TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Pasal KDRT terhadap Istri, Ada Pasal 44 hingga 53

Pasal KDRT diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004

Pexels/Karolina Grabowska

Mayoritas korban KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) di Indonesia adalah perempuan, khususnya terkait kekerasan suami terhadap istri. Perbuatan tersebut termasuk tindak pidana dalam pengertian perbuatan yang dilarang dan bersifat hukum.

Adapun pasal yang diberlakukan untuk KDRT terhadap istri telah ditetapkan dalam Undang-undang nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Undang-undang ini memuat berbagai aturan tentang tindak pidana KDRT, termasuk ketentuan hukuman, hingga sanksi bagi pelaku.

Kali ini Popmama.com telah merangkum informasi terkait pasal KDRT terhadap istri secara lebih detail. 

Simak informasi detailnya, yuk!

Kumpulan Pasal KDRT terhadap Istri

Pasal untuk Suami yang Melakukan Kekerasan Fisik terhadap Istri

Pexels/MART PRODUCTION

Kekerasan fisik adalah tindakan apa pun yang menyebabkan rasa sakit, cedera serius, bahkan lebih fatalnya bisa mengakibatkan kematian. 

Suami yang kedapatan melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya dipidana dengan pidana penjara. Hal ini sebagaimana tercantum dalam pasal 44 ayat 1 sampai dengan ayat 4. Ketentuan dalam pasal ini, yakni: 

Pasal 44 ayat 1

“Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).”

Pasal 44 ayat 2

“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).”

Pasal 44 ayat 3

“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).”

Pasal 44 ayat 4

“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).”

Pasal untuk Suami yang Melakukan Kekerasan Psikis terhadap Istri

Pexels/Alex Green

Kekerasan psikis merupakan salah satu jenis kekerasan yang mengakibatkan hilangnya percaya diri, kehilangan kendali untuk bertindak, perasaan tidak berdaya, dan penderitaan yang besar bagi perempuan, terutama istri.

Hukuman atas kekerasan psikis terhadap istri yang dilakukan suami tercantum dalam pasal 45 ayat 1 dan 2.

Pasal 45 ayat 1

“Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).”

Pasal 45 ayat 2

“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).”

Pasal untuk Suami yang Melakukan Kekerasan Seksual terhadap Istri

Pexels/Timur Weber

Kekerasan seksual terhadap istri merupakan perbuatan hubungan seksual yang dilakukan secara paksa di dalam rumah. Kemudian, memaksa istri untuk melakukan hubungan seksual dengan orang lain dengan tujuan tertentu, seperti komersil juga termasuk kekerasan seksual.

Hukuman atas kekerasan terhadap perempuan telah tercantum pada pasal 46 hingga 48.

Pasal 46

"Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)."

Pasal 47

"Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)."

Pasal 48

"Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)."

Pasal untuk Suami yang Menelantarkan Istrinya

Pexels/Karolina Grabowska

Menurut buku Penyelesaian Perkara Tindakan Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga Melalui Mekanisme Mediasi Penal karya I Made Agus Mahendra Iswara dan Arya Agung Iswara, penelantaran dalam UU PKDRT merupakan yang bersifat multi-dimensi, baik secara fisik, seksual, emosional, dan ekonomi.

Untuk contoh penelantaran fisiknya, seperti tidak memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, pengobatan, dan meninggalkan anak sendirian di rumah. Kemudian contoh lainnya, seperti meninggalkan anak dan istri tanpa uang dan bersikap tidak acuh untuk tak berusaha mencari nafkah.

Atas perbuatan tersebut, pelaku diancam dengan pidana penjara sebagaimana dimaksud dalam pasal 49, yaitu “Dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).”

Pasal untuk Sanksi Tambahan

Pixabay/Tumisu

Terdapat juga sanksi pidana tambahan yang ditangani oleh hakim dalam menangani kasus KDRT terhadap istri. Adapun sanksi pidana tambahan tersebut tercantum dalam pasal 50 (a) dan (b).

Pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku.

Penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.

Penjelasan Pasal 51 hingga 53 PKDRT

calgarycounsellors.com

Dalam pasal 51 hingga 53 UU Penghapusan KDRT, semua jenis kekerasan di atas masuk dalam daftar delik aduan. Umumnya dalam suatu perkara pidana, laporan perkaranya tergantung pada jenis deliknya.

Menurut buku Penyelesaian Perkara Tindakan Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga Melalui Mekanisme Mediasi Penal, delik aduan adalah delik yang hanya bisa diproses apabila pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban KDRT.

Penuntutan atas delik ini didasarkan pada persetujuan korban. Oleh karena itu, korban KDRT bisa mencabut laporannya kepada pihak yang berwajib, jika ada perdamaian di antara pihak-pihak yang terlibat.

Total Kasus KDRT di Indonesia

Freepik

Berdasarkan data informasi Kementerian PPPA dalam laman kekerasan.kemenpppa.go.id menunjukkan data kasus KDRT yang masuk pada 1 Januari 2024 hingga pertengahan 2024 jumlah kasus KDRT terhadap istri lebih banyak dibandingkan jumlah kasus KDRT terhadap suami.

Dari total 7.721 kasus kekerasan, 6.758 di antaranya korbannya perempuan. Artinya, dari informasi tersebut, kasus KDRT terhadap istri di Indonesia sekitar 80 persen dibandingkan kasus KDRT terhadap suami.

Terjadinya kasus KDRT terhadap istri di masyarakat disebabkan oleh ideologi patriarki yang mencakup perbedaan relasi gender antara laki-laki dan perempuan. Hal ini semakin diperkuat dengan adanya miskonsepsi bahwa perempuan harus tunduk dan melayani suami di rumah setiap saat.

Kesalahan tafsir tersebut membuat seorang suami seolah-olah mempunyai hak untuk menganiaya istrinya, baik fisik, psikis, seksual, hingga penelantaran. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 yang mengatur secara tegas mengenai hukuman bagi pelaku.

Tujuan dari pengesahan UU Penghapusan KDRT untuk melindungi pihak yang mudah sekali mendapatkan kekerasan, seperti perempuan dan anak-anak. KDRT terhadap istri dibahas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 pada pasal 44 hingga 53, seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Itulah rangkuman informasi terkait pasal KDRT terhadap istri. Jika Mama mendapatkan perlakuan kekerasan seperti yang ada di atas, segera hubungi hotline pengaduan kekerasan pada perempuan dan anak di nomor 129 (telepon) atau 081111129129 (WhatsApp), ya.

Baca juga:

The Latest