Hukum Turun Ranjang dalam Islam, Menikahi Saudara Ipar
Pernikahan turun ranjang sudah sangat lazim di Indonesia. Lantas, bagaimana dalam pandangan Islam?
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pernikahan berdasarkan syariat agama Islam, ada yang disebut dengan pernikahan turun ranjang. Mama sudah pernah mendengar jenis pernikahan ini belum?
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai hal tersebut, perlu dipahami terlebih dahulu apa itu definisi pernikahan dalam Islam. Pernikahan adalah suatu perjanjian suci, antara laki-laki dan perempuan yang berniat untuk melanjutkan hubungan halal di mata agama
Sementara itu, pernikahan turun ranjang adalah menikahnya seorang istri atau suami dengan saudara iparnya. Tentunya pernikahan ini tidak bisa dilakukan tanpa adanya alasan yang jelas.
Islam merupakan agama yang begitu memuliakan perempuan dan istri. Maka dari itu, perihal pernikahan pun telah diatur sedemikan rupa berdasarkan dengan hukum agama.
Lantas, bagaimana hukum jenis pernikahan turun ranjang?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, berikut ini Popmama.com telah merangkum informasinya dalam hukum turun ranjang dalam Islam secara lebih detail.
Yuk, kita simak penjelasannya!
Hukumnya Mubah, Namun Syaratnya Sudah Berpisah dengan Pasangan
Pernikahan turun ranjang apabila dilakukan sesuai dengan aturan dalam Islam, dan memenuhi syarat serta rukunnya, maka hukumnya mubah atau diperbolehkan.
Syarat yang harus dipenuhi dari pernikahan turun ranjang, yakni terjadi karena pasangannya meninggal dunia atau bercerai.
Dengan begitu, sosok yang menggantikan pasangannya bisa iparnya sendiri, yaitu adik dari pihak istri atau suami. Tak hanya itu, menyimak kembali dalam syarat sah dan hukum pernikahan, apabila seseorang yang dirasa mampu untuk menikah maka hal tersebut harus disegerakan.
Hal ini disampaikan oleh Ustaz Khalid Basamallah, melalui video unggahan di YouTube.
"Kalau sudah bercerai dengan istri, atau istri meninggal boleh," ucap Ustaz.
"Nggak masalah menikahi adik ipar dan ini sebenarnya juga dalam sebagan buku-buku fiqih kalau pasangan meninggal dunia. Misal, istri meninggal maka memang alangkah baiknya iparnya yang masih ada dan belum menikah, dia nikah sama iparnya," tambahnya.
Kesimpulannya ialah pernikahan ini boleh dilakukan jika memang sudah benar-benar berpisah dengan pasangan secara sah.
Diharamkan Jika Masih dalam Lingkup Satu Keluarga kandung
Sedangkan pernikahan yang dilarang dan hukumnya haram dalam Islam ialah laki-laki yang menikah dengan perempuan berstatus kandung.
Hal ini diterangkan dalam QS.An-Nisa Ayat 23 yang berbunyi:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya:
"Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang," (QS.An-Nisa Ayat 23).
Di Indonesia Pernikahan Turun Ranjang Banyak Terjadi dan Faktornya Beragam
Pernikahan turun ranjang sangat lazim terjadi di Indonesia, khususnya di kalangan masyarakat Betawi. Terdapat dua faktor utama yang menyebabkan pernikahan ini terjadi, yakni faktor ekonomi dan keluarga.
Dalam sudut pandang ekonomi, seseorang melakukan pernikahan turun ranjang karena adanya harta yang dijaga bersama. Selain itu, harta yang dimiliki tak ingin berpindah tangan ke orang lain, maka dari itu pernikahan tersebut dilakukan agar dapat dikelola oleh keluarganya sendiri.
Sedangkan berdasarkan faktor keluarga bisa dikarenakan adanya anak yang ditinggalkan oleh istri pertama atau saudara dari calon mempelai perempuan.
Hal tersebut yang sering sekali mendorong terjadinya pernikahan turun ranjang.
Tata Cara Pernikahan Turun Ranjang
Dalam penerapannya, tata cara pernikahan turun ranjang tak banyak berbeda dengan pernikahan pada umumnya.
Namun, jika pihak yang akan menikah yaitu dari perempuan yang suaminya meninggal dunia, maka ia wajib menunggu sampai masa idahnya selesai.
Rukun dan syarat pernikahan tetap harus terpenuhi oleh kedua calon mempelai. Lalu, akadnya pun dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan seperti pernikahan sesuai dengan syariat Islam.
Jenis Pernikahan Ini Berbeda dengan Poligami
Ustaz Khalid Basalamah menerangkan bahwa konsep pernikahan turun ranjang berbeda dengan poligami.
"Tidak boleh menggabungkan keponakan sama tante, ini hukum syari," ujar Ustaz.
Berdasarkan definisinya pun kedua jenis pernikahan ini sangat berbeda. Dalam agama Islam, poligami adalah pernikahan seorang suami dengan istri, lebih dari seorang dengan batasan maksimal empat istri dalam waktu bersamaan.
Sementara itu, pernikahan turun ranjang tidak terjadi dalam satu waktu yang bersamaan, melainkan harus terpisah secara sah dengan pasangan di mata agama.
Pernikahan Turun Ranjang Pernah Terjadi pada Kisah Utsman bin Affan, Ruqayyah, dan Ummu Kultsum
Fenomena pernikahan turun ranjang ini pernah terjadi pada Utsman bin Affan, ia menikahi Ummu Kultsum pada saat Ruqayyah, istri pertamanya meninggal dunia.
Diketahui Utsman bin Affan adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW yang terkenal memiliki kepribadian dermawan, pemalu, dan sangat memesona. Ia jatuh cinta kepada salah satu anak Rasulullah SAW, yaitu Ruqayyah.
Ruqayyah merupakan perempuan yang memiliki akhlak sempurna. Hingga akhirnya kisah cinta mereka disatukan dalam pernikahan, atas restu dan izin Rasulullah SAW.
Namun, di tengah masa pernikahannya, Ruqayyah meninggal dunia karena jatuh sakit. Setelah istrinya pulang ke Rahmatullah lebih dahulu, Utsman bin Affan dinikahkan dengan putri Rasulullah SAW juga, yaitu Ummu Kultsum.
Hal inilah yang membuat Utsman mendapat julukan pemilik dua cahaya atau Dzu An-Nurain. Menariknya, dalam kisah ini Rasulullah SAW bahkan menjamin sahabatnya akan meninggal dalam keadaan syahid dan masuk surga.
Pernyataan tersebut sesuai berdasarkan pada HR.Bukhari bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
Pada suatu hari Nabi Muhammad SAW masuk ke sebuah kebun dari kebun-kebun Madinah. Lalu datang Utsman, aku (Abu Musa) berkata, ‘Tunggu dulu, aku akan memohon izin (kepada Rasulullah SAW) untukmu.’ Kemudian, Nabi Muhammad SAW berkata, ‘Izinkanlah ia masuk, berilah kabar kepadanya dengan surga, serta bersamanya ada musibah (fitnah) yang akan menimpanya.”
Kisah dari perjalanan cinta Utsman bin Affan, Ruqayyah, dan Ummu Kultsum menjadi landasan diperbolehkannya pernikahan turun ranjang dalam Islam.
Nah, itulah informasi mengenai hukum turun ranjang dalam Islam. Semoga informasi ini bisa menambah wawasan baru, ya.
Baca juga:
- Hukum Istri Meminta Cerai dalam Islam, Alasannya Harus Kuat dan Jelas
- Hukum Istri Tidak Percaya dengan Suami dalam Islam
- Hukum Suami dan Istri Tidak Berkomunikasi dalam Islam, Tak Dianjurkan