Yuk, Ma! Kenali Ciri-Ciri Investasi Bodong yang Meresahkan
Menawarkan keuntungan besar dalam waktu yang instan
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bicara mengenai Investasi memang akan selalu menarik, apalagi saat ini banyak sekali investasi menawarkan keuntungan yang menggiurkan. Jika tidak teliti dan paham betul, Mama justru akan rugi karena investasi bodong.
Investasi bodong merupakan investasi yang meminta sejumlah uang kepada investor untuk menanamkan modal pada kegiatan bisnis yang mereka lakukan, namun sebenarnya bisnis tersebut tidak pernah ada.
Jika ingin berinvestasi, kenali terlebih dahulu profil perusahaan dan jangan dulu langsung tertarik dengan penawaran-penawaran yang tidak masuk akal. Umumnya investasi bodong menawarkan return besar dengan instan.
Untuk dapat menghindarinya, Mama perlu tahu ciri-ciri investasi bodong seperti apa. Nah di bawah ini Popmama.com akan bahas semuanya untuk Mama.
1. Tidak dijelaskan underlying usaha
Pengelola investasi atau pihak yang menawarkan investasi bodong tidak menjelaskan mengenai underlying usaha yang memenuhi asas kewajaran di sektor investasi keuangan.
Mereka tidak menjelaskan akan dikemanakan dana investasi, akan dialokasikan ke saham atau reksadana. Karena Jika ditanamkan di reksadana saham maka aset dasarnya berupa saham yang termasuk blue chip.
2. Menawarkan return besar dalam waktu singkat
Ciri-ciri investasi bodong biasanya menawarkan return atau keuntungan yang besar, tidak masuk akal dalam waktu singkat. Biasanya banyak yang terjebak di sini karena tergiur dengan keuntungan tersebut.
Padahal jika dilihat, seharusnya keuntungan dan return yang besar harus sesuai risiko seperti halnya reksadana dan juga saham. Nah, kalau Mama menerima tawaran yang menurut Mama tidak masuk akal, perlu diwaspadai itu investasi bodong.
3. Tidak memiliki struktur perusahan
Perusahaan yang menjalankan investasi bodong tidak memiliki struktur kepengurusan yang jelas, karena target mereka hanyalah uang dari calon investor. Sehingga struktur perusahaan sebenarnya tidak ada.
Tidak hanya itu, investasi bodong tidak memiliki kegiatan usaha yang jelas serta domisili perusahaan yang tidak valid.
4. Tidak dijelaskan cara mengelola investasi
Ketika kita berbisnis, atau bahkan membeli barang, biasanya kita akan dijelaskan dulu aspek dari barang tersebut, bagaimana cara memakainya dan lain sebagainya.
Namun pelaku penawaran investasi bodong biasanya tidak menjelaskan dengan detail bagaimana cara mengelola investasi, karena sebenarnya memang tidak ada cara mengelola dikarenakan perusahaannya pun tidak ada.
5. Kualitas barang tidak sebanding harga yang ditawarkan
Jika investasi menggunakan barang, biasanya kualitas barang tidak sebanding dengan harga sebenarnya. Calon investor memang harus lebih waspada terhadap penawaran tersebut.
Intinya lihat lagi profil perusahaan dan struktur kepengurusan pada perusahaan tersebut supaya Mama bisa blebih yakin untuk berinvestasi. Jangan hanya lihat dari keuntungannya saja ya, Ma.
6. Kegiatannya seperti skema ponzi
Investasi bodong bisa dibilang lebih menyerupai money game dan juga skema ponzi, ada kegiatan perekrutan anggota yang di mana mereka akan mendapatkan keuntungan dari anggota yang berhasil mereka rekrut.
Nama Ponzi diambil dari penipu ulung bernama Charles Ponzi pada awal abad 20, namanya kemudian dipakai untuk menjelaskan skema penipuan serupa.
7. Bonus akan dibayar jika ada perekrutan
Skema ponzi memang sering digunakan oleh para pelaku bisnis investasi bodong, yaitu dengan merektrut konsumen untuk bergabung. Setelah investor baru bergabung, maka barulah investor lama mendapat keuntungan atau bonus.
Hal ini terus terjadi sampai akhirnya terbukti bahwa itu investasi bodong. Namun jika belum terbukti, skema ponzi akan terus berlangsung dan memakan banyak korban.
Demikianlah informasi mengenai ciri-ciri investasi bodong yang harus diketahui supaya tidak tertipu.
Baca juga:
- Pentingnya Investasi Masa Depan bagi Generasi Millennial
- Ma, Ini 7 Aplikasi Investasi yang Cocok untuk Pemula
- Investasi Keluarga di Masa Pandemi, Pentingkah?