Bagaimana Cara Mencegah Kekerasan Seksual di Pesantren?
Institusi pendidikan harus memberikan jaminan aman dari tindak kekerasan seksual
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Baru-baru ini, kita digegerkan dengan pemberitaan seorang guru pesantren yang tega memperkosa belasan santriwati di Bandung.
Sejatinya, ruang-ruang aman mesti diciptakan oleh lingkungan pendidikan seperti sekolah, kampus maupun pesantren itu sendiri.
Rahima salah satu Non-Governmental Organization (NGO) yang bergerak di isu media Islam dan hak-hak perempuan mengadakan webinar bertajuk “Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Pesantren”
Nah, bagaimana cara kita tahu proses pencegahan serta penanganannya di lingkungan pesantren? Popmama.com sudah merangkum informasinya.
1. Penyebab perempuan rentan menjadi korban kekerasan seksual
Terlepas dari instansi pendidikan mana yang jadi tempat menimba ilmu bagi perempuan, nyatanya, mereka kerap kali rentan menjadi korban kekerasan seksual.
Menurut data dari Komnas Perempuan, pesantren menempati posisi kedua setelah kampus dalam hal kasus kekerasan seksual dalam periode 2015-2020.
Hal tersebut yang menjadi pertanyaan di awal, apa penyebab perempuan rentan menjadi korban kekerasan seksual?
Salah satu pengasuh Pondok Pesantren Nurulhuda Cisurupan, Garut, Ernawati mengatakan hal tersebut karena laki-laki memandang perempuan hanya sebagai makhluk seksual dan menjadi objek semata saja.
Belum lagi, laki-laki sering kali memandang perempuan sebagai makhluk yang lemah dan memiliki derajat yang lebih rendah dibanding laki-laki.
Maka, laki-laki yang melakukan kekerasan seksual merasa pantas melakukan kekerasan seksual.
2. Kekerasan seksual di pesantren masih marak terjadi
Merespon kasus yang tengah ramai dibicarakan, Ernawati mengamati ada beberapa penyebab mengapa pelaku bisa sampai melakukan kekerasan seksual.
Menurutnya, penyebab pelaku melakukan kekerasan seksual di pesantren antara lain karena adanya relasi kuasa, misalnya guru kepada muridnya atau ustaz kepada santri.
Selanjutnya, para pelaku mungkin saja mengalami pengalaman seksual yang buruk, seperti menganggap perempuan hanya sebagai objek saja.
3. Apa yang bisa pesantren lakukan dalam memutus rantai kekerasan seksual?
Pesantren Nurulhuda menerapkan langkah-langkah dalam upaya pencegahan kekerasan seksual di pesantren, salah satunya dengan memberikan materi kesetaraan gender dan pendidikan kesehatan reproduksi bagi santri.
“Biar para santri kita tahu perbedaan laki-laki dan perempuan hanya sebatas alat kelamin, yang membedakan manusia hanya soal ketaqwaan dan perilakunya di hadapan Allah,” kata Ernawati.
Tujuan diselenggarakannya Kespro ini agar para santri memahami tubuh dan organ reproduksi masing-masing. Sehingga bisa menjaga dan terhindari dari hal yang tidak diinginkan
Pengasuh pesantren juga memasukkan kajian gender dalam kurikulum pesantren sebagai materi tambahan dalam Bimbingan Konseling (BK) santri.
Materi yang diajarkan antara lain soal pelecehan seksual, Kekerasan Dalam Pacaran (KDP), Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), karena isu tersebut dekat di kalangan remaja.
“Di kotak P3K kami juga disediakan pembalut bagi santri putri, agar membiasakan hal tersebut bukanlah hal tabu,” ucapnya.
4. Fokus terhadap pemulihan trauma
Ketika terjadi kekerasan seksual di lingkungan pesantren, pengasuh pesantren berupaya semaksimal mungkin untuk melindungi korban dan memulihkan korban dari trauma.
Ernawati pernah menangani kasus KDP dan KBGO yang dialami santri, kasusnya adalah melaku mengancam akan menyebar foto telanjang korban.
Dalam menangani persoalan tersebut Ernawati fokus pada keamanan korban dengan berupaya menjauhkan korban dari pelaku.
Ernawati juga memposisikan dirinya sebagai pendengar untuk korban. Ia kemudian berstrategi dengan lembaga layanan pendamping korban seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Lembaga Konsultasi, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (LKP3A).
Anis Suadah, yang merupakan Pendamping Korban Kekerasan Terhadap Perempuan di Lamongan, setuju bahwa hal utama yang harus dilakukan jika terjadi kekerasan seksual adalah penanganan dan pemulihan korban.
5. Hambatan penanganan kekerasan dalam lingkup pesantren
Menurut Anis, hambatan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di pesantren adalah karena tidak adanya regulasi yang mengatur pesantren, menurut Anis semestinya Kemenag mengeluarkan regulasi untuk pesantren.
Kemudian korban yang berada di bawah relasi kuasa pelaku juga masih banyak yang enggan melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialaminya, biasanya karena takut, malu, dan bingung.
Hambatan lainnya biasanya datang dari orang-orang sekitar pelaku yang victim blaming, dan menganggap korban atau saksi melakukan fitnah terhadap pelaku yang merupakan tokoh agama dan memiliki pengikut.
Nah, sudah tahu kan, Ma bahwa ada beberapa upaya yang bisa dilakukan pesantren agar lebih aman dari tindak kekerasan seksual.
Penting juga untuk menerapkan materi kesehatan reproduksi, supaya anak lebih paham dan bisa menjaganya.
Baca juga:
- 9 Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak yang Viral di Tahun 2021
- Kumpulan Peristiwa Kekerasan Seksual Sepanjang 2021, Miris!
- Cara Mengatasi Trauma Setelah Mengalami Kekerasan Seksual