemunduran dalam perkembangannya
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Baru-baru ini, seorang Mama bernama Lynn Smith menceritakan tentang anak laki-laki nya yang mengalami regresi atau kemunduran tumbuh kembang dan perilaku selama masa karantina di rumah.
Masa karantina akibat pandemi Covid-19 memang sudah berlangsung selama kurang lebih 2 bulan. Ini bukan waktu yang sebentar.
Pada usia 5 tahun pertama, biasanya anak mengalami pertumbuhan pesat bahkan dari hari ke hari.
Lynn Smith menceritakan banyak orangtua lainnya yang mengaku membaca ceritanya sambil bersembunyi dari anak-anak dan menangis karena merasakan sulitnya menjadi orangtua selama pandemi berlangsung
Selain menceritakan tentang anak laki-lakinya, ia juga menceritakan tentang anak dari teman-temannya yang mengalami hal serupa, regresi ini membuat anak-anak mereka menjadi sering berbicara seperti anak bayi, merangkak di lantai, kesulitan tidur di malam hari, dan banyak cerita lainnya.
Untuk lebih lengkapnya, kali ini Popmama.com akan membahas tentang kisah Lynn Smith menghadapi regresi anak laki-lakinya, di bawah ini:
1. Anaknya yang berusia 4 tahun kembali minum dari botol, dan banyak orangtua yang mengalami hal serupa
Lynn Smith mulai menyadari terdapat kejanggalan pada anak laki-lakinya ketika anaknya yang berusia 4 tahun kembali minum dari botol setiap pagi. Lalu ia menjelaskan, temannya yang memiliki anak usia 8 tahun tiba-tiba ingin tidur dengan orangtuanya di malam hari.
Kemudian rekannya, Jenn Westhoven yang bercerita kalau anaknya yang berusia 6 tahun tiba-tiba menjadi takut lebah, lalat, dan poison ivy. Rekannya kemudian mengatakan, bahwa reaksi ini merupakan pengganti dari ketakutannya terhadap virus corona.
Hal ini kemudian ditanggapi oleh Dr. Sheryl Ziegler seorang priskoterapis, ia menceritakan bahwa semakin sering mendengarkan klien bahwa anak-anak mereka mengalami kemunduran. Banyak orangtua yang mengatakan anak-anak mereka berbicara seperti bayi, merangkak di lantai, ingin tidur bersama orangtuanya di malam hari, tidak tidur sepanjang malam, atau lebih banyak kecelakaan di rumah.
2. Hal terbaik adalah dengan mengabaikan dan memahami makna yang mendasari perubahan pada anak
Mama Lynn mengatakan ia dapat menghela nafas lega dengan apa yang dijelaskan oleh Dr Sheryl, karena ia tidak sendirian mengalami hal ini, seperti kecelakaan saat pelatihan pispot, bicara seperti bayi, dan mengalami permasalahan yang terus menerus. Ia mengatakan ini merupakan bagian dari pengasuhan selama masa pandemi.
“Apa yang mereka (anak-anak) sebenarnya katakan adalah, ‘aku sakit’, ‘aku takut’, ‘bantu aku’, ‘buat aku merasa aman lagi’. Tentu saja ini masuk akal. Anak-anak dilucuti semua yang mereka ketahui dalam kehidupan singkat mereka, dan sangat sedikit mekanisme untuk mengatasi perasaan besar yang mereka miliki.” Ujar Dr. Sheryl.
Ia mengatakan, hal terbaik yang harus dilakukan adalah dengan mengabaikan perilaku jika Mama bisa dan memahami makna yang mendasari anak melakukan hal itu.
“Begitulah cara untuk membuat anak melewati masa regresif dan kembali ke saat mereka biasanya berkembang,” tambah Dr. Sheryl.
3. Sempat merasa gagal dan tidak memahaminya, namun Mama Lynn mencoba berpikir positif
Kemudian Lynn mulai mengikuti saran dari Dr. Sheryl, dengan menghabiskan waktu berhari-hari untuk berbicara dengan anaknya seperti bayi, dan menggoyang-goyangkan anaknya seperti yang ia lakukan ketika anaknya masih bayi, lalu menyanyikan lagu “Twinkle, Twinkle, Little Star”. Ia pun meminta anaknya membuat pilihan lagu, dan anak laki-lakinya lebih suka lagu yang dinyanyikan ketika masih bayi, dibanding lagu tema Batman atau Spiderman yang biasanya selalu diputar.
“Mungkinkah ia mengingat tahun-tahun awal itu tanpa sadar? Saya tidak tahu, tapi saya tahu kehancuran yang dirasakan setiap hari menjadi lebih pendek dan lebih jarang. Kami masih memiliki hari-hari yang baik dan buruk ketika menyesuaikan diri dengan kehidupan tanpa sepupu, kakek-nenek, teman sekolah,” ujar Mama Lynn.
Ia pun sempat berpikir telah gagal menjaga anak berusia 4 tahun dengan tidak benar-benar memahami konsep ‘semua ini akan berlalu’ atau bahkan apapun yang akan terjadi besok. Namun Lynn mencoba berpikir positif dengan melihat perbedaan pada anaknya dan menganggapnya sebagai tanda yang membawa perbaikan.
4. Mendapatkan dukungan dari komunitas online agar tidak menyalahkan diri sendiri dan tetap bertahan
Akhirnya Mama Lynn dan teman-temannya yang mengikuti saran dari Dr. Sheryl merasakan perubahan yang terjadi pada anak-anak mereka. Bahkan juga ada yang merasakan regresi ke dalam diri mereka seperti saat di perguruan tinggi, dengan berolahraga sampai siang hari, dan makan di tengah malam.
Sebuah komunitas onlinepun memberikan dukungan dengan mengatakan tidak ada alasan bagi orangtua untuk menyalahkan diri sendiri tentang kebiasaan mereka yang berubah saat ini atau khawatir memiliki terlalu banyak waktu luang, lupa tidak membuat makan malam, atau membiarkan anak-anak makan camilan sepanjang hari.
“Ini bukan waktu untuk menyusahkan dirimu sendiri, tidak apa-apa, bertahan saja,” ujar seorang Mama di komunitas online.
5. Perlu untuk menemui profesional kesehatan mental jika regresi tidak hilang setelah masa pandemi
Menurut Dr. Sheryl, regresi akan hilang setelah masa-masa pandemi, jika anak-anak tidak menunjukkan perubahan mungkin sudah saatnya untuk menemui professional kesehatan mental atau berkonsultasi dengan dokter anak.
Mama Lynn kemudian memberikan pesan untuk seluruh orangtua yang sedang kesulitan untuk mengasuh atau menghadapi perubahan anak-anaknya pada masa karantina di rumah.
“Tetapi untuk saat ini, mari kita semua sepakat bahwa mengasuh anak secara sempurna dalam pandemi adalah hal yang mustahil. Dan menunjukkan diri kita, satu sama lain, dan selalu bersyukur pada hal kecil sangat penting.” Ujar Lynn.
Bisa disimpulkan regresi perkembangan anak sangat wajar terjadi dalam suasana pandemi seperti saat ini. Namun orangtua wajib terus melatih kemampuan anak. Segera konsultasi kepada dokter anak dan psikolog anak jika menemukan tantangan yang sulit dipecahkan ya, Ma.
Baca juga:
- Cegah Gangguan Mental, Lakukan Pendampingan Psikologis di Musim Corona
- Cara Menjelaskan Berita atau Informasi Buruk pada Anak
- Cara Mengatasi Stres pada Anak 4-5 Tahun saat Pandemi Covid-19