Aisha Weddings Heboh, Ini Perlindungan Sosial dalam Pernikahan Anak
Aisha Weddings menganjurkan pernikahan muda terhadap perempuan dengan rentang usia 12-21 tahun
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Aisha Weddings, awalnya tak ada yang aneh dengan nama event organizer ini. Namun EO wedding ini mendadak menghebohkan publik karena menawarkan pernikahan di bawah umur.
Di website-nya, Aisha Weddings menganjurkan pernikahan muda terhadap perempuan dengan rentang usia 12 - 21 tahun. Dianjurkan menikah tidak lebih dari usia yang disebutkan tersebut.
"Jangan tunda pernikahan karena keinginan egoismu, tugasmu sebagai gadis adalah melayani kebutuhan suamimu," tulis Aisha Weddings.
Melihat hal itu, bagaimana perlindungan sosial terhadap pernikahan di bawah umur? Berikut penjelasan yang diulas Popmama.com dari berbagai sumber:
Kasus Pernikahan Anak Masih Menjadi Perhatian di Indonesia
Dalam sumber Pusat Data Statistik yang dikeluarkan Kementrian PPN/Bappenas menunjukkan kasus pernikahan anak di Indonesia cukup tinggi. Namun dalam 10 tahun terakhir, hanya ada penurunan kecil untuk perkawinan anak di Indonesia yaitu 3,5 poin persen.
Pada Oktober 2019, Pemerintah Indonesia mensahkan Undang-Undang nomor 16 tahun 2019 yang merupakan perubahan atas UU nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Di tahun 2018, 11,21 persen perempuan 20-24 tahun menikah sebelum mereka berumur 18 tahun. Pada 20 provinsi prevalensi perkawinan anak masih ada di atas rata-rata nasional.
Provinsi dengan prevalensi perkawinan anak tertinggi adalah Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Ada lebih dari 1 juta anak perempuan yang menikah pada usia anak. Menurut angka absolut kejadian perkawinan usia anaknya, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah adalah 3 provinsi yang paling tinggi.
Dalam 10 tahun, prevalensi perkawinan anak di daerah perdesaan menurun sebanyak 5,76 poin persen, sementara prevalensi di daerah perkotaan hanya menurun kurang dari 1 poin persen.
Latar Belakang Keluarga Pemicu Terjadinya Perkawinan Anak
Perkawinan anak berhubungan dengan berbagai faktor yang dapat bersifat struktural maupun yang berasal dari komunitas, keluarga, maupun kapasitas individual.
Temuan dari Susenas dan studi literatur memperlihatkan bahwa anak yang lebih rentan terhadap perkawinan anak adalah anak perempuan, anak yang tinggal di keluarga miskin, di perdesaan, dan memiliki pendidikan rendah.
Pekerja perempuan usia 18 tahun ke bawah lebih mungkin untuk bekerja di sektor informal dan karenanya menjadi lebih rentan apabila dibandingkan dengan perempuan dalam kelompok umur yang sama yang menikah setelah 18 tahun dan bekerja.
Laporan ini memperlihatkan kemiskinan bukan satu-satunya faktor pendorong terjadinya perkawinan anak. Apabila dihubungkan dengan persentase penduduk miskin, perkawinan anak terjadi di provinsi-provinsi dengan penduduk miskin yang tinggi maupun cukup rendah.
Perlindungan dari Pemerintah
Pemerintah telah merespon dengan beberapa terobosan kebijakan. Di antaranya perubahan usia minimum menikah untuk perempuan, perkawinan anak sebagai prioritas di dalam RPJMN, dan kampanye nasional.
Selain itu, lembaga-lembaga mitra kerja pemerintah juga mengembangkan beberapa program intervensi, seperti kampanye nasional stop perkawinan anak, Kota Layak Anak, Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) dan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual.
Berbagai upaya kebijakan dan program di atas belum cukup untuk mencegah dan mengatasi perkawinan anak serta dampak-dampak negatifnya.
Diperlukan upaya yang lebih cepat, besar, dan terpadu untuk menjawab persoalan ini. Salah satunya, dengan mengeluakan peraturan hingga Undang-undang.
1. Penguatan hukum
Penguatan hukum dan kebijakan yang melindungi anak perempuan dari perkawinan anak termasuk yang lebih lanjut memastikan bahwa kebijakan tersebut berjalan dengan lancar. Tak ada lagi pernikahan di bawah umur atau memalsukan data usia
2. Tingkatkan Pendidikan
Dalam makalah yang disajikan Badan Pusat Statistik (BPS) bersama UNICEF berjudul Pencegahan Perkawinan Anak Percepatan yang Tidak Bisa Ditunda, diketahui penyebab maraknya pernikahan di bawah umur karena pendidikan yang rendah.
Pemerintah berusaha meningkatkan layanan pendidikan dan kesehatan berkualitas. Dengan tingkat pendidikan masyarakat yang lebih tinggi, khususnya di dwaerah terpencil, bisa menekan angka pernikahan anak.
3. Keluarga miskin
Dalam makalah tersebut juga dijelaskan latar belakang keluarga di bawah garis kemiskinan, membuat pernikahan anak banyak dilakukan.
Mengatasi kemiskinan dengan memadukan pendekatan perlindungan anak, penguatan kapasitas pengasuh utama anak, dan penguatan sistem kesejahteraan anak dalam program bantuan dan perlindungan sosial.
4. Tanamkan Pengetahuan mengenai Gender
Ubah pola pikir mengenai dan perlindungan akses anak pada hak kesehatan seksual dan reproduksi, kesetaraan gender dan partisipasi kaum muda. Dengan cara tersebut, diharapkan bisa menekan angka pernikahan anak.
Pernikahan Anak Diatur dalam Undang-Undang
Pemerintah juga membuat Undang-undang yang mengatur mengenai pernikahan anak. Ketentuan Pasal 26 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan tegas melarang terjadinya pernikahan anak di bawah umur yang belum mencapai usia 18 tahun, begitu juga batasan usia nikah dalam Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974.
Dengan ulasan tersebut, diharapkan berbagai pihak lebih memahami perlindungan social hingga perundang-undangan dalam pernikahan anak.
Baca juga:
- Hati-Hati Ma, Anak Bisa Saja Menjadi Korban Kejahatan di Dunia Maya
- Lebih Aman untuk Anak, TikTok Luncurkan Toolkit Kemanan Keluarga
- 7 Cara Membentuk Karakter Anak Penuh Kasih Sayang