TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

7 Fakta Keluarga Siti Raham dan Buya Hamka, Terjebak Kemiskinan

Buya Hamka memiliki anak yang meninggal saat masih kecil dan akibat keguguran

wikipedia.org

Buya Hamka dikenal sebagai sosok ulama, filsuf, dan sastrawan Indonesia. Ia menjadi ketua pertama Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekaligus tokoh Muhammadiyah yang memperoleh gelar Pahlawan Nasional hingga akhir hayatnya. 

Selain jasa-jasanya yang berpengaruh terhadap Indonesia, keluarga Buya Hamka dan Siti Raham juga berhasil menuai sorotan. Mereka hidup di tengah keluarga yang penuh dengan kesederhanaan. 

Meski sempat mengalami kesulitan ekonomi, keduanya tidak pernah mengeluh akan takdir yang ditorehkan pada mereka. Berikut Popmama.com siap membahas lebih lanjut mengenai fakta keluarga Siti Raham dan Buya Hamka secara lebih detail. 

1. Siti Raham dan Buya Hamka menikah di usia yang masih sangat muda

Instagram.com/buya_hamka_official

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal sebagai Buya Hamka menikah dengan Siti Raham pada 5 April 1929. Kala itu, usia Buya Hamka 21 tahun dan Siti Raham baru 15 tahun. 

Mereka sah menjadi pasangan suami istri di usia yang masih sangat muda. Saking masih belia, Siti Raham sampai harus berdiri di atas bangku kecil agar tingginya sepantaran dengan Buya Hamka. 

Sebelum resmi menikah, Buya Hamka sempat menulis roman berbahasa Minang berjudul Si Sabariyah.

2. Memiliki anak yang meninggal saat masih kecil dan keguguran

Dok. Keluarga Buya Hamka

Dari pernikahan tersebut, Siti Raham dan Buya Hamka dikaruniai 10 orang anak yang masih hidup sampai dewasa. 

10 anak tersebut belum termasuk dua anak yang meninggal saat kecil dan dua anak lainnya yang sempat keguguran.

3. Keluarga Siti Raham dan Buya Hamka hidup di tengah kemiskinan

Instagram.com/armanyurisaldi

Menikah dengan Buya Hamka, Siti Raham tetap tegar mengarungi hidup di tengah kemiskinan. Untuk beribadah saja, keluarga ini terpaksa harus bergantian karena di rumah hanya ada sehelai kain sarung. 

“Sembahyang saja terpaksa bergantian karena di rumah hanya ada sehelai kain sarung. Tapi, Ummi kalian memang seorang yang setia. Dia tidak minta apa-apa di luar kemampuan Ayah," tutur Buya Hamka yang direkam Rusydi dalam buku Pribadi dan Martabat Buya Hamka (1981).

4. Kerap berpindah-pindah tempat tinggal

Instagram.com/buya_hamka_official

Di keluarga kecilnya, Siti Raham dipanggil dengan sebutan Ummi. Sedangkan, Siti Raham memanggil suaminya dengan panggilan Angku Haji. 

Meski sudah sering mendampingi Buya Hamka berkeliling ke berbagai daerah, logat Sungai Batang yang dimiliki Siti Raham tidak begitu saja hilang. 

Selama menjalani bahtera rumah tangga, keluarga Siti Raham dan Buya Hamka kerap berpindah-pindah tempat. Tiga tahun di Makassar, 11 tahun di Medan, dan 22 tahun di Jakarta. 

5. Puncak kemiskinan terjadi saat anak ketiga lahir

Dok. Keluarga Buya Hamka

Puncak kemiskinan keluarga Buya Hamka dan Siti Raham terjadi saat lahirnya anak ketiga mereka, Rusydi Hamka. Ia dilahirkan di kamar asrama, Kulliyatul Muballighin, Padang Panjang pada 1935.

Berbeda halnya dengan anak pertama mereka yang bernama Hisyam meninggal dunia saat berusia lima tahun. Besarnya tanggungan ekonomi serta kerasnya penjajahan pada masa itu membuat Buya Hamka harus memutar otak secara ekstra. Terlebih, ia harus membiayai istri dan anak-anaknya.

6. Memasak beras menjadi bubur agar semua anak bisa makan

Dok. Keluarga Buya Hamka

Di tengah kemiskinan, sesama tetangga tak bisa banyak membantu karena semua orang mengalami kesulitan ekonomi. Bahkan, beberapa orang tercatat meninggal dunia akibat kelaparan. 

Demi membuat semua anaknya bisa makan, Siti Raham berinisiatif memasak beras menjadi bubur agar semua anak bisa kebagian. Sejak sekeluarga pindah ke Jakarta pada Januari 1950, Hamka terpilih menjadi pegawai negeri Kementerian Agama Golongan F. 

Namun, pada 1959, ada peraturan pemerintah yang menegaskan bahwa pegawai negeri tidak boleh dobel tugas di partai politik. Hamka yang sejak awal aktif di Masyumi seketika dilanda dilema. 

7. Mengajarkan anak-anaknya untuk berjuang dan bersikap santun sejak kecil

muhammadiyah.or.id

Mengingat kondisi perekonomian yang tak kunjung membaik, Siti Raham mengumpulkan anak-anaknya untuk memberikan nasihat agar tidak meminta yang tidak-tidak. 

"Ummi mengatakan, bahwa keadaan Ayah di hari-hari mendatang tidak begitu cerah, karenanya Ummi berharap kami tidak minta yang tidak-tidak. Kalau perlu yang sudah sanggup bekerja, mulailah mencari pekerjaan," tulis Rusydi.

Meski hidup serba kecukupan, Siti Raham sangat menjaga kehormatan suaminya. Setiap Hamka keluar rumah, ia selalu memastikan pakaian yang dikenakan suaminya bersih dan tidak sembarangan. 

"Hormati tamu Ayah kalian. Kalau kalian lihat penyambutan mereka di daerah-daerah, kalian akan tahu betapa mereka menghormati Ayah seperti raja," kata Siti Raham kepada anak-anaknya.

Itu dia sejumlah fakta keluarga Siti Raham dan Buya Hamka. Meski keluarga ini hidup dalam kesusahan, tak bisa dipungkiri bahwa mereka juga melewati masa senang dan canda tawa. 

Baca juga: 

The Latest