Raperda Kekerasan Perempuan dan Anak di Aceh Diserahkan ke KPPPA
Ini merupakan salah satu bentuk usaha pemerintah dalam menekan angka kekerasan anak
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda/Qanun Aceh) tentang Tata Cara Penyelesaian Kekerasan terhadap Perempuan telah rampung disusun. Latar belakang disusunnya Raperda ini karena adanya peningkatan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak serta permasalahan dalam penanganan korban. Oleh karena itu, Raperda tersebut juga difokuskan pada pemanfaat teknologi informasi dan pemberian sosialisasi pemberdayaan.
Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh Kamis (9/8) telah menyerahkan Naskah Akademis dan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda/Qanun Aceh) tentang Tata Cara Penyelesaian Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Raperda tersebut merupakan sebuah inisiatif dari DPR Aceh.
“Kementerian PPPA akan menganalisis Raperda tersebut terlebih dahulu, sebab kami meyakini kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan fenomena yang sistemik dan dapat membentuk siklus kekerasan. Siklus tersebut terbentuk dari generasi ke generasi, seperti misalnya anak laki-laki korban kekerasan yang tidak mendapatkan penanganan, kemudian berpotensi untuk menjadi pelaku kekerasan. Pelaku kekerasan juga bisa berasal dari orang–orang terdekat, dan hal ini sudah diketahui oleh para penegak hukum. Diperlukan ketahanan keluarga, anak, serta masyarakat terkecil untuk mencegah hal tersebut,” ujar Sekretaris Kementerian PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu.
Usaha KPPPA dalam menekan angka kekerasan pada anak
Dalam menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebut, KPPPA telah melakukan beberapa upaya. Antara lain melakukan peningkatan kapasitas masyarakat melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), serta melakukan pelatihan terhadap Aparat Penegak Hukum dalam menangani korban kekerasan.
Salah satu Anggota Komisi VI DPR Aceh, Adam Mukhlis mengatakan bahwa diperlukan sosialisasi dengan memandang budaya dan karakter masyarakat Aceh dalam menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Sebagai contoh, masih adanya pola pikir suami sebagai kepala rumah tangga yang menganggap istri dan anaknya adalah miliknya sepenuhnya, jadi apa yang dilakukan suami pada istri dan anak bukanlah urusan orang lain.
“Raperda ini diharapkan akan berfokus pada sistem kesejahteraan sosial dan proses peradilan perempuan dan anak, serta perubahan perilaku masyarakat yang mendukung kekerasan, seperti memperhatikan isu perdagangan perempuan dan anak, perlindungan terhadap kaum lanjut usia dan disabilitas, serta memperhatikan hak - hak anak,” tutup Pribudiarta.
Apa yang perlu dilakukan orangtua untuk mengurangi angka kekerasan pada anak?
Di dalam rumah tangga, setiap orangtua memiliki peran penting untuk bisa menekan angka kekerasan pada anak. Yang bisa kita lakukan adalah:
- Mengadakan pendekatan pada anak, dengan memantau pergaulan dan kegiatan anak.
- Menjadi teman bagi anak, ada kalanya anak merasa sungkan untuk menceritakan masalahnya. Ini membuat anak menjaga jarak dengan orangtua. Sementara di usia remaja, anak bisa saja menemukan permasalahan pribadi. Jika anak tidak tahu dengan siapa ia harus berbagi maka ia hanya memendamnya sendiri. Ini bisa memicu stres dan bisa membuat anak tempramental.
- Perhatikan makanan anak. Kelebihan karbohidrat membuat anak memiliki ekstra energi. Ini memengaruhi pada emosional anak. Perhatikan asupan sehari-hari yang disediakan untuk anak.
Setiap orangtua bisa memiliki perannya terhadap perkembangan anak. Ini bisa dimulai dengan kehidupan sehari-hari dalam setiap keluarga.
Baca juga: Tanggapan KPPPA atas Video Viral Oknum AKBP Memukul Seorang Perempuan