Studi: Virus Corona Bertahan di Saluran Pernapasan Anak Hingga 17 Hari
Materi genetik dari virus SARS-CoV-2 pada anak-anak yang rata-rata bertahan selama 17,6 hari
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sebuah studi mengenai virus SARS-CoV2-2 atau corona kembali diterbitkan, hasilnya kali ini cukup mengejutkan. Studi asal Korea Selatan yang diterbitkan di jurnal "JAMA Pediatrics"menemukan adanya materi genetik dari virus SARS-CoV-2 pada anak-anak yang rata-rata bertahan selama 17,6 hari.
Tak hanya pada anak yang bergejalan, studi ini menyebutkan bahwa virus ini juga terdeteksi selama 14 hari pada anak-anak yang tak bergejala, Ma.
Dari 90 anak, 20 di antaranya tidak menunjukkan gejala, sementara 71 sisanya menunjukkan gejala seperti demam, batuk, diare, sakit perut, hingga kehilangan indra penciuman atau perasa.
Meski demikian, jangan langsung panik ya, Ma. Berikut perbandingan dengan prevalensi angka virus corona pada anak di Indonesia, beserta cara mencegah infeksi penyakit tersebut pada anak-anak. Simak rangkuman Popmama.com berikut ini.
1. Ditemukan di hidung dan tenggorokan selama berminggu-minggu
Dalam studi yang diterbitkan di jurnal "JAMA Pediatrics" pada 28 Agustus lalu, mereka melibatkan 91 anak-anak yang terdiagnosis Covid 19 di Korea Selatan pada periode 18 Februari hingga 31 Maret 2020.
Dari studi yang dijalankan tersebut, telah ditemukan 20 anak-anak (22 persen) yang tidak bergejala atau asimtomatik, sementara 71 anak (78 persen) menunjukkan gejala.
Gejala yang ditunjukkan berupa:
- demam,
- batuk,
- diare,
- sakit perut,
- hingga kehilangan indra penciuman atau perasa.
Durasi gejala pun bervariasi, antara 1-36 hari.
Dan dr. Roberta DeBiasi dan dr. Meghan Delaney dari Rumah Sakit Nasional Anak di Washington DC, Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa anak-anak dengan dampak ringan dan sedang tetap bergejala untuk jangka waktu yang lama.
Dalam studi yang sama, materi genetik virus terdeteksi pada anak-anak selama rata-rata 17,6 hari. Sementara, pada anak-anak yang tidak bergejala, virus tersebut rata-rata terdeteksi selama 14 hari.
Selama terdeteksi itu, virus akan bertahan di hidung dan tenggorokan selama berminggu-minggu meski mereka tak menunjukkan gejala sekali pun.
2. Tetap perlu dites untuk melacak kontak
Dalam penelitian ini, sekitar 85 anak yang terinfeksi ternyata terlewatkan pengujian karena saat studi ini keluar, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mengubah pedoman yang mengatakan bahwa orang tanpa gejala mungkin tidak perlu dites.
Pedoman baru ini tentunya mendapat kecaman keras dari American Academy of Pediatrics (AAP) dan dianggap sebagai langkah mundur yang berbahaya. Sebab, orang tanpa gejala mungkin menjalin kontak dekat dengan seseorang yang diketahui memiliki virus.
Pelacakan kontak menjadi kunci penting untuk mengurangi penyebaran virus. Menurut dr. Sally Goza, Presiden AAP, anak-anak sering kali menunjukkan sedikit atau tidak ada sama sekali gejala virus Covid 19.
Bukan berarti mereka kebal dengan virus, bisa jadi sebagian dari mereka justru sakitnya sangat parah.
3. Indonesia menjadi CFR tertinggi pada anak terpapar Covid 19 di Asia Pasifik
Sementara itu, menurut data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Indonesia adalah negara dengan case fatality rate (CFR) tertinggi pada anak terpapar Covid 19 di kawasan Asia Pasifik.
Dari hasil di berbagai negara, CFR pada usia 0-18 tahun per tanggal 16 Agustus adalah 1,1 persen, lebih tinggi dari Tiongkok (<0,1 persen), Italia (<0,1 persen), dan Amerika Serikat (<0,1 persen). Bahkan, angka kematian anak akibat Covid 19 di Eropa adalah 0,03 persen, jauh di bawah Indonesia.
Anak-anak yang terpapar Covid 19 pada anak di Indonesia adalah 9,1 persen. Bandingkan dengan Selandia Baru (10-19 tahun) yang hanya 8 persen, Amerika Serikat 5 persen, Australia (10-19 tahun) 3 persen, Selandia Baru (0-9 tahun) 2 persen, Italia (1,2 persen), Australia (0-9 tahun) 1 persen, dan Tiongkok 0,9 persen.
4. Rekomendasi IDAI dalam mencegah Covid 19 pada anak-anak
Tingginya angka yang terinfeksi serta kematian akibat Covid 19 pada anak dan orang dewasa, dengan ini IDAI merekomendasikan kepada pemerintah untuk tetap menunda proses belajar mengajar tatap muka di sekolah.
Selain itu, IDAI juga menganjurkan para orangtua untuk selalu menggunakan anak mereka masker. Namun jika anak memiliki riwayat medis yang menghalangi anak untuk pakai masker seperti penyakit jantung dan paru kronis, serta gangguan mental dan kognisi, maka Mama bisa memberikan face shield.
Untuk anak di bawah 2 tahun, sebaiknya hindari penggunaan masker dan lebih disarankan mengganti pemaiakan masker dengan memakai face shield, itu pun harus dengan pengawasan ketat orangtua atau pengasuh ya, Ma.
Mengajarkan pada anak untuk tetap menjaga jarak fisik minimal 2 meter dengan orang lain, rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
Mama juga perlu mengajarkan pada anak untuk menghindari memegang mulut, mata, dan hidung, menjauhi orang yang sakit, serta tetap di rumah untuk mencegah paparan infeksi.
Tetap tenang dan patuhi protokol kesehatan yang ada ya, Ma. Semoga informasi di atas dapat bermanfaat!
Baca juga:
- Hati-Hati Kasih Makan Anak, Virus Corona Tahan 21 Hari di Frozen Food
- Covid Toes atau Lesi Ungu di Kaki, Jadi Gejala Baru Virus Corona
- Cegah Virus Corona, Yuk Buat Masker Bersama Anak di Rumah