Mengapa Ibu Bisa Membunuh Anaknya, Ini Tanggapan Psikolog!
Viral kisah ibu yang membunuh anaknya di Brebes, apa kata psikolog Roslina Verauli
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Beberapa waktu lalu beredar berita seorang ibu yang tega menggorok leher anaknya hingga meninggal dunia. Ibu itu berkata agar anaknya tidak merasakan hidup seperti dirinya, tumbuh dewasa tanpa rasa bahagia.
Kejadian ini pun menimbulkan berbagai reaksi. Banyak orang yang menghakimi tindakan ibu tersebut yang tega membunuh anak-anaknya dengan cara yang sadis.
Pada dasarnya membunuh adalah hal yang salah dan tidak patut dibenarkan. Ini adalah fakta, tetapi menghakimi kehidupan sang Ibu yang juga berat pun alangkah kurang pantas.
"Kok ada ibu yang membunuh anaknya sendiri? Lantas kita menghakimi, kita menghujat, hentikan ya. Karena kita nggak pernah tahu apa yang dialami orang lain. Apa yang mereka hayati dalam kehidupannya," ujar Roslina Verauli, M.Psi.,Psi. dalam video Instagramnya, Selasa (22/03/2022).
Vera pun menjelaskan bagaimana sistem tangki memori bekerja pada manusia. Di mana setiap orang punya takarannya masing-masing dan tidak bisa disamakan.
Berikut Popmama.com rangkum informasi mengenai ibu bunuh anaknya viral dan ditanggapi oleh psikolog Roslina Verauli.
1. Tangki emosi setiap orang berbeda dan tidak bisa disamakan
Roslina Verauli atau akrab disapai Verauli menjelaskan bahwa setiap manusia punya tangki emosinya masing-masing. Di mana ukurannya bisa berbeda bahkan dari sejak lahir.
Bagaimana cara setiap orang menghadapi masalah dan stres ditentukan oleh tangki emosi ini. Sehingga bagaimana cara setiap orang menghadapi cobaan dan tantangan bisa berbeda.
"Dalam psikologi tiap manusia punya tangki yang disebut tangki emosional. Seberapa mereka menanggapi stres, masalah, ditentukan seberapa penuh tangki-tangki ini," ujar Verauli di videonya tersebut.
2. Ibarat gelas, ada orang yang tangki emosinya sudah terisi dari lahir
Vera mengibaratkan tangki emosi ini bak gelas kosong. Pada beberapa individu ada yang terlahir dengan keadaan biologis tertentu terkait hal ini.
"Kecemasan bawaan, agresivitas diturunkan. Ada lagi yang lahirnya lebih agresif dari orang lain. karena sudah diturunkan sifat-sifat agresivitas dari orangtuanya. Jadi belum apa-apa tangki emosionalnya sudah terisi dengan kecenderungan tersebut," pungkas Vera.
3. Keadaan keluarga dan lingkungan menentukan isi dari tangki emosi seseorang
Keadaan keluarga dan lingkungan tempat orang tersebut tinggal juga menentukan kepenuhan dari tangki emosi ini. Misalnya orang lahir dari keluarga disfungsional tentu memiliki tangki emosi yang berbeda.
"Sewaktu kecil dia lahir dari keluarga yang kebetulan disfungisonal, perselingkuhan, orangtua tunggal, keluarga dengan konflik internal dan eksternal, KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) hingga sibling rivalry," tulisnya.
4. Pengaruh tersebut menentukan seseorang menghayati hidupnya dari dulu
Dari segala hal dan rasa yang dirasakan orang tersebut, akan menentukan pengambil keputusan di dalam hidupnya. Setiap trauma yang dilalui akan membentuk pribadi orang tersebut.
"Ada anak yang secara sosial tinggal di keluarga demikian. Ia menghayati, jangan-jangan pukulan dan teriakan itu bentuk cinta. Sehingga dia punya trauma dari cinta dan relasi orang-orang sekitarnya," tuturnya.
Belum lagi setiap orang juga kecerdasan yang berbeda-beda. Di mana ini juga menentukan segala aspek dalam ekspresi emosionalnya.
"Secara psikologis orang memang kecerdasannya tidak sama, ada di level tertentu. Kecerdasannya rendah? Sukar memiliki solusi. Kecerdasan tinggi? overthinking, too deep!," jelas Vera.
5. Sebelum menghakimi hidup orang lain, pahami dulu latar belakang orang tersebut
Di akhir videonya, Verauli mengimbau agar jangan sembarangan menghakimi kedihupan orang lain. Keputusan ibu membunuh anak-anaknya tersebut memang salah dan tidak bisa dibenarkan.
Namun, ketika diandaikan, sosok ibu tersebut punya support system yang kuat mungkin tidak akan terjadi hal tersebut. Di mana dukungan keluarga, pendidikan hingga ekonomi menentukan perkembangan trauma yang dialami seseorang.
"Ketika gelas emosional ini sudah lebih dulu penuh, hanya tinggal pemantik sedikit saja untuk membuatnya menjadi bermasalah, tertekan dan punya gangguan kesehatan mental. Lantas, orang tersebut bisa melakukan apa saja, ketika dia menghayati kehidupan keras dan berat," jelas psikolog dan juga Youtuber ini.
Vera juga berpesan, agar kita bisa saling menyadarkan bahwa setiap individu memiliki luka psikologis tersendiri. Termasuk pengalaman dan penghayatan subyektif yang menjadikan responsnya atas kesulitan dan kepahitan hidup tak pernah sama dari yang lain.
Itulah tadi informasi mengenai ibu bunuh anaknya viral dan ditanggapi oleh psikolog Roslina Verauli. Wah, semoga saja kejadian seperti ini tidak terjadi lagi.
Jika Mama dan Papa menemukan orang yang membutuhkan bantuan terkait kesehatan mental, jangan diabaikan. Bantu orang tersebut untuk menemukan pengobatan dan perawatan yang tepat kepada ahlinya.
Baca juga:
- 20 Lagu Indonesia tentang Kesehatan Mental, Cocok untuk Self-Healing
- 5 Alasan Mengapa Gen Z Lebih Terbuka tentang Kesehatan Mentalnya
- Manfaat Mindfulness untuk Kesehatan Mental, Bisa Mengurangi Kecemasan