Waspada! Pelanggaran Pemilu di Medsos, Kenali Risiko dan Ancamannya
Media sosial disebut menjadi salah satu tantangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Peningkatan peran media sosial sebagai platform utama dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia menandai perkembangan signifikan dalam proses demokrasi.
Meskipun memberikan kemudahan akses informasi dan memfasilitasi interaksi antara pemilih dan calon, kepopuleran media sosial juga membawa risiko yang tidak dapat diabaikan.
Bawaslu telah bekerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), peserta pemilu, platform media sosial, dan sejumlah organisasi masyarakat untuk mencegah penyebaran kampanye yang mengandung unsur SARA, hoaks, dan ujaran kebencian pada Pemilu 2024.
Nah, kali ini Popmama.com akan menghadirkan informasi dan mengimbau untuk waspada terhadap pelanggaran Pemilu di medsos.
Ingin tahu lebih lanjut? Yuk, terus gulir untuk membaca informasinya!
1. Studi menyatakan bahwa jumlah pengguna internet yang aktif telah mencapai 215,6 juta
Berdasarkan hasil survei yang dirilis oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2023, diketahui bahwa penetrasi internet di Indonesia telah mencapai 215,6 juta, atau setara dengan 78,19 persen dari jumlah penduduk.
Sebagian besar pengguna internet aktif cenderung mengakses media sosial, dengan presentase tertinggi untuk platform seperti YouTube (65,41 persen), Facebook (60,24 persen), Instagram (30,51 persen), dan TikTok (26,8 persen).
Selain itu, hampir seluruh pengguna internet di Indonesia aktif menggunakan platform pesan pribadi.
WhatsApp menjadi yang paling dominan dengan 98,63 persen, diikuti oleh Facebook Messenger (46 persen), Telegram (12,91 persen), dan pengguna yang aktif menggunakan direct message di Instagram mencapai 10,72 persen.
2. Penyebaran kampanye SARA, hoaks, dan ujaran kebencian di media sosial
Menurut data Bawaslu, pola penyebaran kampanye yang mengandung unsur SARA, hoaks, dan ujaran kebencian cukup mencolok selama Pemilu 2019 melalui media sosial.
Serangan tersebut difokuskan pada kandidat, partai, atau kelompok pendukung yang terlibat dalam pertarungan pemilihan presiden. Perlawanan antar kelompok terjadi dengan saling menyerang menggunakan unsur SARA, hoaks, dan ujaran kebencian.
Tidak hanya terbatas pada itu, pola penyebaran hoaks juga diarahkan kepada pemerintah dan penyelenggara Pemilu, termasuk KPU dan Bawaslu. Sementara itu, untuk menilai tingkat risiko Pemilu 2024 dalam konteks kampanye di media sosial, tiga indikator utama diidentifikasi:
- Materi kampanye yang mengandung unsur SARA hadir di media sosial pada akun lokal, seperti Grup WhatsApp atau Facebook.
- Materi kampanye hoaks tersebar di media sosial pada akun lokal, seperti Grup WhatsApp atau Facebook.
- Materi kampanye ujaran kebencian muncul di media sosial pada akun lokal, seperti Grup WhatsApp atau Facebook.
3. Provinsi dan kabupaten/kota dengan risiko tertinggi di media sosial
Secara keseluruhan, DKI Jakarta mencerminkan provinsi dengan tingkat kerawanan tertinggi berdasarkan jumlah total kejadian untuk seluruh indikator risiko di media sosial, termasuk kampanye bermuatan SARA, hoaks, dan ujaran kebencian. Jakarta mencapai skor 75.
Berikutnya adalah Maluku Utara (36,11), Kepulauan Bangka Belitung (34,03), Jawa Barat (11,11), Kalimantan Selatan (0,69), dan Gorontalo (0,69).
Sementara itu, di tingkat kabupaten/kota, Kabupaten Fakfak (30,46) dan Intan Jaya (19,35) teridentifikasi sebagai daerah yang paling rentan terkait kampanye di media sosial, baik yang berisi unsur SARA, hoaks, maupun ujaran kebencian.
Kemudian diikuti oleh Malaka (13,12), Jakarta Timur (12,15), Purworejo (6,59), Jayawijaya (6,56), Kepulauan Yapen (6,56), Lombok Timur (6,45), Sekadau (6,45), Halmahera Tengah (4,45), dan Pasangkayu (4,37).
Nah, itu tadi informasi dan himbauan untuk waspada terhadap pelanggaran Pemilu di medsos. Informasi diharapkan agar masyarakat mengenali risiko dan ancamannya demi menjaga integritas demokrasi di negeri ini.
Upaya bersama dari Bawaslu, KPU, platform media sosial, dan organisasi masyarakat untuk mengantisipasi risiko pelanggaran Pemilu di media sosial merupakan langkah positif.
Pentingnya pengawasan ketat, edukasi publik, dan keterlibatan aktif dalam melaporkan pelanggaran menjadi kunci dalam menjaga integritas Pemilu 2024.
Sebagai masyarakat yang semakin terhubung, menjaga kebersihan dan keadilan dalam ruang digital sama pentingnya dengan di dunia nyata.
Baca juga:
- Jadwal Pemilu 2024 Disetujui Pemerintah, Masa Kampanye 75 Hari
- IDN Media dan KPU Resmi Kerja Sama untuk Sukseskan Pemilu 2024
- Jelang Pemilu 2024, Kominfo Imbau untuk Bijak Menggunakan WhatsApp