Covidiot, Istilah Baru untuk sang Penyangkal Adanya Virus Corona
Sebutan buat yang orang tak peduli dengan keberadaan virus corona
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Baru-baru ini, sebuah video beredar menunjukkan seorang pemuda asal Kuningan, Jawa Barat, yang menyebut dirinya berani memegang mayat Covid-19. Dia menantang dan menyebutkan tak takut dengan Covid-19.
Akhirnya, pemuda tersebut pun ditangkap. Dia pun meminta maaf kepada masyarakat karena videonya yang viral tersebut.
Tindakan pria itu bisa disebut sebagai Covidiot. Istilah ini muncul di tengah virus corona saat ada orang yang tak peduli dengan pandemi ini.
Popmama.com merangkum informasinya hanya untuk kamu, mulai dari istilah dan asal muasalnya!
1. Asal muasal istilah Covidiot
Nama Covid-19 adalah singkatan dari “coronavirus disease 2019″ atau penyakit yang disebabkan oleh virus Corona pada 2019. Dan di tengah Pandemic Covid-19 yang menjadi pandemi seluruh dunia yang terjadi selama satu setengah tahun belakangan ini.
Beberapa negara telah memberlakukan lock down untuk mencegah penyebaran virus corona, namun, masih ada saja beberapa warga yang tetap keluar rumah dan mengabaikan anjuran pemerintah untuk melakukan social distancing, menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjauhi kerumunan, sehingga memunculkan kosakata baru ditengah masyarakat yaitu COVIDIOT.
Dilansir pada Macmilian dictionary, menyebutkan covidiot sebagai istilah untuk seseorang yang mengabaikan saran kesehatan terkait dengan Covid -19.
Sedangkan pada Urban Dictionary, Covidiot adalah orang yang tidak peduli pada peringatan tentang kesehatan atau keselamatan masyarakat.
2. Menanggap hanya flu biasa
Pada dasarnya seorang covidiot tidak menganggap Covid-19 sebagai penyakit yang serius, meskipun pemerintah dan komunitas kesehatan dunia telah mengumumkan secara resmi bahwa ini adalah virus yang serius sangat membahayakan semua masyarakat.
Namun, pada waktu yang bersamaan, mereka tetap egois dan tidak berprilaku yang baik dalam rangka menekan atau memperlambat penyebaran virus Covid-19.
Seseorang yang tidak perduli akan virus ini, menganggap bahwa Covid-19 hanyalah penyakit flu biasa, mereka akan kesal atau marah ketika diminta untuk menggunakan masker kesehatan.
Seorang covidiot menyatakan bahwa mereka mempunyai hak untuk tidak mengikuti perintah mengikuti social distancing dan peraturan lainya yang berlaku.
Mereka mungkin saja tetap pergi atau mengadakan pesta, yang dimana orang orang tidak akan melakukan social distancing atau mengikuti protocol kesehatan Covid-19.
3. Alasan seseorang menjadi Covidiot
Richard Watkins, seorang dokter ahli penyakit menular di Akron, Ohio, dan seorang professor penyakit dalam di Northeast Ohio Medical University mengatakan alasan orang menjadi Covidiot kepada Health.com,
“Mungkin, beberapa alasan dibawah ini membantu menjelaskan mengapa seseorang bertindak seperti covidiot. Salah satunya, penyangkalan," ujarnya.
Beberapa orang benar benar tidak memahami pentingnya situasi tersebut. Jadi, mereka memilih untuk menyangkal.
4. Covidiot bisa membahayakan orang lain
Covidiot berpikir bahwa imun tubuhnya mampu melawan virus dan tidak akan terpapar Covid-19. Mereka merasa sehat dan baik-baik saja.
Timothy Murphy, MD, dekan senior untuk penelitian klinis dan translasi di University at Buffalo Jacobs School of Medicine and Biomedical Sciences, mengatakan meskipun mereka perpikir semuanya akan berakhir baik baik saja, bukan berarti orang yang berinteraksi denganya akan melakukan hal yang serupa denganya.
"Mereka mungkin terinfeksi virus dan menularkanya kepada orang lain yang akan sakit lalu meninggal” katanya.
Hal itu merupakan tanggung jawab sosial bagi orang-orang untuk berkomitmen dalam mengurangi penyebaran virus. Jadi, Covidiot memang harus ditindak agar tak membahayakan semua orang.
5. Cemas tapi memberontak dengan kondisi
Ketika ketidakpastian dan kecemasan meningkat, orang cenderung berprilaku lebih ekstrem. Namun mereka juga memberontak dengan kondisi.
Petros Levounis, MD, ketua departemen psikiatri di Rutgers New Jersey Medical School dan kepala layanan di University Hospital, mengatakan, “beberapa orang sangat waspada sementara yang lainya berkata “tidak ada yang tahu pastinya dan saya tetap tidak akan menggunakan masker.”
6. Mereka egois dan impulsif
Orang yang menjadi Covidiot biasanya impulsif. Di sisi lain, mereka juga bisa disebut sebagai sosok yang egois.
Hal ini mungkin terjadi setelah berbulan-bulan lamanya diberlakukanya peraturan pemerintah daerah setempat yang ketat dan ada hal tertentu lainya yang membuat banyak orang bersikap impulsif.
"Mereka biasanya lebih mengutamakan kepentingan dan kepuasan pribadi daripada kebaikan masyarakat besar," katanya.
Bagaimanapun juga, corona virus itu nyata adanya. Sebagai masyarakat kita wajib mengambil langkah untuk memutus mata rantai penularan, termasuk peduli dengan adanya Covid-19.
Baca juga:
- IDAI: Kematian Anak karena Covid-19 di Indonesia Tertinggi di Dunia
- Hati-Hati! Ini Imbauan Satgas Covid-19 saat Sekolah Kembali dibuka
- Abaikan Prokes saat Arisan dan Kondangan, Bisa Terpapar Covid-19