Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Setiap orangtua tentu menginginkan anaknya untuk tetap sehat. Namun, tak jarang anak-anak mengalami demam tinggi yang membuat anak menjadi lebih mudah rewel karena kondisi tubuhnya yang tidak fit.
Demam chikungunya dan demam berdarah dengue (DBD) seringkali dikaitkan ketika anak mulai alami gejala demam yang tak kunjung turun. Penyakit yang disebabkan oleh inveksi virus gigitan nyamuk Aedes Aegypti ini memang kerap terjadi di daerah tropis, seperti halnya di Indonesia.
Baik demam chikungunya atau DBD, keduanya memang memiliki kemiripan yang sama pada tahap awal, tak jarang banyak yang salah diagnosis dalam pengobatannya.
Untuk mengetahui perbedaannya, berikut pembahasan mengenai demam chikungunya dan DBD yang sudah Popmama.com rangkum dari berbagai sumber.
Perbedaan Mendasar Demam Chikungunya dan DBD
Demam chikungunya dan demam berdarah dengue (DBD) merupakan dua jenis penyakit yang disebabkan karena gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Lingkungan yang kurang sehat membuat nyamuk Aedes Aegypti lebih mudah berkembang biak dan sebabkan terjadinya dua penyakit ini.
Walau demikian, kebanyakan orang lebih familiar dengan sebutan DBD sehingga membuat para penderita menyebutkan bahwa gangguan yang timbul merupakan DBD.
Namun faktanya, kedua penyakit ini bisa dibilang dalam gangguan yang berbeda. Tentunya hal ini membuat banyak orang sulit membedakan karena gejala awal yang mirip. Berikut beberapa hal yang membedakan jika anak terkena demam chikungunya atau DBD, jangan salah penanganan ya, Ma!
1. Penyebab yang membedakan
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, kedua penyakit ini disebabkan oleh virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti. Tetapi pada demam chikunguya, ini juga bisa terjadi karena gigitan nyamuk Aedes Albopictus.
Meskipun ditularkan akibat gigitan nyamuk dari genus yang sama, namun virus dari keduanya berbeda. Chikungunya disebabkan Togaviridae Alphavirus, sementara DBD oleh Flavirideae Flavivirus.
2. Gejala yang membedakan
Gejala yang timbul akibat dhikungunya dan DBD memang sulit dibedakan pada tahap awal, bahkan dahulu pun tim medis mempercayai bahwa keduanya adalah penyakit yang sama.
Berikut beberapa perbedaan yang bisa Mama ketahui:
Demam Chikungunya
Diawali sebagai penyakit demam akut, gejala yang timbul biasanya penderita mengalami poliartralgia atau rasa sakit yang parah. Beberapa gejala yang biasanya akan anak rasakan antara lain yaitu sakit kepala, nyeri pada otot, sendi membengkak, hingga munculnya ruam kemerahan.
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Serupa dengan demam chikungunya, DBD juga menyebabkan demam akut yang bervariasi selama 5-7 hari. Berikut fase-fase yang dapat menimbulkan gejala saat terkena DBD:
Fase demam: berlangsung sejak 2-7 hari setelah anak digigit nyamuk dan bisa timbulkan dua periode. Periode awal biasanya anak akan merasakan sakit kepala, nyeri sendi dan otot, ruam, perdarahan ringan, hingga neutropenia.
Fase kritis: di fase ini akan terjadi penurunan suhu tubuh yang terjadi selama 24-48 jam. Biasanya ini akan membaik dengan sendirinya, namun beberapa anak membutuhkan rawat inap untuk pengobatan lebih lanjut.
3. Durasi terjadinya demam chikungunya dan DBD
Untuk membedakannya, Mama bisa melihat dari durasi keduanya menyerang tubuh anak. Pada demam chikungunya, masa inkubasi virusnya sekitar satu hingga dua belas hari. Sementara gejala dan penyakitnya berlangsung sekitar satu hingga dua minggu.
Berbeda dengan DBD yang mana masa inkubasi virusnya yaitu tiga sampai tujuh hari. Sedangkan gejala dan penyakitnya biasanya berlangsung selama empat hingga tujuh minggu (tergantung pada sistem kekebalan tubuh anak).
Oleh karena itu, dokter biasanya akan menyarankan orangtua untuk memberikan anak makanan yang bergizi dan olahraga teratur agar imunnya tetap kuat menghadapi berbagai penyakit. Tak lupa untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan sekitar agar nyamuk penyebab kedua penyakit ini tak mudah berkembang biak.
Nah, itu dia perbedaan yang cukup terlihat antara demam chikungunya dan DBD. Ketahui perbedaannya sebelum melakukan penanganan terutama ketika anak dalam fase kritis. Semoga bermanfaat ya, Ma.