Bahaya Zat BPA di Kemasan Air Minum, Benarkah bisa Ganggu Kesuburan?
Zat bahaya BPA ada di air minum, benarkah bisa mengganggu kesuburan?
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kalangan akademisi dari berbagai latar belakang ilmu pengetahuan mengungkapkan, adanya bahaya zat kimia bisphenol A (BPA) pada kemasan air minum bagi konsumen.
Terkait bahaya zat kimia ini juga telah diungkap oleh Dosen Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan UGM, Diah Ayu Puspandari dalam agenda Sarasehan Regulasi Pelabelan BPA Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) d Hotel Shangri-La, Jakarta, Selasa (5/7/2022).
“Kebutuhan air minum orang per hari diperkiraakan mencapai 1.146 ml memiliki risiko tinggi, jika air minum yang dikonsumsi terpapar BPA,” ungkapnya.
Terkait dengan zat kimia tersebut, Popmama.com rangkum efek kimia dari kemasan air minum dari berbagai sumber. Simak selengkapnya!
1. Zat kimia BPA berpotensi memicu penyakit
Diah Ayu mengatakan, kontaminasi BPA yang ada di air minum kemasan berpotensi memicu resiko penyakit. Mulai dari katastropik seperti infertilitas atau gangguan kesuburan, autis pada anak, gangguan metabolisme tubuh, hingga kanker.
Lewat kajian dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan KEPERAWATAN (FKKMK) Universitas Gadjah Mada mengungkap, kejadian infertilitas ini berpotensi memicu kerugian materi, yang tidak dapat dtianggung dalam pendanaan BPJS Kesehatan.
“Infertilitas merupakan salah satu penyakit yang dipilih dalam kajian tersebut dengan mempertimbangkan besarnya biaya serta layanan,” ungkapnya.
“Infertilitas ini tidak masuk dalam paket manfaat BPJS Kesehatan, sehngga biaya pelayanan kesehatannya masih menjadi tanggungan pasien secara mandiri,” katanya.
2. Kajian BPA dilakukan untuk menghitung beban biaya
Kajian yang dilakukan ini untuk menghitung beban biaya penyakit sebagai dampak dari kandungan zat BPA, yang turut berkontribusi dalam peningkatan biaya kesehatan.
Lebih lanjut, Diah mengatakan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, BPA berkontribusi 4,5 kali lebih besar memicu infertilitas.
Data itu kemudian digunakan untuk menghitung total beban biaya infertilitas terkait BPA dalam AMDK galon, dengan perhitungana yang menghasilkan kisaran biaya perawatan antara Rp. 16 triliun hingga Rp. 30,6 triliun dalam satu siklus.
“Jumlah biaya yang cukup besar, dan tentunya menjadi beban masyarakat yang harus ditanggung secara mandiri. Di sisi lain infertilitas dalam tatanan masyarakat, memliki masalah dan menjadi beban sosial yang cukup kompleks,” ungkap Diah.
3. Ahli berharap kehadiran data ini dapat membantu kebijakan Pemerintah
Pada kesempatan yang sama, Ahli Biomedik Farmasi dan Farmakologi dari Universitas Airlangga (UNAIR) Prof. Junaidi Khotib mengatakan, kehadiran akademisi diharapkan mampu memberikan data berbasis saintifik guna mendukung kebijakan Pemerintah yang berpihak pada masyarakat luas.
“Kami terbuka dan mendorong penelitian yang bermanfaat. Ini bagian tugas kami menyediakan data berbasis sains untuk digunakan bagi dukungan kebijakan, yang berpihak pada masyarakat demi kemajuan bangsa,” ungkap Junaidi.
4. Agenda sarasehan diharapkan bisa mengedukasi masyarakat
Menurut Kepala BPOM RI Penny K Lukito, diharapkan agenda sarasehan ini dapat mengedukasi masyarakat terkait berbagai risiko yang dikaitkan dengan pencernaan BPA, terutama pada kandungan air minum.
“Saintifik base-nya sudah jelas. Berbagai negara sudah menyampaikan respons dengan menurunkan standar, sudah lagi tidak menggunakan polikarbonat. Tapi kami merespons dengan level yang palng ringan dengan labelling BPA,” ungkapnya.
Baca juga:
- Dukung Perkembangan Kognitif Anak dengan Mencukupi Kebutuhan Air Minum
- Makanan dan Minuman yang Menyebabkan Kulit Wajah Kusam
- Tanda Kamu Mengalami Penurunan Kesehatan Akibat Minum Kopi Berlebihan