Merebak di Jepang, Apa Bakteri Pemakan Daging Bisa Sampai Indonesia?
Infeksi dari bakteri ini bisa berakibat fatal bagi manusia
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jepang kabarnya sedang dilanda infeksi Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS) yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes kelompok A. Kasus STSS di Jepang bahkan telah melampaui 1.000 dan kini menjadi perhatian dunia.
Perlu diketahui, STSS bisa berakibat fatal. Negeri Sakura itu bahkan sudah mencatat 77 kasus kematian karena STSS. Kini yang menjadi pertanyaan, apakah bakteri yang dijuluki 'pemakan daging' itu bisa sampai Indonesia?
Kabar tentang bakteri pemakan daging merebak di Jepang telah Popmama.com rangkumkan secara detail dalam artikel kali ini.
1. Bakteri Streptococcus bisa menghancurkan kulit, lemak, dan jaringan sekitar otot dalam waktu singkat
Bakteri ini dijuluki sebagai 'pemakan daging' karena dapat menghancurkan kulit, lemak, dan jaringan di sekitar otot dalam waktu yang singkat. Penularannya bisa terjadi lewat pernapasan dan droplet (percikan ludah atau lendir) dari penderita.
Kasus STSS yang dilaporkan di Jepang umumnya kasus di rumah sakit yang disebabkan oleh bakteri streptokokus. Ini biasanya muncul dengan gejala faringits atau peradangan pada bagian tenggorokan atau faring.
2. Infeksi STSS bisa berakibat fatal bagi manusia
Infeksi STSS ternyata bisa berakibat fatal bagi manusia. Hal itu karena pasien bisa mengalami sepsis dan gagal multiorgan.
Meski demikian, penyebab dari STSS sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Pasalnya, gejala STSS biasanya ringan dan bisa sembuh dengan sendirinya dalam waktu singkat. Di sisi lain, pengobatan STSS juga dilakukan dengan pemberian antibiotik.
Sampai saat ini, belum ada vaksin khusus yang hadir untuk mencegah terjadinya infeksi bakteri 'pemakan daging' ini.
3. Sudah merebak di Jepang, apakah bakteri ini bisa sampai Indonesia?
Kasus STSS sudah merebak di Jepang saat ini. Negara itu telah melaporkan kasus infeksi streptokokus dalam sistem notifikasi surveilans sejak 1999. 24 tahun kemudian, tepatnya di 2023, terdapat 941 kasus, dan angka itu meningkat menjadi 977 kasus di Juni 2024.
Meski demikian, kabarnya sampai saat ini tidak ada pembatasan perjalanan dari dan menuju Jepang terkait penyebaran STSS.
Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait peningkatan kasus iGAS atau invasive Group A Streptococcal disease, termasuk STSS, di Eropa pada Desember 2022, tidak ada rekomendasi pembatasan perjalanan ke negara-negara yang terdampak.
Masih terkait dengan penyebaran STSS, tak sedikit orang-orang yang bertanya-tanya tentang kehadiran bakteri ini di Indonesia.
Menanggapi hal itu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi, mengatakan kalau di Indonesia saat ini belum ada laporan kasus tersebut.
"Kalau sampai saat ini di Indonesia belum ada laporan ya untuk kasus bakteri 'pemakan daging'," ujar Nadia, dikutip dari laman SehatNegeriku Kemkes.
4. Tingkat penyebaran STSS lebih rendah daripada Covid-19
Walau terdengar mengkhawatirkan, tingkat penyebaran STSS kabarnya jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan Covid-19. Masyarakat pun diimbau tetap menerapkan perilaku hidup sehat, menggunakan masker saat sakit, dan membiasakan mencuci tangan secara rutin.
"Yang paling penting saat ini, kebiasaan baik yang sudah terbentuk di masa pandemi COVID-19 terus dijalankan seperti cuci tangan pakai sabun dan memakai masker, sehingga meminimalisir perpindahan droplet lewat pernafasan," kata dr. Nadia.
Jadi, itulah rangkuman informasi soal bakteri pemakan daging merebak di Jepang. Semoga saja bakteri yang satu ini tidak sampai ke Indonesia ya, Ma.
Baca juga:
- Pentingnya Membersihkan Pusar, Jangan Sampai Jadi Rumah Bakteri
- Awas! Infeksi Bakteri Misterius karena Digigit Kucing Liar
- Ganti Pembalut Tiap Empat Jam saat Haid untuk Cegah Kuman & Bakteri