5 Alasan Mengapa Jangan Memaksa Anak untuk Berbagi
Orangtua perlu menghormati otoritas dan hak-hak dasar anak, termasuk soal berbagi
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sejak kecil kita diajarkan tentang pentingnya berbagi kepada sesama. Dimulai dari hal sederhana, seperti mengajarkan pada anak berbagi kue dengan saudaranya atau pun berbagi mainan untuk dimainkan bersama-sama temannya.
Banyak orangtua yang merasa canggung tatkala sang Anak menolak berbagi dengan anak yang lain. Memang, berbagi adalah hal yang baik. Tetapi tahukah mama, ketika anak tidak mau berbagi bukan berarti ia anak yang egois. Faktanya, pada beberapa kondisi, orangtua perlu menghormati otoritas diri anak yang enggan berbagi dengan orang lain.
Berbagi adalah simbol kebaikan dan kemurahan hati. Tetapi seperti apa kita mengharapkan anak kita untuk berbagi? Seberapa dini anak bisa belajar berempati?
Popmama.com merangkum 5 alasan mengapa orangtua tak perlu memaksa anak untuk berbagi, dilansir dari Huffpost:
1. Sebagian barang terlalu istimewa untuk dibagikan
Ada barang-barang yang diberikan oleh orangtua atau kerabat untuk anak yang bertepatan dengan momen spesial. Sebagian mungkin sudah dimiliki anak sejak ia masih sangat kecil. Hal ini membuat anak tidak ingin berbagi dengan orang lain. Mereka tidak ingin melepaskannya atau melihat orang lain memainkan mainan yang spesial baginya.
Tidak adil rasanya jika memaksa anak berbagi barang istimewanya. Apalagi jika itu hanya untuk menyenangkan anak lain.
2. Anak masih belajar tentang konsep berbagi
Ketika kita mencontohkan perilaku yang ingin kita lihat pada anak kita, secara alami anak akan melakukannya. Ketika kita terbiasa menunjukkan perilaku yang baik, murah hati dan penuh kasih, anak kita juga akan berperilaku demikian.
Namun, yang perlu dipahami, anak-anak yang sangat kecil masih belum dapat memahami gagasan membiarkan anak lain bermain dengan mainan miliknya. Sekalipun orangtua mencontohkan perilaku berbagi secara intens.
Anak-anak di bawah usia 3 tahun secara khusus belum dapat memproses atau memahami konsep empati.
3. Menghormati otonomi dan hak dasar seorang anak
Berbagi adalah hal yang murah hati dan menakjubkan. Tetapi hal ini hanya terjadi jika seseorang terdorong melakukannya sendiri. Memaksa anak untuk berbagi tentu saja bertentangan dengan niatan awal berbagi itu sendiri.
Bagi seorang anak, memaksa adalah memaksa. Sama seperti anak kita, sebagai orang dewasa pun kita tidak senang jika dipaksa harus berbagi barang yang kita sukai.
Memaksa anak untuk berbagi membuat anak tumbuh dengan pemikiran bahwa semua orang dewasa memiliki kekuasaan atas mereka, dalam segala macam situasi yang tidak diinginkan. Padahal anak mempunyai hak-hak dasar dan otonominya sendiri.
Meski usianya masih kecil, anak harus bisa membuat keputusan penting untuk dirinya sendiri. Tak perlu berbuat sesuatu hanya untuk mematuhi dan mengesankan anak, sementara itu bertentangan dengan hak dasar dan otonomi diri sendiri.
Jika kita menghormati anak-anak, mereka akan menghormati kita dan orang-orang di sekitar mereka.
4. Memahami konsep kepemilikan
Sebagai orang dewasa, kita punya barang-barang yang kita jaga dengan sepenuh hati. Misalnya laptop, handphone, barang-barang koleksi, jam tangan, dan lain-lain. Kita menjaga barang-barang tersebut dengan penuh tanggungjawab karena menyayanginya. Kita bisa marah ketika ada yang memberikan barang-barang kesayangan kita kepada orang lain, atau memakai barang-barang tersebut tanpa izin.
Inilah yang disebut dengan konsep kepemilikan. Sama seperti kita tidak berhak atas kepemilikan orang lain. Jika anak ingin memberi sesuatu kepada orang lain, itu adalah hak prerogatifnya. Jadi, mengapa tidak menerapkan hal yang sama kepada si Kecil?
5. Mengajarkan kesabaran
Anak-anak kita tidak harus memberikan sesuatu, hanya karena orang lain menginginkannya. Dengan konsep yang sama, ini adalah pelajaran penting bahwa kita tidak boleh melangkahi orang lain untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.
Anak perlu tahu bahwa ia tidak selalu mendapatkan apa yang diinginkannya langsung pada saat keinginan itu muncul. Di situlah anak belajar satu keterampilan penting dan berharga, yaitu kesabaran. Ia perlu menunggu giliran untuk bisa memainkan mainan yang sedang dimainkan anak lain.
Apabila ia tidak berhasil mendapatkan mainan yang diinginkannya, di situlah anak belajar mengelola rasa kecewanya. Ini adalah cara terbaik untuk mengajarkan tentang bagaimana dunia yang sebenarnya kepada anak.
Untuk menghindari konflik, sebelum sang Teman datang ke rumah, ajak anak memilih mainan yang dapat dimainkan bersama-sama dengan teman-temannya. Singkirkan mainan yang anak tidak ingin orang lain memainkannya.
Tak perlu terlalu kaku, Ma. Ini hanyalah fase dan akan berlalu. Seiring perkembangan, pelajaran anak tentang empati dan berbagi akan menjadi lebih baik.
Semoga menginspirasi ya, Ma.
Baca juga:
- 9 Tips Pengasuhan Positif yang Mengajarkan Anak Perilaku Baik
- 10 Cara Mengajarkan Anak Balita Membereskan Mainan Sendiri
- Apa Arti Serakah dan Cara Mengajarkan Anak agar tidak seperti Itu!