Kemendagri Luncurkan Layanan Cegah Korupsi versi Metaverse
Apakah cara ini ampuh untuk cegah praktik korupsi?
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membuat layanan baru untuk mencegah potensi korupsi di lingkungan pemerintah daerah. Layanan yang diberi nama Konsultasi Virtual Otonomi Daerah (Kovi Otda) ini kabarnya menggunakan teknologi metaverse.
Dengan adanya layanan ini, pemerintah daerah dapat berkonsultasi dengan pemerintah pusat melalui jagat maya.
"Kita launching sebuah inovasi untuk melayani Pemda seputar konsultasi otonomi daerah berbasis virtual dengan teknologi metaverse atau 3D animasi," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Otda Kemendagri, Akmal Malik melalui keterangan tertulis.
Lalu, bagaimana cara pemda untuk mengakses layanan ini? Apa kata warganet tentang inovasi yang dibuat oleh Kemendagri?
Temukan jawabannya dengan menyimak rangkuman informasi yang sudah Popmama.com lansir dari laman IDN Times secara lebih detail.
1. Pemda bakal bisa bertemu pejabat lain untuk konsultasi
Akmal menjelaskan bahwa nantinya pemda bakal bisa bertemu dengannya dan pejabat lainnya untuk berkonsultasi dalam bentuk animasi 3 dimensi.
Dirinya menerangkan, layanan canggih tersebut sesuai dengan adanya perkembangan teknologi yang mulai bergeser ke revolusi industri 4.0. Perubahan ini pun dibuat untuk memperbarui layanan konvensional.
"Saya tidak suka (cara konvensional) karena era revolusi industri 4.0 telah tiba. Cara-cara lama atau konvensional dalam pelayanan akan mati ditinggal oleh zaman. Kami menyadari akan hal itu," tuturnya.
2. Kemendagri akan beri akun khusus kepada pemda untuk mengakses layanan
Akmal mengatakan bahwa layanan metaverse tersebut dapat diakses melalui situs www.kovi.otda.kemendagri.go.id. Kemendagri juga akan memberikan akun khusus kepada pemda untuk mengakses layanan tersebut.
Nantinya, pemda akan berkonsultasi dengan pemerintah pusat melalui tampilan tiga dimensi. Dengan begitu, pemda sudah bisa berkonsultasi dengan pemerintah pusat tanpa harus datang ke Jakarta.
Layanan ini sendiri diuji coba dan diluncurkan pada Peringatan Hari Otonomi Daerah (Otda) ke-26 pada 25 April 2022 lalu. Sejumlah pejabat Kemendagri turut menjajal layanan tersebut menggunakan kacamata virtual reality.
3. Teknologi metaverse untuk cegah praktik korupsi dinilai hanya gimmick belaka
Dalam pandangan Program Manager Transparency International Indonesia (TII), penggunaan teknologi metaverse untuk mencegah korupsi tak lebih dari sekadar gimmick belaka.
Dirinya mengaku ragu bahwa inisiatif penggunaan teknologi ini mampu merespons permasalahan utama korupsi, yakni korupsi politik.
"Risiko korupsi di Indonesia erat kaitannya dengan korupsi politik. Artinya, praktiknya bukan terjadi di ruang-ruang konsultatif formal yang sifatnya administratif seperti itu. Justru, negosiasi yang biasanya berujung suap dan gratifikasi terjadi di ruang-ruang non-formal, memanfaatkan jaringan patronase yang dimiliki," kata Alvin kepada IDN Times.
Menurut Alvin, tata kelola administrasi publik sudah cukup terbebani dengan banyaknya tanggung jawab yang menyangkut administrasi.
Inilah yang menyebabkan capaian kerja justru malah fokus pada penyelesaian dokumen bukan berbasis kebutuhan warga, termasuk soal isu otonomi daerah.
"Saya kira, harusnya pemerintah lebih memaksimalkan penggunaan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 95 tahun 2018 tentang sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). Terutama perlu memaksimalkan bagian monitoring dan evaluasinya," katanya.
4. Warganet komentari cara Kemendagri cegah korupsi gunakan metaverse
Peluncuran teknologi metaverse untuk cegah korupsi oleh Kemendagri turut dikomentari warganet. Sebagian dari mereka justru malah pesimistis bahwa penggunaan teknologi metaverse bisa mencegah praktik korupsi di lingkungan pemda.
Sebagian dari mereka ada pula yang menilai bahwa penggunaan metaverse untuk pencegahan korupsi adalah lompatan yang terlalu jauh. Hal ini dikarenakan, dalam praktik sehari-hari saja dokumen kependudukan yang sudah berbasis elektronik masih kerap diminta fotokopi.
"Selama KTP masih disuruh fotokopi mah susah buat nerapin ini," kata warganet.
"Kira-kira pengadaan alatnya aman dari korupsi nggak, ya?" tanya warganet.
"Bilangnya buat bikin metaverse eh malah dipakai korupsi deh uangnya," tutur warganet.
Jadi itulah rangkuman informasi tentang Kemendagri yang meluncurkan layanan cegah korupsi versi metaverse. Nah, kalau Mama sendiri apakah setuju dengan adanya layanan yang dikeluarkan ini?
Baca juga:
- Kemenag Buat Aplikasi Haji Online, Bisa Belajar Manasik Metaverse
- Ikuti Raffi Ahmad, Lesti Kejora dan Rizky Billar Buat Leslar Metaverse
- Ramai Ibadah Haji di Metaverse, Bagaimana Penjelasannya?