Melahirkan dengan Alat Bantu Vakum, Apa Saja yang Perlu Diperhatikan?
Vakum menjadi salah satu alternatif saat alur persalinan berjalan lambat
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Saat menjelang persalinan, Mama perlu tahu bahwa ada beberapa metode bantuan yang bisa dilakukan guna melancarkan prosesnya. Salah satunya adalah dengan vacuum atau ventouse, alias vakum.
Alat bantu ini digunakan oleh dokter dalam kondisi tertentu jika memang benar-benar dibutuhkan. Terutama jika alur proses persalinan berjalan lambat.
Namun demikian, tetap ada beberapa risiko dari persalinan dengan bantuan alat vakum. Perlu juga diketahui cara-cara supaya tahap pemulihan pascapersalinan dengan alat vakum menjadi lebih efektif.
Dirangkum Popmama.com dari berbagai sumber, berikut informasi lengkap tentang persalinan dengan alat bantu vakum untuk Mama:
1. Apa itu persalinan dengan alat bantu vakum?
Dikutip dari Parenting First Cry, persalinan dengan vakum atau ventouse adalah metode di mana dokter akan menggunakan alat bantu khusus (berupa vakum) untuk membantu bayi bergerak melewat jalan lahir.
Metode persalinan ini melibatkan penggunaan ekstraktor ventouse yang diletakkan di atas kepala bayi untuk ‘disedot’. Dokter atau bidan kemudian akan membantu bayi bergerak melalui jalan lahir saat Mama mengejan selama kontraksi persalinan.
Nantinya ketika kepala bayi keluar, seluruh tubuhnya kemudian akan keluar secara alami.
2. Kapan bantuan alat vakum dibutuhkan?
Kebutuhan untuk penggunaan alat vakum biasanya bergantung pada situasi dan pertimbangan dokter yang menangani Mama. Pada umumnya, penggunaan alat vakum diperlukan dalam beberapa kondisi.
Salah satunya adalah ketika alur proses persalinan berjalan terlalu lambat. Misalnya saat Mama sudah mengejan selama beberapa jam tetapi tidak ada kemajuan substansial dalam proses persalinan.
Adanya komplikasi tertentu dalam persalinan, terutama yang membuat Mama kelelahan, juga bisa menjadi salah satu penyebab diperlukannya bantuan alat vakum.
Bukan cuma dari kondisi Mama, bagaimana kondisi bayi juga turut menentukan apakah diperlukan bantuan alat vakum. Misalnya ketika dokter menemukan ada perubahan pada detak jantung bayi atau bayi terlihat kesulitan menuju jalan lahir.
3. Persiapan dan prosedur persalinan dengan alat vakum
Apabila dokter memutuskan sebaiknya Mama dibantu dengan alat vakum, ada beberapa persiapan yang bisa dilakukan sebelum memulai prosedur. Salah satunya adalah dilakukan anestesi, jika memang diperlukan.
Penggunaan kateter untuk mengosongkan kandung kemih kadang-kadang juga dilakukan.
Selain itu, episiotimi atau sayatan antara vagina dan anus juga kadang diperlukan, terutama untuk membantu memudahkan persalinan.
Apabila semua persiapan tersebut selesai, Mama kemudian akan diminta untuk berbaring dengan posisi kaki terbuka. Ujung alat vakum kemudian dimasukkan ke dalam vagina, tepatnya di atas kepala bayi.
Setelah posisinya benar-benar sempurna, udara akan mulai dipompa dengan alat vakum. Disesuaikan dengan alur kontraksi persalinan, dokter dengan cepat akan meningkatkan tekanan hisap vakum untuk membantu bayi bergerak melalui jalan lahir saat Mama mengejan.
Segera setelah kepala bayi keluar, ujung alat vakum akan langsung dilepas dan seluruh bagian tubuh bayi akan keluar secara alami.
4. Risiko yang mungkin terjadi dengan bantuan alat vakum
Meski diperlukan untuk membantu proses persalinan, namun tetap ada beberapa risiko komplikasi yang bisa saja terjadi saat penggunaan alat vakum, baik bagi Mama maupun bagi bayi.
Untuk Mama, persalinan dengan alat vakum dapat menyebabkan rasa sakit pada perineum, yang merupakan masalah yang sangat umum dan akan mereda seiring berjalannya waktu.
Risiko lain yang bisa terjadi yakni inkontinensia urine, yakni ketika Mama tidak bisa mengontrol kemampuan untuk menahan buang air kecil. Urine pun bisa dengan mudah keluar dengan tiba-tiba tanpa disadari.
Masalah pada organ panggul juga dapat terjadi, salah satunya yang menyebabkan otot dan ligamen di daerah panggul melemah.
Sementara itu, bagi bayi beberapa risiko komplikasi yang bisa terjadi di antaranya ketika pembuluh darah di kepala mengalami kerusakan selama prosedur. Hal ini berdampak pada akumulasi darah antara tengkorak dan lapisan dalam kulit, yang berakibat pada terjadinya cephalohematoma.
Area kepala yang menjadi tempat ujung alat vakum menempel juga bisa mengalami pembengkakan.
5. Tips pemulihan setelah persalinan dengan alat vakum
Ketika Mama melakukan persalinan dengan alat vakum, proses pemulihannya seringkali akan membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan persalinan biasa. Bekas luka jahitan (jika Mama melakukan episiotomi) juga akan terasa lebih sakit selama beberapa hari kemudian dan pulih rata-rata dalam waktu seminggu.
Ada beberapa tips yang bisa Mama lakukan untuk mempercepat pemulihan setelah melahirkan dengan alat vakum. Salah satunya adalah memerhatikan posisi dan gerakan tubuh saat beraktivitas.
Misalnya saat hendak duduk, lakukan secara perlahand dan gunakan alas duduk yang empuk. Hindari duduk di alas permukaan Jangan duduk di permukaan yang keras. Kebiasaan ini dapat membantu mengurangi ketegangan pada bekas jahitan.
Perbanyak juga konsumsi serat dan minum air putih untuk menyehatkan sistem pencernaan, sehingga Mama tidak perlu terlalu mengejan saat buang air besar.
Untuk membantu meringankan rasa sakit, Mama dapat menggunakan kompres air es ke area yang terasa nyeri.
Jangan lupa konsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi obat herbal atau menggunakan obat rumahan seperti minyak kelapa di area nyeri, ya.
Demikian informasi tentang persalinan dengan alat bantu vakum yang penting Mama ketahui. Tetap jaga kesehatan, ya.