TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Hukum Suami Perhitungan terhadap Istri dalam Islam

Kebutuhan hidup istri dan anak-anak berada pada pundak seorang suami

Pexels/Mikhail Nilov

Suami dan istri dalam membina rumah tangga memiliki peran dan tanggung jawabnya masing-masing. Keduanya harus menjalankan hal tersebut secara imbang agar kehidupan rumah tangga terjaga. 

Laki-laki di muka bumi ini memiliki karakteristik yang beragam, ada yang yang royal dan sebaliknya. Namun, ketika mereka telah berperan sebagai seorang suami, maka sudah menjadi kewajiban mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup istri beserta anak-anaknya.

Dalamrealita lika-liku kehidupan rumah tangga, banyak hal yang tak bisa kita hindari. Salah satunya perihal perekonomian keluarga yaitu sifat suami yang perhitungan.

Dalam hal ini, sering sekali para istri kesulitan mengahadapi karakter suami yang perhitungan dengannya. Hingga menjadi suatu masalah besar dan memicu risiko pada perpecahan rumah tangga.

Lantas bagaimana Islam memandang kondisi tersebut? Berikut ini Popmama.com telah merangkum informasinya dalam hukum suami perhitungan terhadap istri dalam Islam.

Yuk Ma, kita simak penjelasannya!

Haram Hukumnya karena Tidak Sesuai pada Kewajiban Suami

Pexels/Mikhail Nilov

Sesungguhnya laki-laki yang sudah berani memutuskan untuk meminang perempuan pilihannya, harus bertanggung jawab penuh atas kehidupan istrinya. Baik secara lahir maupun batin, apabila pihak suami perhitungan kepada istri, sesungguhnya Allah SWT membencinya.

Hal ini diterangkan dalam hadis dari HR. Muslim bahwa Nabi SAW pernah bersabda:

فاتقوا الله في النساء فإنكم أخذتموهن بأمان الله، واستحللتم فروجهن بكلمة الله

Artinya:

“Bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan wanita. Sesungguhnya kalian telah mengambil mereka dengan amanat dari Allah dan menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah.“ (HR. Muslim).

Kewajiban seorang suami untuk menafkahi kehidupan istri beserta anak-anaknya, tertuang pada QS. Al-Baqarah Ayat 232 yang berbunyi:

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

Artinya:

"Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian (nafkah) kepada istri dengan cara ma'ruf," (QS. Al-Baqarah Ayat 232).

Suami yang beriman ialah yang paham dan menjalankan perintah dan larangan dari Allah SWT. Bahkan, pentingnya keluarga dalam kehidupan suami pun akan memengaruhi pada pola pikirnya.

Ia akan meminta restu dan doa dari keluarga agar pintu rezekinya dibuka oleh Allah SWT, untuk memenuhi seluruh istri dan anak-anaknya. Allah SWT pun akan senantiasa melancarkan rezeki suami yang bertanggung jawab dan memuliakan keluarganya.

Hal ini terdapat pada QS. Al-Isra Ayat 70 yang berbunyi:

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا

Artinya:

"Sesungguhnya Kami telah muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan," (QS. Al-Isra Ayat 70).

Tak hanya itu, memberi nafkah kepada istri bukanlah hanya suatu kewajiban melainkan menjadi jalan untuk kelapangan rezeki seseorang. Hal ini berdasarkan pada firman Allah SWT dalam QS. At-Talak Ayat 7 yang berbunyi:

 

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

Artinya:

"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan," (QS. At-Talak Ayat 7).

Suami yang Perhitungan adalah Makhluk yang Zalim

Pexels/Pixabay

Seorang suami yang perhitungan dan pelit, hingga membuat istrinya kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Maka ia adalah laki-laki yang zalim karena tak bertanggung jawab atas kewajibannya.

Allah SWT sangat membenci umatnya yang mempersulit hidup orang lain dan zalim. Hal ini diterangkan dalam QS. Ash-Shura Ayat 39 yang berbunyi:

وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَابَهُمُ ٱلْبَغْىُ هُمْ يَنتَصِرُونَ ﴿٣٩﴾وَجَزَٰٓؤُا۟ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ ﴿٤٠﴾وَلَمَنِ ٱنتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِۦ فَأُو۟لَٰٓئِكَ مَا عَلَيْهِم مِّن سَبِيلٍ ﴿٤١﴾إِنَّمَا ٱلسَّبِيلُ عَلَى ٱلَّذِينَ يَظْلِمُونَ ٱلنَّاسَ وَيَبْغُونَ فِى ٱلْأَرْضِ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ﴿٤٢﴾وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ ﴿٤٣

Artinya:

“Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim.

Tetapi orang-orang yang membela diri setelah dizalimi, tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka. Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran.

Mereka itu mendapat siksa yang pedih. Tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia,” (QS. Ash-Shuraa: 39).

Ancaman terhadap suami yang zalim karena tidak menafkahi istri dengan baik juga tercantum dalam QS. Ali-Imran Ayat 192 yang berbunyi:

 

رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

Artinya:

"Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun," (QS. Ali-Imran Ayat 192).

Lalu, hadis dari HR. At-Thabrani dalam Al-Kabir juga menyampaikan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

Ada dua golongan dari umatku yang tidak beroleh syafaatku yaitu pemimpin yang sangat zalim lagi alim dan setiap orang yang ghuluw yang keluar/menyimpang dari agama," (HR. At-Thabrani dalam Al-Kabir 8/337/8079).

Dalam hal ini, apabila suami masih keras pada sifatnya yang perhitungan untuk kebutuhan hidup istri dan anak-anak. Islam memperbolehkan bagi istri mengambil penghasilan suami, meskipun tanpa izin dan sepengetahuan dirinya.

Dasar dari tindakan ini berasal dari hadis tentang Hindun binti 'Uthah radhiallahu 'anha, saat ia mengadu pada Nabi SAW tentang suaminya, Abu Sufyan, yang tak pernah memberikan nafkah pada keluarga. Lalu, Rasulullah SAW bersabda:

خذي من ماله بالمعروف ما يكفيك ويكفي بنيك

Artinya:

“Ambillah sebagian dari hartanya secara baik-baik, sesuai dengan apa yang mencukupi kebutuhanmu dan anakmu.” (HR. Bukhari 2211 dan Muslim 4574).

Namun, semua ini kembali lagi pada istri yang juga harus melihat, apakah sifat perhitungan ini dilakukan suami untuk kebaikan rumah tangga. Apabila tindakan tersebut sengaja dilakukan atas dasar tegas pada kebutuhan keuangan keluarga, maka hal itu masih diwajarkan jika sesuai pada batasannya.

Kewajiban Suami terhadap Istri dalam Islam

Pexels/Emma Bauso

Menafkahi kebutuhan hidup istri beserta anak-anak memang menjadi kewajiban utama suami. Ada kewajiban lainnya dalam Islam yang perlu suami ketahui dan jalani, antara lain:

  • Memberikan mahar
  • Memberikan nafkah yang halal
  • Menggauli istri dengan baik
  • Menunjukkan kasih sayang
  • Menghormati istri
  • Menghormati keluarga istri
  • Menjaga aib istri
  • Membimbing istri
  • Memaafkan kesalahan istri
  • Tidak pelit dan perhitungan kepada istri
  • Menjadi kepala keluarga yang baik
  • Melayani istri
  • Memenuhi keinginan istri
  • Tidak saling curiga
  • Menjaga harta istri

Itulah penjelasan singkat mengenai hukum suami perhitungan terhadap istri dalam Islam. Semoga informasi ini dapat bermanfaat untuk rumah tangga mama, ya.

Baca juga:

The Latest