Marah pada Anak karena Sayang atau Orangtua Gagal Meregulasi Emosi
Kalau emosi memuncak, Mama bisa ikuti saran Psikolog berikut ini!
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Dalam perjalanan mendidik anak, seringkali Mama merasakan emosi marah sebagai respons terhadap perilaku anak. Tidak jarang orangtua meluncurkan kata-kata kasar, bahkan bicara keluar konteks dari kesalahan anak. Bukan hanya omongan pedas saja, tapi orangtua juga bisa berteriak sambil mengeluarkan ekspresi yang mengerikan bagi anak.
"Mama marah karena sayang," begitulah ungkapan yang sering anak dengar setelah orangtua mengeluarkan kemarahan yang berapi-api. Apa itu benar, Ma? Memarahi anak karena orangtua sayang pada anak.
Mama perlu memahami bahwa saat marah berapi-api maka itu dapat mencerminkan seseorang sedang kesulitan dalam meregulasi emosi. Namun, perlu dipahami bahwa amarah bukanlah cara yang sehat untuk menyampaikan nasihat pada anak.
Hal yang dikhawatirkan justru anak mengikuti perintah orangtua yang marah-marah karena menganggap itu sebagai ancaman, bukan sebagai arahan atau bimbingan.
Menyadari pentingnya batasan dan pemahaman mengenai ini, Popmama.com telah merangkum informasi selengkapnya tentang pentingnya meregulasi emosi saat marah bagi para Mama dan Papa.
1. Marah menjadi tanda kesulitan orangtua dalam meregulasi emosi
Psikolog Audrey Susanto, M.Psi.,MSc.,Psi yang fokus dalam membantu para orangtua dalam membesarkan anaknya dengan memiliki kesehatan emosional yang baik membagikan lewat akun instagram miliknya, @audreysusanto mengatakan:
"Ketika ibu marah apalagi sampai membentak atau bahkan menyakiti fisik, artinya ibu sedang disregulasi, atau sedang alami kesulitan untuk meregulasi emosi. Mungkin ibu sedang sangat capek, tapi di sisi lain anak juga tidak langsung mendengarkan instruksi yang ibu berikan."
Dalam proses mendidik anak, penting untuk memahami dinamika emosional terutama terkait dengan ekspresi marah. Marah pada anak seringkali mencerminkan kesulitan dalam meregulasi emosi, bukan semata-mata ekspresi kasih sayang.
Kompleksitas emosional ini dapat bersumber dari berbagai faktor, seperti kelelahan atau pengalaman masa kecil. Mempelajari dan mengenali makna di balik marah membuka pintu untuk pendekatan yang lebih holistik dan membantu menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung perkembangan anak.
Dengan memahami dan menanggapi emosi secara bijaksana, Mama dapat berkontribusi pada pertumbuhan anak dalam ranah emosional dan perilaku.
2. Apa yang harus dilakukan ketika Mama kesulitan menahan marah?
Mama bisa mengikuti saran Psikolog Audrey, yaitu "Ambil jeda dan tarik napas dulu."
Hanya dengan mengatur napas, Mama bisa menurunkan tensi kemarahan. Ingat kembali apa yang baik dan buruk jika dikatakan di hadapan anak.
Kaya siklus yah
Ibu capek -> anak rewel -> ibu makin capek -> anak makin rewel
Coba perlahan kita ubah jadi gini yuk
Ibu capek -> anak rewel -> ibu regulasi diri & emosi -> ibu tenang -> anak bisa tenang
Ketika kita merasa marah atas apa yang anak lakukan, mungkin kita perlu refleksi lagi, apa yang bikin kita marah? Apa mungkin waktu kecil pernah mendapat perlakuan serupa? Atau ternyata kita lagi lelah/lapar/sedih sehingga lebih mudah marah ke anak?
Jadi, sebelum merespons perilaku anak penting untuk meregulasi diri terlebih dahulu. Bukan hal yang mudah tentu, tapi bisa kok dilakukan secara perlahan.
3. Memahami konsekuensi marah berulang pada hubungan anak dan orangtua
Dalam dinamika hubungan antara orangtua dan anak, efek dari marah yang berulang dapat merusak ikatan emosional dan menciptakan ketidaknyamanan. Terjebak dalam siklus ini dapat memperburuk respons anak, menciptakan lingkaran negatif yang menghambat perkembangan emosional mereka.
Untuk mengatasinya, penting bagi Mama untuk memahami akar penyebab marah, melakukan refleksi diri, dan menerapkan strategi komunikasi positif serta pendidikan anak yang lebih baik.
4. Orangtua perlu menetapkan batasan yang jelas
Sebagai orangtua, penting untuk memahami perbedaan antara frustrasi dan kasih sayang. Menetapkan batasan antara kedua ini bukan hanya menghindari kebingungan anak, tetapi juga membentuk dasar untuk hubungan orangtua-anak yang sehat.
Saat Mama mampu mengelola emosi dan menyampaikan rasa kecewa tanpa meluapkan amarah, tercipta lingkungan yang positif dan mendukung, sehingga anak pun dapat belajar bahwa kesalahan adalah bagian dari proses pembelajaran.
Dengan memberikan ketegasan dan kasih sayang secara seimbang, Mama membimbing anak untuk mengembangkan keterampilan, karakter, dan kemandirian.
5. Pentingnya membangun komunikasi positif dalam mendidik anak
Dalam mendidik anak, Mama bisa menciptakan komunikasi positif tanpa harus marah. Salah satu cara efektif adalah dengan memahami perasaan anak, memberikan dukungan, dan menggunakan kata-kata yang memberdayakan.
Sebagai contoh, ketika aturan rumah tidak diikuti, bukannya langsung marah, bisa disampaikan rasa kecewa dengan kalimat seperti, "Mama merasa sedih ketika aturan tidak diikuti."
Pendekatan ini dapat membangun hubungan yang sehat antara orangtua dan anak.
Nah, sebagai orangtua, kemampuan untuk meregulasi diri sebelum merespons perilaku anak menjadi kunci utama. Meskipun tidak selalu mudah, perubahan ini dapat dilakukan secara perlahan. Penting untuk memahami bahwa merasa marah atau kecewa adalah reaksi manusiawi, namun yang tidak tepat adalah menghubungkan amarah dengan kasih sayang.
Baca juga:
- 5 Langkah untuk Menghadapi Emosi Berlebihan pada Balita
- 4 Cara Menghindari Pelampiasan Emosi pada Anak ala Kak Awam Prakoso
- Tahan Emosi, Ini 7 Cara Mengatasi Anak yang Suka Berteriak