Mengenal Lepra dan Teknik Modifikasi Tarsorafi untuk Cegah Kebutaan
Indonesia menjadi negara dengan penyandang lepra terbanyak ketiga setelah India dan Brazil
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pernah mendengar penyakit lepra, Ma? Kelainan pada kulit yang mungkin namanya masih cukup asing ini merupakan penyakit infeksi bakteri kronis yang menyerang jaringan kulit, saraf tepi, serta saluran pernapasan.
Di Indonesia sendiri, para penderita lepra masih terbilang cukup tinggi. Berdasarkan World Data Atlas, Leprosy Reported Cases (Number) 2019, Indonesia menjadi negara dengan penyandang lepra terbanyak ketiga setelah India dan Brazil.
Dalam konferensi pers virtual yang diselenggarakan JEC Eye Hospitals and Clinics pada Senin (9/8/21), Dr. dr. Yunia Irawati, Sp.M(K) selaku Head of Trauma Center sub Spesialis Divisi Plastik dan Rekonstruksi Mata JEC Eye Hospitals and Clinics, sekaligus staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSCM menyebutkan:
“Penyakit lepra merupakan penyakit infeksi dengan frekuensi komplikasi okular yang cukup tinggi. Kelainan mata pada penyandang lepra, termasuk lagoftalmus paralisis, membutuhkan deteksi dini dan tatalaksana yang tepat guna mencegah gangguan penglihatan yang bisa berakibat kebutaan. Keterbatasan akses dan biaya untuk berobat menyebabkan penyandang lepra baru mengunjungi penyedia layanan kesehatan ketika sudah mengalami komplikasi yang mengancam penglihatan."
Guna mengetahui lebih lanjut seputar lepra serta teknik modifikasi tarsorafi yang lebih ekonomis, berikut Popmama.com telah merangkum informasi selengkapnya.
1. Apa itu penyakit lepra?
Lepra atau disebut juga kusta merupakan penyakit infeksi kronik menular. Penyakit ini disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae atau M.leprae, dan menyerang kulit, selaput lendir serta syaraf tepi.
Sebagai penyakit infeksi sistemik, lepra bisa membuat penderitanya mengalami komplikasi okular lagoftalmus paralisis atau ketidakmampuan mata untuk menutup rapat. Jika tidak segera ditangani, risiko kebutaan pun mengancam penderitanya.
2. Teknik modifikasi tarsorafi untuk mengatasi lagoftalmus paralisis
Sulitnya akses dan biaya yang terbatas membuat para penderita lepra baru mengunjungi fasilitas layanan kesehatan setelah mengalami komplikasi mata/okular lagoftalmus paralisis. Di mana kondisi ini akan membuat penyandang lepra tidak mampu merapatkan kelopak mata/menutup sempurna.
Melalui konferensi pers virtual pada Senin (9/8/21), spesialis mata dari JEC, Dr. dr. Yunia Irawati,Sp.M(K) mencetuskan tindakan modifikasi tarsorafi untuk mengatasi lagoftalmus paralisis sehingga dapat mencegah kebutaan pada penderita lepra.
Dalam pemaparannya, Dr. Yunia menjelaskan, "Teknik modifikasi tarsorafi yang saya teliti, terbukti sama efektifnya dengan metode gold weight implant (yang paling sering digunakan untuk menangani lagoftalmus paralisis pada penderita lepra).
Bahkan, dibandingkan metode tersebut, teknik ini juga teruji lebih efisien dari sisi komplikasi dan biaya operasi. Harapan saya, teknik modifikasi tarsorafi segera menjadi langkah penanganan yang bisa menjangkau lebih banyak penyandang lepra dari berbagai kalangan."
3. Metode terdahulu yang dimodifikasi teknik tarsorafi
Selain melakukan penemuan baru terhadap metode pengobatan penderita lepra, penelitian yang dilakukan Dr. Yunia sejak Oktober 2018 hingga Mei 2020 ini berhasil mengantarkannya meraih gelar Doktor dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Dalam penelitiannya, Dr. Yunia membandingkan metode gold weight implant dengan modifikasi tarsorafi yang menggabungkan teknik tarsorafi lateral permanen dan levator recess, serta teknik kantopeksi/lateral tarsal strip (LTS) dan kantoplasti.
Gold weight implant sendiri merupakan salah satu pengobatan dengan tingkat kesuksesan tinggi untuk penanganan lagoftalmus paralisis yang sudah dikenal sejak 1958.
Adapun dijelaskan oleh Dr. Yunia bahwa teknik ini dilakukan dengan menjahitkan implan emas pada bagian kelopak mata atas sehingga penderita lepra dengan lagoftalmus paralisis bisa kembali menutupkan matanya secara pasif; terbantu oleh beratnya implan emas dan gaya gravitasi.
Meski terbilang memiliki kesuksesan tinggi dalam menangani permasalahan lepra, namun biaya tindakan metode ini cenderung mahal dan masih bisa berdampak komplikasi setelah pemasangan implan, seperti inflamasi, alergi, ekstrusi, migrasi, ptosis, dan astigmatisme. Pada sekelompok orang, penggunaan emas sebagai bahan implan juga terhalangi tradisi/keyakinan.
Itulah mengapa dicetuskan modifikasi tarsorafi dari Dr. Yunia, yang mana dijelaskan akan memberi tingkat efektivitas yang sama dengan teknik gold weight implant sebagai tatalaksana operatif lagoftalmus paralisis pada penderita lepra.
4. Lebih ekonomis dan terbukti efesien
Untuk mengurangi kasus lepra di Indonesia, Dr. Yunia memaparkan hasil penelitiannya bahwa metode modifikasi tarsorafi sama efisiennya dengan teknik gold weight implant. Namun, modifikasi tarsorafi lebih unggul dari segi efisiensi biaya dan risiko komplikasi yang mungkin terjadi.
Dr. Yunia pun menambahkan, “Bagi penderita lepra yang sebagian besar berasal dari masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah dan pekerjaan yang tidak tetap, tindakan penanganan melalui gold weight implant tentunya membutuhkan pendanaan yang memberatkan."
Sehingga guna mencegah kebutaan bagi para penderita lepra, teknik modifikasi tarsorafi ini akan menjadi alternatif tatalaksana operatif lagoftalmus paralisis untuk menjangkau penderita lepra dari kalangan yang lebih membutuhkan.
Baca juga:
- Waspada! Ini Arti Kedutan Mata Kiri Atas Menurut Medis
- Bau Menyengat yang Tak Biasa, Bisa Jadi Itu Makhluk Tak Kasat Mata
- Pengobatan Sederhana, Inilah 5 Jenis Salep Mata Akibat Infeksi Bakteri