Disebut Bakal Geser Tren FOMO, Apa Itu JOMO dan Asal-Usulnya?
Istilah JOMO ternyata bukan baru-baru ini dicetuskan, lho
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Selama ini, kamu mungkin sudah sering kali mendengar istilah FOMO. Akronim tersebut sering kali menggambarkan rasa kecemasan karena takut ketinggalan dari seseorang saat mereka yakin sesuatu yang menarik sedang terjadi.
Namun, tahukah kamu bahwa ada akronim lain yang disebut JOMO? JOMO merupakan kebalikan dari akronim FOMO (Fear of Missing Out) yang dipopulerkan pada 2004. Konsep ini bahkan sudah diterapkan beberapa orang dan dianggap akan menggeser tren FOMO.
Meski sudah ada yang tahu, ternyata masih ada banyak orang yang belum familiar dan paham lebih dalam mengenai JOMO. Lantas, apa itu JOMO dan asal-usulnya?
Dalam artikel kali ini, Popmama.com akan mengajak kamu untuk mengupas tuntas tentang definisi, asal-usul, manfaat, dan cara menerapkan konsep hidup JOMO sehari-hari.
Yuk, disimak!
JOMO: Definisi, Asal-Usul, Manfaat, dan Cara Menerapkannya dalam Kehidupan Sehari-hari
Apa Itu JOMO?
Dikutip dari Cleveland Clinic, JOMOadalah singkatan dari Joy of Missing Out yang berarti konsep untuk menemukan kegembiraan atau kepuasan dengan tidak ikut, serta atau memilih untuk melewatkan suatu aktivitas, dan lebih memprioritaskan diri sendiri.
Menurut psikolog Susan Albers, PsyD, konsep JOMO dapat membantu seseorang untuk lebih sadar dengan keinginan yang memang ingin mereka ikuti, dan bukan memilih aktivitas atau kegiatan yang membuat mereka merasa tertekan untuk ikut serta.
Contohnya, saat ada undangan pesta ulang tahun. Mungkin kamu merasa wajib untuk menghadirinya. Dengan menerapkan JOMO, kamu dapat memutuskan untuk melewatkan pesta tanpa harus merasa bersalah dan takut ketinggalan dengan acara tersebut.
"JOMO memungkinkan kamu untuk menjadi diri sendiri dan jujur, tentang apa yang benar-benar ingin kamu lakukan dan apa yang kamu hargai," kata Albers.
Dari Mana Istilah JOMO Berasal?
Perlu kamu ketahui, istilah JOMO ternyata bukanlah sebuah akronim yang baru. Istilah ini dicetuskan oleh seorang blogger dan CEO Glitch, Anil Dash. Kala itu, Dash menuliskan JOMO dalam unggahan blog pada tahun 2012 silam.
Istilah itu ditemukannya setelah menjadi seorang papa dan sadar bahwa dia telah kehilangan banyak hal dalam kurun waktu satu bulan setelah kelahiran putranya.
Apa Saja Manfaat dari JOMO?
Menerapkan konsep JOMO dalam kehidupan sehari-hari ternyata memiliki berbagai manfaat. Adapun manfaat dari JOMO, antara lain:
- Meningkatkan produktivitas dan fokus
- Meningkatkan keterlibatan dalam hubungan
- Meningkatkan kesejahteraan emosional dan fisik
Pertanyaannya sekarang, apakah JOMO baik atau justru malah buruk? Walaupun ada banyak alasan positif untuk menerapkan konsep hidup JOMO, itu bukan berarti kamu harus berusaha keras menjalaninya selama 24/7, lho.
Pasalnya, ada waktunya konsep hidup FOMO dapat menjadi motivator bagi seseorang untuk keluar dari zona nyaman dan menjelajahi hal-hal baru yang mungkin sebelumnya tak pernah dicobanya.
Selain itu, FOMO juga dapat memungkinkan seseorang mendapatkan ide-ide baru yang tak pernah mereka pikirkan sebelumnya dengan melihat kegiatan, aktivitas, atau tren yang sedang dilakukan oleh orang lain.
Bagaimana Mengubah Gaya Hidup FOMO menjadi JOMO?
Kalau kamu merasa FOMO telah memberikan dampak negatif dan ingin menerapkan konsep hidup JOMO, maka bisa ikuti tips dari Albers untuk mengubah gaya hidup dari FOMO menjadi JOMO. Adapun beberapa tipsnya, antara lain:
1. Manfaatkan waktu tanpa terlibat dengan media sosial
Konsep JOMO memang lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Itu karena menurut Albers, penyebab orang menjadi FOMO (Fear of Missing Out) karena media sosial.
Pasalnya lewat media sosial, orang-orang dapat menelusuri feed teman dan melihat apa yang mereka lakukan. Hingga akhirnya terciptalah emosi yang muncul seperti kesedihan, kebencian, dan kecemburuan.
Berangkat dari situ, Albers berpendapat bahwa penawar FOMO adalah menjauh dari media sosial. Oleh karena itu, jika ingin mengubah konsep hidup dari FOMO menjadi JOMO, maka kamu perlu memanfaatkan lebih banyak waktu tanpa terlibat dengan media sosial.
Akan tetapi, bagi kamu yang sudah sering berselancar di media sosial, mungkin rasanya agak sulit untuk berhenti total dari media sosial. Jika kamu merasa berat, maka jangan khawatir dulu.
Alih-alih berhenti total dari media sosial, kamu bisa memilih untuk membatasi penggunaan waktu yang dihabiskan untuk media sosial seperti Instagram atau TikTok. Nantinya, sisa waktu yang ada bisa kamu manfaatkan untuk fokus melakukan kegiatan lainnya.
Misalnya, kamu biasanya menghabiskan waktu sekitar empat jam di media sosial. Untuk membatasinya, kamu bisa mengurangi waktu berselancar di media sosial menjadi tiga setengah jam, lalu kurangi lagi menjadi setengah jam, hingga mencapai target yang diinginkan.
2. Menentukan batasan secara selektif
Untuk mengubah FOMO menjadi JOMO, maka kamu juga perlu menetapkan batasan di semua aspek kehidupan. Dengan kata lain, cobalah untuk lebih selektif dalam mengatur waktu.
Di sini, kamu bisa mempertimbangkan lagi untuk ikut berpartisipasi dalam acara atau kegiatan, yang benar-benar membuat kamu merasa gembira.
Jika kamu tahu ada kegiatan atau acara yang membuat kamu merasa tidak nyaman, lebih baik dipikirkan dulu secara matang apakah itu benar-benar membuatmu senang atau justru malah untuk menyenangkan orang lain.
3. Memberanikan diri untuk mengatakan tidak pada sesuatu yang tidak kita sukai
Tidak ada salahnya kok untuk mengatakan tidak pada sesuatu yang memang tidak kita sukai atau kita tidak merasa nyaman. Selain itu, kamu juga tak perlu menyampaikan permohonan maaf karena berani mengatakan tidak pada sesuatu yang tidak kamu sukai.
Perlu kamu tahu, rasa bersalah karena mengatakan tidak memang lumrah terjadi saat kamu memutuskan untuk memprioritaskan diri sendiri. Akan tetapi, berani mengatakan tidak juga dapat membuat diri tidak terbebani dengan sesuatu yang memang tak disanggupi.
Kesimpulan
Menerapkan konsep hidup FOMO maupun JOMO sebenarnya tidak ada salahnya. Perlu kamu ketahui, ada waktu dan tempatnya tersendiri dalam hidup kamu untuk menerapkan konsep hidup FOMO dan JOMO.
Jika kamu ingin menerapkan konsep hidup JOMO, kamu perlu bertanya dulu kepada diri sendiri mengenai hal yang benar-benar kamu nikmati dan dapatkan kesenangannya sebelum memutuskan atau berkata 'iya' pada suatu kegiatan, acara, aktivitas, atau tren.
Selain itu, Albers juga menyarankan kamu untuk tanyakan pula kepada dirimu sendiri apakah kamu melakukan kegiatan itu hanya karena takut ketinggalan? Atau memang ada sesuatu yang benar-benar kamu ingin lakukan?
"Terkadang, yang kamu perlu lakukan hanyalah berhenti sejenak dan mengevaluasi apa yang benar-benar membuat kamu senang sebelum melakukannya," pungkas Albers.
Nah, itu dia definisi, asal-usul, manfaat, dan cara menerapkan konsep hidup JOMO sehari-hari. Jadi, apakah kamu benar-benar tertarik untuk mengadopsi konsep JOMO dalam kehidupanmu pribadi?
Baca juga:
- Apa Itu Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD?
- Apa Itu Battered Woman Syndrome? Bisa Memengaruhi Kondisi Mental
- Apa Itu Jam Koma? Ramai di Media Sosial