Perjalanan Mima yang Hadapi Cyber Bullying hingga Penerimaan Dirinya
"Self love itu yang penting nyaman sama diri sendiri..."
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Menghadapi bullying tidak mudah untuk semua orang. Apalagi untuk remaja yang akan menginjak usia dewasa. Namun, tidak dengan Mima Shafa, anak perempuan pertama dari pasangan Mona Ratuliu dan Indra Brasco berhasil melewati masa bullying hingga bisa menerima dan mencintai dirinya sendiri.
Perjalanan Mima ini banyak menjadi inspirasi remaja diusianya. Termasuk juga untuk orang-orang yang saat ini juga sedang proses menerima dirinya. Proses perjalanan putri Mona Ratuliu ini diceritakan dalam Live Instagram Popmama.com khusus Hari Anak Nasional 2020 pada Kamis (23/7/2020).
“Aku sempat waktu SD mendapatkan kata-kata kurang enak, bisa dikategorikan verbal bullying juga. Karena memang aku kan istilahnya puber duluan, karena paling tinggi dan jerawatan, dan lain-lain. Confusing banget, jadi nggak ada yang bisa relate sama aku jadi mereka pikir aku aneh kan,” tutur Mima.
Bagaimana ya kisah Mima ini? Berikut Popmama.com rangkum cerita lengkapnya!
1. Cerita Mima soal bullying yang dihadapinya sejak SD
Mima menceritakan bahwa sejak dirinya SD, sudah mulai mendapatkan berbagai ucapan dan opini temannya yang kurang mengenakan. Hal ini karena Mima bisa dibilang memiliki penampilan yang tidak seperti teman-temannya. Ia menyebut bahwa saat SD dirinya sudah berjerawat dan jarang temannya yang memiliki kondisi seperti dirinya. Tentunya ini membuat Mima sempat dijauhi lho.
“Bentuk bullying kan ada banyak . Aku sudah belajar tentang bullying dari SD. Dulu aku sempat menyuarakan tentang ini di sekolah aku. Aku sempet waktu SD mendapatkan kata-kata yang kurang enak, bisa dikategorikan verbal bullying juga,” tutur Mima.
Karena pengalaman ini sudah ia rasakan, proses menerima itu tidak mudah pada awalnya. Apalagi dengan menjamurnya sosial media, perilaku bullying jadi lebih mudah. Beberapa waktu belakangan sering sekali terjadi kasus cyber bullying atau perundungan di dunia maya.
“Kalau cyber bullying, dari semenjak aku memulai sosial media ada aja orang yang mulutnya (ngomong) nggak enak. Jadi kayaknya where ever you are, I think at one point of your life pasti ada aja yang ngomong gak enak,” jelasnya.
Mengenai bullying yang ia terima, Mima sangat bersyukur karena selalu bisa menceritakan hal tidak enak yang ia terima kepada orangtuanya. Orangtua Mima juga sangat menyambut ceritanya dengan senang hati. Meski dulu ketika ia pertama menerima bullying sempat tidak mau cerita juga kepada orangtuanya.
“Sering banget (cerita) aku bersyukur banget soalnya ke Bunda sama Ayah deket kan,” pungkasnya.
2. Support system dari orangtua sangat penting untuk Mima
Dalam perjalanan Mima menghadapi opini buruk orang lain, ia perlu support system untuk selalu membuat dirinya kuat. Hal ini diakui Mima sangat penting, entah dari orangtua, teman atau keluarga terdekat.
Ia menyadari untuk berani membicarakan soal bullying yang dialami ke orang terdekat memang cukup susah. Oleh karenanya, peran support system untuk tetap menjaga kita itu penting.
“Kalau nggak punya support system yang kuat dari orangtua coba lihat ke celah lain. Selalu lihat cahaya dalam kegelapan. Misal akukan nggak punya support system yang kuat dari temen aku, ya aku dapet dari orangtua aku,” tutur Mima.
Salah satu hal yang paling diingat Mima dari orangtuanya adalah menyadari bahwa tidak semua orang paham akan bullying, terutama cyber bullying. Karena setiap orang berasal dari berbagai latar belakang berbeda dengan pemikiran berbeda.
“Kita nggak tahu backround setiap orang gimana di media sosial. Memang sih banyak yang sudah punya smartphone hanya nggak semua orang paham soal bullying. Jadi ya jangan melihat mereka sama kayak kita yang lebih tahu soal bullying,” jelasnya.
Kembali lagi, Mama Mima yakni Mona Ratuliu juga selalu berpesan bahwa setiap hal yang dialami Mima saat ini adalah proses dirinya bertumbuh.
“Sesuatu yang negatif itu memang proses belajar kamu. Ini proses belajar kamu. Yang paling penting adalah cara handle gimana. Kalau sudah tau berarti ini proses pendewasaan,” pungkasnya.
3. Kerap menerima opini jelek, Mima selalu berusaha berpikir lebih terbuka
Terlepas dari stereotip yang buruk sehabis mengalami bullying tentu jadi masa yang kurang mengenakkan bagi setiap orang, tak terkecuali Mima. Proses mencintai dan menerima diri sendiri ini memang masih belum ia lakukan secara sempurna.
Karena opini jelek tentang dirinya hampir dihadapi setiap hari, ikhlas dan berusaha tidak peduli jadi poin penting yang dipelajari Mima.
“Sebenarnya mungkin aku bisa hampir tiap hari orang yang nggak enak lah. Dengan internet kan jadi lebih gampang ngomong. Aku bisa ngadepen omongan (jelek) itu almost everyday, kadang ya mereka hanya opini tapi menyakitkan karena sudah sering dan ya udah,” jelas Mima.
Meski sudah sering menceritakan ke orangtuanya, kadang Mima juga masih memendam beberapa hal yang belum bisa ia ceritakan. Hanya ketika sudah terlalu baru ia akan menceritakan itu entah kepada Mona Ratuliu atau Papanya.
“Kalau sudah nggak senonoh dan nyakitin banget baru aku bilang. Apa yang Bunda dan Ayah bilang sih selalu sama. Kita nggak tahu siapa orang dibalik pengguna itu, kita nggak tahu backround edukasi mereka gimana. Kita nggak tahu dia dari mana. Mungkin itu bukan maksud mereka, kesannya karena kita lebih tahu (soal bullying) jadi ketangkepnya beda saja gitu,” cerita perempuan yang tahun depan akan segera kuliah ini.
4. Rehat sosial media jasi salah satu self healing Mima
Salah satu cara Mima untuk bisa self healing atau penyembuhan diri sendiri dari bullying adalah dengan detoks media sosial. Ia mengaku sempat berhenti sejenak untuk bermain dan berinteraksi secara maya.
“Metode self healing bisa beda-beda juga. Untuk aku sih, aku sempet break sosial media selama 2 minggu dan itu rasanya enak banget. Karena aku yang user cukup aktif, untuk detoks 2 minggu tuh lumayan ngerasa lega gitu,” pungkasnya.
Namun, untuk berhenti secara penuh dari media sosial Mima tidak pernah berpikir ke arah sana.
“Buat berhenti secara penuh dari media sosial nggak deh,” jelas Mima.
Selain dengan rehat sejenak dari media sosial, Mima juga gemar menonton lho. Ia menyebut untuk sekedar mengalihkan pikirannya dari rasa khawatir ia sering menonton berbagai acara reality show hingga film.
5. Segala opini tentang dirinya, Mima juga masih belajar mencintai diri sendiri
Menerima banyak opini jelek tentang dirinya sejak duduk di Sekolah Dasar membuat Mima juga sempat merasa minder. Namun, ia tetap berusaha untuk mencintai dirinya apa adanya. Ia kini masih dalam proses belajar untuk bisa menerima dirinya sendiri dengan sempurna.
“Mungkin aku belum 100 persen karena aku juga masih proses. Aku sudah belajar untuk memulai, aku menampilkan diri sendiri kayak gini. Orang suka atau nggak itu opini mereka, silahkan. Jadi aku sih selalu menanamkan itu, pasti ada orang yang suka dan nggak suka sama aku. Kita nggak bisa 100 persen mengganti pikiran atau opini mereka,” jelasnya.
Ia saat ini sudah bangga terlihat seperti dirinya sekarang, seperti seorang Mima tanpa embel-embel. Mona Ratuliu diakuinya sangat berperan besar dalam hal ini.
“Aku bangga terlihat seperti aku sekarang. Ada pengaruh dari Bunda kalau kulit kamu tuh cantik. Jangan sampai membahayakan diri sendiri deh kalau mau cantik. Self love itu yang penting nyaman sama diri sendiri,” ujarnya.
6. Hari Anak Nasional, Mima titipkan pesan ini untuk para penyintas bullying lain
Menjadi orang yang pernah merasakan bullying, membuat Mima peka akan isu yang diperjuangkannya. Apalagi ia di-bully karena dipandang berbeda secara fisik. Oleh karenanya, Mima sempat memposting konten tentang beauty standart di Indonesia yang menurutnya cukup toxic.
“Ini adalah hal yang aku percayai, ini adalah hal yang worth untuk aku perjuangkan. Karena ku melihat beauty standart Indonesia agak toxic. Karena kalau lihat orang Indonesia kan kulitnya macam-macam dan rata-rata gelap, dan kalau disama-ratakan itu agak gimana. Terus, media portrait perempuan dengan penampilan tertentu, kulit putih, rambut begini,” ujarnya.
Dari sana ia berusaha untuk selalu tegar dan kuat tentang dirinya dan akan menjadi apa. Menurutnya, introspeksi diri itu perlu tapi jangan mengorbankan perasaan kita terhadap opini jelek masyarakat.
“Keep on living your self dan jangan takut salah, jangan takut opini orang untuk memperbaiki diri sendiri. Thats the point of growth, bukan menunjukkan yang terbaik untuk orang lain lihat tapi juga buat kamu sendiri,” tuturnya.
Terakhir, di momen Hari Anak Nasional 2020 ia menitipkan pesan untuk para penyintas bullying lain di Indonesia. Mima mengatakan saat teknologi makin mudah diakses, pelaku bullying akan semakin mudah memberikan opininya. Kita tidak bisa mengontrol apa yang orang lain akan katakan, tapi kita bisa mengontrol respons kita kepada orang lain.
“Cyber bullying itu gampang banget dilakuin, tapi menurut aku sih mulai dari sendiri kalau cyber bullying itu nggak baik. Try not to nyinyir di media sosial orang. Nyinyir di sosial media orang yang nggak dikenal itu sama saja seperti nyamperin orang itu dan nyinyir di depan mereka. Kita nggak bisa kontrol orang, tapi coba deh kontrol diri sendiri dulu untuk nggak ngelakuin itu ke orang lain,” pungkasnya.
Itulah tadi cerita seru Mima soal dirinya yang pernah merasakan cyber bullying hingga berusaha untuk menerima dirinya apa adanya kini. Tentunya perjalanan Mima ini tidak mudah, tapi hal ini bisa jadi pelajaran bagi kita semua untuk lebih peduli terhadap kesehatan mental dan tidak menghakimi sepihak siapapun di media sosial.
Baca juga:
- Meski Dibully, Mima Anak Mona Ratuliu Punya 7 Gaya Busana yang Unik!
- Diejek Netizen, Mima Anak Mona Ratuliu Ubah Standar Kecantikan!
- Harus Peka, 5 Tanda Anak Menjadi Korban Bullying di Sekolah